Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Rabu, 21 Januari 2009

Melodi Ucap Syukur: God's Masterpiece in Me


Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. (Mazmur 139:13-14)

Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. (Mazmur 8:4-6)

Sejak SD (ga ingat kelas berapa tepatnya), gue mulai nyoba ngamatin diri sendiri. Dari ujung kaki sampai ujung rambut, pake kaca 'n dipelototin pake mata telanjang. Sembari mata menatap kaca, angan ikut melayang memutar memori bayangan masa lalu. Ibu-ibu pada bilang gue tuh cantik kaya Indo [_nesia]. Temen-temen cowok di sekolah yang pernah gue tantangin berantem 'n gue tendang kakinya bilang kalo gue tuh sama sekali ga oke. Udah gendut, kasar, larinya cepet, rambut panjang ga keurus, tomboy, 'n sama sekali ga feminin. Untung waktu itu lum jatuh cinta ma cowok (kalo udah, bayangin betapa hancur hati ini). Padahal kalo dipelototin di foto, pas lagi pake gaun merah, gue emang cewek banget koq. Btw, omongan temen-temen pastinya bikin gue ga nyaman 'n bingung. Gue ini cantik kaya cewek ato preman kaya cowok?

Kegiatan meneropong diri berlanjut di SMP. Gue minder abis karena diteriakin temen-temen sekolah pas lagi lipat tangan berdoa: "Cina, Cina... lg mo nangkep kepiting ya?" SMP Negeri itu emang Favorit di kota asal gue. Tapi, gue bertahan di sana selama tiga tahun sebagai mahluk asing alias kaum minoritas. Gimana ga? Gue salah satu dari dua orang yang Kristen di kelas dari total jumlah siswa 48 orang. Udah Kristen, Cina lagi... lengkap kan? Tiap Minggu belajar agama laen di kelas. Hasilnya, lulus dengan mengantongi ijazah dan pertanyaan: "Siapakah aku? Berhargakah aku?"

Naik kelas ga sekonyong-konyong menghentikan pertanyaan seputar diri. Jenjang SMA mendorong gue untuk meneriakkan: "It's time for a change!" Gue harus berubah, Friend. Harus... desakan hormon ini ngebuat gue ngerasain sesuatu yg aneh. Jatuh cinta. Kebayang ga rasanya? So, kelas 2 SMA gue belajar pake rok panjang 'n blus yang lg tren dipake. Ceritanya sih, biar kaya cewek lain yg feminin. Rela deh ngerasa ga nyaman, coz kaki terkungkung dalam balutan 'n lilitan kain panjang. Sepak terjang gue dengan rok panjang sangat panjang untuk diceritain. Singkatnya, lama-lama gue ga tahan juga. Banyak kali gue pelampiasan dengan menyalurkan kelebihan energi ke olah raga. Akhir-akhirnya, tetep aja bingung mana yang lebih dominan... unsur feminin ato maskulin? Sedihnya... apalagi Pangeran Kuda Putih yang sedang menghiasi mimpi-mimpi ternyata kabur meninggalkan luka hati (tafsir sendiri ya apa yg terjadi karena gue ga mau orang itu tahu ^^). Retak, rentan, putus harapan. Berhargakah gue? Kenapa ga bisa ngedapetin orang yang gue sayang? Andai bisa seperti dia (cewek laen)... andai gue ga terperangkap dalam sosok jelek ini.

Makin tambah umur makin tambah pergumulan. Rasa ga nyaman terhadap diri merambah ke area karakter. Kenapa gue begini dan begitu? Otak ini penuh dengan pertanyaan gimana bisa nyenengin orang lain. Saat itulah kejatuhan paling dalam. Omongan orang begitu penting buat gue hingga membentuk dua respons yang begitu ekstrem dalam satu pribadi. Biang ribut yang ceria sekaligus batu es yang dingin. Ga nyaman, moody, dan membingungkan orang. Totally, terpisah dari Tuhan dan sesama. Gue selanjutnya bagai berubah wujud jadi mesin penghasil tanda tanya terbesar. Yah, otak yg sempit ini dipenuhi tanda tanya seputar siapakah gue manusia... mirip sama Kang Daud di Mazmur 8. Di titik inilah Firman Tuhan merasuk dan mengubahkan.

