Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Kamis, 26 November 2009

LABORING WITH GOD IN LOVE


Baca: Wahyu 3:7-11

Apakah arti sebuah pujian bagi kita, manusia? Ada yang secara rohani menjawab: “Ah, ga perlu itu. Yang patut dipuji cuma Tuhan saja.” Bukankah jawaban ini merupakan sebuah pernyataan kerendahan hati? Namun kalau boleh jujur, siapa sih yang tidak senang mendapatkan pujian?

Baru-baru ini saya 2X menonton film I not stupid Too 2, buatan singapura, yang saya persiapkan untuk ditonton oleh anak-anak Tunas Remaja. Film ini menyadarkan saya betapa pentingnya arti sebuah pujian bagi seseorang. Selain menunjukkan penghargaan terhadap keberadaan seseorang, pujian ternyata juga dapat menjadi penambah semangat untuk melakukan sesuatu yang lebih baik di kemudian hari. Tak heran film ini diawali dengan sebuah pertanyaan refleksif: “Kapan terakhir anda memuji orang?”

Bagi saya, materi yang diangkat dalam film ini cukup menarik dan menggelitik, karena bukankah pujian dan ungkapan-ungkapan positif sudah mulai jarang hadir dalam kehidupan kita? Kalaupun ada, sering kali itu adalah sebuah basa-basi belaka karena disebutkan bahwa ciri kental jaman post-modern (pasca modern) adalah semangat persaingan. Tak heran kalau tidak banyak orang yang bisa turut berbahagia atas kesuksesan orang lain.

Alasan lain yang cukup dominan mengapa orang jarang memuji adalah ketidakmampuan kita melihat apa yang orang lain lakukan sebagai sesuatu yang baik atau istimewa. Ternyata semua itu ada kaitannya dengan konstruksi sosial yang mempengaruhi cara pandang sebagian besar orang terhadap apa yang dianggap baik atau istimewa—termasuk di dalam gereja Tuhan.

Contohnya: Bukankah pelayan-pelayan mimbar yang mempesona mata akan lebih mendapat penghargaan daripada pekerja-pekerja belakang layar yang tidak kasat mata alias tidak kelihatan orangnya? Bukankah badan Pengurus kemajelisan yang menduduki kursi kekuasaan akan lebih mendapat penghormatan dari pada Barisan Petugas Kebersihan yang memanggul sapu, ember, dan alat pel? Dan bukankah Para Pendeta kenamaan yang fasih lidah atau ahli dalam bidangnya, dan orang-orang berduit akan memiliki pengaruh yang lebih besar dibanding para penginjil atau kaum awam yang melakukan pelayanan serabutan?

Fakta tersebut meneguhkan sebuah ungkapan yang mengatakan “Dunia melihat apa yang kita lakukan.” Tak heran jika ada jemaat yang mengatakan bahwa pelayanan adalah tugas hamba Tuhan, majelis, atau orang-orang yang berkarunia melayani sehingga tidak semua jemaat mau melayani dan maunya menjadi jemaat biasa yang tenang-tenang duduk di bangku gereja, menikmati ibadah, pulang, lalu selesailah sudah.

Sebaliknya, ada juga yang maunya pelayanan terus sampai lupa waktu, lupa belajar, lupa bekerja, dan yang lebih parah lagi adalah lupa pada keluarganya. Pertanyaannya adalah apakah yang sedang kita kejar? Pujian manusia atau pujian Allah? Dalam 1Tesalonika 2:9, Paulus mengatakan bahwa kita hendaknya tidak menyukakan manusia; melainkan menyukakan Tuhan yang menguji hati kita.

Saat ini kita akan mencari kehendak Tuhan bagi gereja-Nya dengan melihat lebih dalam pada Surat kepada Jemaat Filadelfia yang tertulis dalam Wahyu 3:7-13. Ya, kita akan bercermin dari Jemaat Filadelfia, yang merupakan salah satu dari dua jemaat yang di puji oleh Tuhan, yaitu Sang Penulis Surat yang di ay. 7 digambarkan sebagai “Yang kudus dan yang berkuasa.”

Pertanyaannya sekarang adalah apakah yang membuat Tuhan Yesus memuji Jemaat Filadelfia dan bagaimanakah gereja-gereja pada masa kini dapat mengalami hal yang sama? Apakah karena memiliki gedung yang megah dan sangat memadai? Apakah karena anggotanya berjumlah ribuan? Apakah karena kas gerejanya tidak pernah defisit? Atau karena memiliki banyak kegiatan dan telah sukses melaksanakan, mewujudkan, serta merealisasikan program-program pelayanannya?

Bukan, bukan itu semua; melainkan karena kesetiaan mereka. Itu sebabnya Jemaat Filadelfia dijuluki sebagai The Faithfull Church. Firman Tuhan menunjukkan setidaknya ada 2 bukti kesetiaan mereka sehingga dianugerahi pujian dari Tuhan. Kita dapat melihat keduanya secara paralel di ay. 8 dan 10.

Apakah kedua bukti kesetiaan mereka dan yang juga dituntut Tuhan untuk ada pada gerejanya pada masa sekarang ini?

1. Meraih kesempatan untuk bekerja bersama Tuhan dalam pelayanan.
Ada ungkapan yang mengatakan: “Dunia melihat apa yang kita lakukan. Namun, Allah melihat mengapa kita melakukannya.” Ungkapan tersebut menunjukkan perbedaan yang kontras antara penilaian manusia yang terbatas dengan Allah yang maha tahu. Manusia menilai apa yang kelihatan, sedangkan Allah jauh lebih dalam dari itu. Ia menilai hati seseorang. Mengetahui hal itu seharusnya tidak ada alasan bagi setiap anak Tuhan untuk menolak kesempatan bekerja bersama Tuhan dalam pelayanan. Konsep inilah yang jemaat Filadelfia amini dan imani sehingga Tuhan Yesus memuji: “Engkau menuruti Firman-Ku...,” sampai dua kali. Apa maksud pujian ini?

Di antara tujuh kota yang disebut dalam kitab Wahyu, Filadelfia adalah yang kota termuda, yang dibangun paling kemudian oleh Raja Attalus II, kurang lebih 150 tahun sebelum Kristus. Bukan karena kebetulan atau asal-asalan, Filadelfia dibangun tepat di titik silang perbatasan dengan tiga wilayah di sekitarnya—Misia, Lidia, dan Frigia. Attalus punya tujuan yaitu agar Filadelfia menjadi ujung tombak penyebaran atau penanaman budaya Yunani ke wilayah-wilayah sekitarnya, khususnya daerah-daerah Lidia dan Frigia.

Namun, Tuhan beranugerah pada kota ini melalui orang-orang percaya yang ada di dalamnya. Tuhan Yesus berkata, “Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorang pun.” Apakah yang dimaksud dengan firman Tuhan ini? Apakah karena mereka menuruti firman maka Tuhan membukakan pintu atau karena Tuhan membukakan pintu maka mereka menuruti firman? Rupanya, konsep yang benar adalah yang kedua. Pintu dibukakan Tuhan bukan sebagai upah atas ketaatan dan kesetiaan; melainkan sebagai sebuah kesempatan untuk membuktikan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Itulah arti dari terbukanya pintu, yaitu terbukanya kesempatan. Kesempatan untuk apa?

Ada 2 penafsiran:

a)Kesempatan untuk menerima keselamatan. Dosa sebenarnya membuat kita tidak bisa memilih selain maut. Akan tetapi, karena kasih-Nya, Tuhan membukakan pintu keselamatan bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Tidak sampai di situ saja, Ia membuka kesempatan yang kedua yaitu...

b)Kesempatan untuk melayani. Penafsiran yang kedua ini sangat ditekankan oleh para ahli. Karena Filadelfia pernah sukses menjalankan misi Yunanisasi, maka jemaat di sana diberi mandat untuk menjalankan misi Kristenisasi—dalam arti membawa orang lain untuk percaya kepada Kristus. Jadi, mereka masuk melalui pintu keselamatan dan keluar melalui pintu pelayanan. Artinya kasih yang mereka terima mendorong untuk memberi pelayanan kepada sesama sebagai bentuk kasih kepada Tuhan. Laboring with God in love.