Pemazmur mengatakan kalo gue ini dibentuk bagai sebuah Masterpiece. Asli lho, kalo ga percaya tanya aja sendiri sama Sang Pencipta. Gue adalah karya besar, karya utama, karya yang mahal dan dinanti-nantikan, karya yang berharga, karya yang dibuat dengan teliti oleh Sang Pencipta sejak dari dalam kandungan. Wow, hanya wow.... Tuan Pemilik hidup bahkan meletakkan mahkota kemuliaan di atas kepala ini. Wow, very-very wow.... Untuk itu, gue persembahkan ucap syukur ini buat Beliau, Sang Junjunganku.

Tak terasa 32 tahun sudah Tuhan menggandeng dan menggendong seorang musafir lemah di perantauannya. 32 tahun terasa tak lama karena Sang Pemilik Hidup selalu beserta. Mengingat semuanya, tak berlebihan jika ia mengadakan sebuah perayaan kecil di bibir laut yang gelap dan terbuka.

Selangkah demi selangkah, kakinya menjejak di tempat yang sama dengan ribuan jejak lainnya. Setiap kali menjejak, matanya tak kunjung berkedip memandang cetakan kaki kecilnya di hamparan pasir yang lembab. Dalam hati kecilnya ia berteriak: "Wow, I'm so special! Lihat, tak ada satu pun jejak kaki yang kelihatan sama!"

Letupan-letupan kebanggaannya tak hanya berakhir sampai di sana. Geliat malam yang bertabur bintang semakin memeriahkan pesta rohani berdua dengan Allahnya. Pantas saja Daud ternganga akibat pesonanya hingga ia bernyanyi: "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan: Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga Engkau mengindahkannya?"

Dibakar rasa takjub, matanya yang kecil dan sempit malah semakin meluaskan pandangannya. Bukan pada hingar-bingar wisata kuliner di balik punggungnya, melainkan pada suara lembut yang memerintahkan terjadinya cakrawala. Ya, Sang Khalik sendiri seolah berkata: "Yes, you are so special. Dengan tangan ini, tangan-Ku sendiri, Aku membentuk engkau. Detail demi detail keindahanmu jauh melebihi indahnya bintang cemerlang. Aku tahu setiap titik tahi lalat di tubuhmu, sama seperti Aku mengetahui dengan tepat jumlah butiran pasir di pantai. Engkau sangat menakjubkan anak-Ku. Yes, you are. Bukan sok romantis jika Kukatakan bahwa cinta-Ku kepadamu nyata-nyata lebih luas dari samudera yang ada di hadapanmu. Gelora kasih-Ku bahkan lebih dahsyat dari deburan ombak yang paling menggetarkan jiwamu. You are My Masterpiece. Itu sebabnya Aku tak pernah memintamu menjadi seorang Rahmiati Tanudjaja, Pendeta Wanita Panutanmu. Aku hanya ingin engkau menjadi dirimu yang terbaik untuk-Ku karena pada saat itulah Aku akan sangat menikmati memandangmu, sambil berkata: Sungguh amat baik! Ucapan yang sama persis ketika pada hari keenam Aku membentuk bapa moyangmu itu (lih. Kejadian 1:26-31)."

Syukur yang tak terwakili oleh segala bahasa seketika ia panjatkan atas sebuah Sacred Romance di bulan kelima keberadaannya di Bali.


So... para Masterpiece Allah, bersyukurlah dan jadilah yang terbaik bagi-Nya sebab Engkau sangat berharga di mata-Nya! Bukankah hidup ini terlalu singkat dan berharga untuk dinilai berdasarkan penilaian orang lain dan diri sendiri?