Itu adalah kesempatan yang sangat istimewa bagi sebuah jemaat yang dikatakan di ayat 8 sebagai “yang kekuatannya tidak seberapa.” Ya... secara obyektif dan kuantitatif, kekuatan fisik mereka memang tak seberapa. Sebagai kota yang paling muda, usianya juga tak seberapa. Bagaikan anak balita, mereka masih amat lemah dan rentan. Sebagai kaum minoritas di antara dominasi orang kafir, jumlah mereka tidak seberapa. Mereka bahkan bukan orang-orang penting dan tidak punya kekuatan suara secara politik.

Tuhan tahu itu. Ia juga bisa melihat apa yang dianggap orang sebagai sebuah kelemahan. Namun, pengetahuan Tuhan jauh lebih lengkap karena Ia melihat bahwa di balik kelemahan itu ada kekuatan yaitu dalam ketaatan dan kesetiaan. Ya, mereka taat dan setia meraih kesempatan untuk bekerja sama dengan Tuhan dalam pelayanan, secara khusus dalam misi Pekabaran Injil bagi orang-orang yang belum mengenal-Nya. Bukan karena mereka mampu atau telah berprestasi, melainkan karena kesetiaan dalam kelemahan itulah yang justru membuat kekuatan Allah menjadi semakin nyata, lalu bekerja seluas-luasnya di dalam dan melalui mereka. Pada saat itulah, pintu kesempatan yang sudah dibuka tak akan dapat ditutup lagi. Sekali Tuhan bekerja, tak ada satupun kekuatan yang akan dapat menghalanginya. Inilah hakekat pelayanan, yaitu bekerja bersama Tuhan. Tuhan yang memberi kesempatan, Tuhan jugalah yang bekerja. Manusia hanyalah alat sehingga hanya Tuhanlah yang menjadi fokus utamanya.

Ketika memasuki pelayanan sulung sebagai hamba Tuhan penuh waktu, sejujurnya, saya memiliki berbagai macam ketakutan atau kekuatiran. Saya bergabung dalam sebuah tim pelayanan jemaat dengan gedung gereja yang besar dan megah, ditambah lagi ada hamba-hamba Tuhan yang saya kagumi di dalamnya.

Sebelum memutuskan untuk bergabung, saya selalu bertanya-tanya pada diri sendiri: “Mampukah saya melayani dengan berbagai kelemahan yang mendominasi diri?” Akan tetapi, firman ini berbicara secara pribadi kepada saya. Tuhan sudah membukakan pintu keselamatan. Tidak hanya itu saja, pintu pelayanan juga sudah dibukakan. Selama masih ada usia dan kekuatan, adakah alasan bagi saya untuk tidak masuk dan melewatinya? Apakah saya layak memakai kelemahan-kelemahan saya sebagai alasan untuk tidak melayani-Nya? Bukankah Tuhan yang bekerja dan saya hanya alatnya?

Saya mungkin bisa beralasan lagi: “Tuhan, saya takut gagal. Bagaimana pandangan jemaat nantinya? Apakah saya bisa jadi berkat kalau gagal?” Lalu hati saya yang diterangi oleh firman bertanya: “Siapakah yang menilai pekerjaanmu? Tuhan tahu pekerjaanmu. Ia tahu kekuatanmu tidak seberapa. Yang Ia kehendaki adalah kesetiaan untuk dipakai sebagai alat-Nya. Dan sebaliknya ketika merasa sukses, ingatlah bahwa Tuhanlah yang membuka pintu dan Ia sendiri yang bekerja sehingga tak sepatutnya manusia berbangga diri atau merasa penting. Tugas kita adalah tetap setia menjadi alat-Nya.”

Hal ini tidak hanya berlaku bagi saya, melainkan bagi setiap orang percaya. Ketika kita telah disentuh kasih Allah dalam pengorbanan Kristus dan kemudian berkomitmen mengikuti Dia. Itu adalah sebuah awal dimana kita berkomitmen untuk memasuki pintu keselamatan. Pintu ini adalah sebuah kesempatan yang berharga buat saudara dan saya. Akan tetapi, kita tidak bisa tinggal terus di dalamnya karena Tuhan masih membukakan satu pintu lagi yang harus dilewati yaitu pintu pelayanan. Mark Guy Pearce pernah dengan tegas menyatakan: “Jika iman seseorang tidak menyelamatkan diri keluar dari egoisme dan masuk ke dalam pelayanan; ia tetap tidak akan menyelamatkan diri keluar dari neraka.”

Frman Tuhan yang telah kita baca dan renungkan berkata: “Kepada jemaat ...; bukan kepada para pendeta, hamba Tuhan, majelis, atau orang-orang yang berkarunia. Bukan, saudara. Oleh karena itu, firman ini sekaligus menjadi sebuah panggilan untuk melayani kepada saudara-saudara yang sudah dan akan dibaptis, kepada semua jemaat, dan setiap orang percaya sebagai gereja-Nya. Selagi ada usia dan kekuatan, Tuhan menghendaki kita yang sudah diselamatkan untuk bergegas-gegas melalui pintu pelayanan dan menarik orang lain untuk memasuki pintu-pintu yang sama.

Marilah kita melayani dengan segenap keberadaan kita dan janganlah takut sebab tidak ada yang tidak bisa dipakai Tuhan. Tidak ada pelayanan yang besar atau kecil, penting atau tidak penting. Asal kita setia, maka Tuhan akan tersenyum dan berkata: “Engkau telah menuruti firman-Ku.”

Selain membuktikan kesetiaan dengan meraih kesempatan untuk bekerja bersama Tuhan dalam pelayanan, Tuhan juga menghendaki gereja untuk membuktikan kesetiaannya dengan jalan ...

2. Bertekun dalam iman di tengah tekanan.
Pdt. Eka Darmaputera pernah berkata, jika beliau ditanya roh apa yang kira-kira sekarang ini secara umum paling menguasai kita di dalam kehidupan pribadi kita? Roh apa yang sekarang ini paling menguasai negeri kita ini? Roh apa yang sekarang ini paling menguasai masyarakat kita, bangsa kita? Beliau akan menjawab roh ketakutan.
Ketakutan muncul karena adanya tekanan. Ketakutan yang demikian dapat membuat orang merasa tak berdaya, tak mampu, tak berani berbuat apa-apa... menyerah, kalah. Ketakutan juga seringkali membuahkan penyangkalan, pengkhianatan, kemurtadan.

Akan tetapi, kecenderungan demikian tidak berlaku pada jemaat Filadelfia. Tuhan menjumpai mereka tidak menyangkali nama-Nya dan tetap tekun menantikan Tuhan walaupun mereka hidup dalam tekanan. Walaupun tekanan yang dialami tidak seberat yang terjadi pada jemaat Smirna; akan tetapi ada indikasi bahwa eksistensi mereka juga sedang terancam.

1. Secara geografis, Filadelfia termasuk daerah yang rawan gempa. Pada tahun 17 pernah terjadi gempa bumi hebat yang menghancurluluhkan Sardis serta sepuluh kota lainnya. Namun Filadelfia tidak ikut-ikutan hancur. Meskipun luput, kota ini diserang gempa-gempa susulan yang datang dan pergi bertahun-tahun lamanya. Perasaan cemas dan was-was adalah makanan sehari-hari mereka. Hari ini bagian kota ini yang runtuh, esok hari bagian yang lain roboh. Banyak penduduk kota yang tidak berani kembali ke rumah mereka. Itu artinya gereja juga terancam kehancuran.

2. Keberadaan jemaah iblis yang disebutkan di ay. 9, yaitu golongan Yahudi yang sengaja menentang Kristus dan ajaran-Nya, serta berusaha mengacaukan jemaat.

3. Ancaman pencobaan yang di ay. 10 disebutkan akan datang atas seluruh dunia, termasuk kepada mereka yang ada di Filadelfia. Ancaman-ancaman tersebut ternyata tidak melumpuhkan jemaat Filadelfia, malahan membentuknya semakin kuat. Filadelfia lulus ujian iman dan justru berkembang menjadi sebuah kota yang amat besar di tengah-tengah tekanan. Sejarah juga mencatat bahwa ketika balatentara Kerajaan Turki menggilas habis seluruh Asia Kecil, hanya Filadelfia berhasil bertahan sebagai sebuah kota Yunani Kristen tanpa penyangkalan, pengkhianatan, atau kemurtadan. Sampai abad ke-14, kota Filadelfia masih berfungsi sebagai benteng kekristenan yang terakhir di Asia Kecil.

Dari sana kita melihat bahwa jemaat Filadelfia tidak hanya setia kepada berita firman Allah; melainkan juga setia kepada Oknum Kristus. Itu sebabnya, Tuhan Yesus mengikat Filadelfia dengan janji-janji indah.

Ay. 9 ada janji untuk memulihkan nama mereka. Para lawan akan dikalahkan dan menyadari bahwa Tuhan mengasihi mereka.

Ay. 10 ada janji perlindungan sehingga mereka tidak akan kalah oleh penderitaan dalam masa-masa sukar menjelang akhir jaman.

Ay. 12 ada janji untuk memberikan status dan jaminan, yaitu mengangkat mereka menjadi milik Allah, yaitu orang-orang yang dihormati (soko guru).

Selain perjanjian kudus, Tuhan Yesus juga memberikan nasihat kasih. Bukan teguran-teguran, melainkan nasihat atas nama kasih, yaitu untuk kebaikan mereka sendiri.

Ay. 11 ada nasihat untuk tetap bertekun dalam iman.

Ay. 12 ada nasihat untuk menjadi pemenang.

Ay. 13 ada nasihat untuk mendengar.

Pada bagian ini kita melihat bahwa jemaat filadelfia telah diikat oleh Tuhan dan mengikatkan diri kepada Tuhan dengan kesetiaan yang penuh kasih. Laboring with God in Love. Tidakkah ini merupakan sebuah sinergi, sebuah harmonisasi yang begitu indah? Bagai gayung bersambut. Mereka berjalan dan bekerja bersama Tuhan, tidak hanya dalam pelayanan; melainkan juga dalam ketekunan. Inilah yang menyukakan hati Tuhan dan menguatkan mereka, yaitu bahwa: mereka tidak sendiri. Ada Allah. Yang mereka lakukan adalah bersikap sebagai orang yang mempunyai Allah.

Ini adalah kebenaran yang sudah jelas, namun seringkali kita lupakan. Mari tidak hanya berpikir bahwa kita bisa saja lupa keberadaan Tuhan hanya di masa-masa yang genting saja. Jangan-jangan, kita justru menyangkali keberadaan-Nya dalam peristiwa-peristiwa sederhana dan yang dianggap biasa-biasa saja.

Saya pernah berulang kali mengalaminya. Salah satunya adalah ketika suatu kali saya menerima warta jemaat dan mendapati nama saya terjadwal untuk melayani pemberitaan firman di sebuah kebaktian umum. Saya tidak pernah mendapat jadwal itu sebelumnya dan tidak pernah mempersiapkan diri untuk khotbah mimbar karena merasa: “Ah tidak mungkin orang baru, tiba-tiba diberi pelayanan mimbar.” Itu sebabnya, saya langsung panik dan buru-buru ke Tata Usaha untuk mempertanyakan jadwal yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Karena kasihan, salah seorang petugas TU menawarkan untuk menukar jadwal dengan hamba Tuhan lainnya. Namun begitu saya membaca teks yang telah ditentukan, saya terkejut dan menjadi malu.

Dalam hal sekecil itu, kepanikan saya menunjukkan pada dunia bahwa tidak ada Allah. Sambil terus membaca ayat demi ayat, hati saya merasa semakin tidak tenang. Saya mendengar nurani saya berbicara dengan begitu jelas. Apakah Tuhan tidak ada ketika engkau mempersiapkan khotbah dalam waktu yang lebih singkat dari biasanya? Apakah Tuhan tidak ada ketika engkau yang tidak fasih lidah itu menyampaikannya firman-Nya di depan jemaat? Apakah Tuhan tidak bisa mengubah firman yang engkau sampaikan dengan sederhana itu menjadi perkataan-Nya sendiri di dalam hati setiap orang yang mendengarnya? Mengapa sebuah tantangan kecil saja dapat membuat engkau menyangkali keberadaan-Nya, melupakan kuasa-Nya, ... tidak setia. Ingatlah, hidup orang percaya adalah Laboring with God in Love (bekerja bersama Tuhan dalam kasih), bukan berjuang sendiri. Dia ada di dalam kita dan kita di dalam Dia.

Firman ini menjadi sebuah peringatan buat kita dan mempertanyakan, dalam hal apa saja kita seringkali tidak bersikap sebagai orang yang mempunyai Allah?
Apakah ketika kesusahan melanda, ketika tekanan hidup tak kunjung sirna, atau sebaliknya ketika sedang merenda bahagia? Who Am I in the crowd? And who am I, when I am alone? Tuhan sedang menunggu jawabannya. Ia sedang menanti kita untuk bersinergi dengan-Nya. Laboring with God in Love. Yang perlu kita lakukan adalah dengan setia berjalan dan bekerja bersama-Nya. Jika Ia yang membuka pintu, maka tak ada yang dapat menutupnya. Jika sudah tertutup, maka tak ada yang akan dapat membukanya. Penyesalan yang terlambat tak ada gunanya di sini. Oleh karena itu, selama masih ada hayat dikandung badan... mari kita buktikan kesetiaan kita dengan cara:

1. Meraih kesempatan untuk bekerja bersama Tuhan dalam pelayanan.

2. Bertekun dalam iman di tengah tekanan.

Mari terus mengingat bahwa kita tak sendiri. Jika kita taat dan setia, kita pun akan mewarisi janji-janji indah Tuhan bagi jemaat Filadelfia:

Tuhan akan memulihkan nama kita. Para lawan kita akan dikalahkan dan menyadari bahwa Tuhan mengasihi kita.

Tuhan akan menjadi tempat perlindungan kita sehingga kita tidak akan kalah oleh penderitaan dalam masa-masa sukar menjelang akhir jaman.

Tuhan akan memberikan status dan jaminan, yaitu mengangkat kita menjadi milik Allah, yaitu orang-orang yang dihormati (soko guru) di bumi dan di surga.
Sebuah pertanyaan terakhir bagi kita semua: “Bersediakah kita menyambut ajakan-Nya?"

Rabu, 25 November 2009

Ketika Ku Ingin Menggandeng Tanganmu dan Merasa Ingin Kau Peluk


Empat huruf yang dipakai TUAN ‘tuk menghadirkan Veronika
P A P A... tentu saja!
Namun, yang dimaksud kali ini adalah M A M A
Hati ini begitu melekat padanya
Bagaimana tidak, 9 bulan ada di dalam dirinya
Menyatu jantung ini dengan jantungnya
Nafas ini dengan nafasnya

7 tahun terakhir kumelepas tangannya, pelukannya, cium sayangnya
Dengan semboyan, "Dekat di hati, walau jauh di mata."
Mengepakkan sayap, meninggalkan naungan yang kusebut KELUARGA
Demi sebuah "tujuan mulia"
Diriku bertumbuh menjadi WANITA sekaligus HAMBA

MAMA... kasihmu tak kan pernah kulupa
Dari tangan dingin dan ketulusanmu MAMA (+ PAPA tentunya)...
Muncul seorang manusia dengan sejuta mimpi dan harapan yang membara
Terima kasih untuk semua jasa
Untuk itu, kini kupanjatkan sebuah DOA
Mohon SANG TUAN mendegarnya,
Mengijinkan HAMBA untuk menjadi bahagianya
Semasih ada nafas dan usia
Penuhi kami dengan cinta
Bukan hanya untuk dinikmati dalam kencan berdua
Namun, untuk dibagikan kepada mereka yang tak merasakan kasih seorang mama

Ketika ku ingin menggadeng tanganmu dan merasa ingin kau peluk, wahai MAMA...
Biarlah kumenggadeng tangan dan memeluk "mereka"