Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Rabu, 25 Februari 2009

Siap untuk Hidup, Siap untuk Mati


Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia. (Ibrani 9:27-28)

Satu hal yang begitu mengesankan bagi saya ketika menyelami salah satu bagian dari tulisan Philip Yancey dalam bukunya ”Menemukan Tuhan di Tempat yang Tidak Terduga” adalah respons seseorang terhadap kehidupan dan kematian. Saya hanya bisa mengaminkan bahwa ada dua golongan orang yang terlalu ekstrem memandang hidup. Ada yang terlalu menghargai hidup sampai begitu takut mati. Ada pula yang begitu menyepelekan hidup sehingga dengan rela memjemput kematian dengan jalan bunuh diri.

Orang-orang yang sangat menghargai hidup begitu memuja-muja kesehatan sebagai harta yang terpenting untuk mempertahankan hidup. Banyak usaha dan perjuangan yang dilakukakan yaitu: mengikuti klub-klub kebugaran, melakukan ritual olah raga yang intens, menguras kocek untuk berbagai jenis obat dan suplemen kesehatan, atau menerapkan gaya hidup higienis yang kebablasan. Gaya hidup demikian seringkali meletakkan prioritas waktu, tenaga, dan uang hanya pada satu aspek itu saja dan mengabaikan yang lain. Kalau boleh disebut, ini adalah phobia terhadap kematian yang sama sekali tidak bisa dihindari.

Di sisi yang lain, mereka yang tidak menghargai hidup benar-benar menyia-nyiakannya. Mereka tak pernah berpikir panjang apa yang terjadi dan sedang menanti setelah kematian. Mereka berpikir bahwa hidup adalah penderitaan dan kematian adalah salah satu cara untuk menghentikannya. Berhenti hidup berarti menghilang untuk selamanya sebagaimana akhir dari benda-benda mati lainnya. Bukankah ini adalah sebuah phobia terhadap hidup dan sekaligus merendahkan nilai hidup manusia yang diciptakan begitu istimewa oleh Sang Pencipta?

Kedua pilihan ekstrem ini tidak sejalan dengan Firman Tuhan dalam Ibrani 9:27-28 yang menyatakan adanya keindahan dari proses antara hidup dan mati, khususnya bagi orang percaya. Kematian ternyata bukan sesuatu yang buruk dan juga bukan sesuatu yang layak dipandang remeh. Kematian fisik hanya berlangsung sekali akibat dosa yang telah kita perbuat. Akan tetapi dalam Kristus, kematian itu tidak berujung pada kematian kekal. Sama seperti Kristus yang mati sekali kemudian bangkit untuk menyediakan keselamatan, demikianlah kita akan melewati kematian untuk menjemput hidup kekal di dalam Kristus. Itulah sebabnya kematian fisik tidak seharusnya terlalu ditakuti asal kita mempersiapkannya dengan baik. Bukan semata-mata dengan mengagungkan kesehatan; melainkan dengan hidup sebaik-baiknya dalam persekutuan yang indah dengan Kristus. Ketika kita siap untuk hidup, kita harus siap untuk mati. Ketika kita siap untuk mati maka kita akan memperoleh hidup.

Doa: Bapa di surga, terima kasih karena dengan memiliki Engkau maka tidak ada satupun yang perlu kami takutkan, termasuk penderitaan dan kematian. Tolonglah agar di dalam hidup ini fokus perhatian kami bukan lagi hidup atau mati saja; melainkan dengan penuh hikmat-Mu kami menjadi siap untuk hidup dan mati di dalam Kristus.

Selasa, 24 Februari 2009

Pembaharuan dalam Pengharapan yang Tetap Sama


Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" (Wahyu 21:5)

Apa yang terlintas di dalam benak kita ketika mendengar kata ”baru?” Istilah ”baru” mengandung beberapa makna seperti: (1) sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, (2) kualitas terbaik karena belum ada yang memakainya, atau (3) sebuah keadaan yang berbeda dengan sebelumnya. Yang jadi pertanyaannya adalah adakah sesuatu yang baru di dunia ini? Bukankah yang dikatakan tren baru di dunia fashion adalah sesuatu yang sudah ada dan selalu berputar-putar dari tahun ke tahun? Misalnya: celana gombrang yang pernah jadi tren di jaman papa saya juga pernah jadi tren di jaman sekarang. Aliran-aliran atau sekte-sekte agama yang baru muncul juga seringkali berakar dari filosofi yang sudah pernah ada sebelumnya. Misalnya: berbagai paham humanis yang terbit baru-baru ini—termasuk The Secret—sebenarnya berakar dari kisah di Kejadian 3. Selain itu, ide-ide baru penemuan ilmiah juga terinspirasi dan berbahan dasar dari apa yang sudah ada. Jadi, istilah ”baru” yang dipakai di dunia ini tidak pernah bermakna sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Dengan kata lain, tidak ada yang benar-benar baru di dunia ini.

Kosa kata ”baru" sejak semula memang hanya ada dalam kamusnya Tuhan. Firman Tuhan berkata: ”Aku menjadikan segala sesuatu baru.” Konteks frasa yang tertulis di bagian belakang dari kitab terakhir ini ternyata memiliki elemen dari peristiwa penciptaan yang tertulis di bagian awal dari kitab pertama Alkitab. Artinya, Allah yang menciptakan langit dan bumi—dari kondisi yang tidak ada menjadi ada itu—adalah Allah yang sama yang akan menjadikan segala sesuatu baru. Langit dan bumi yang rusak karena dosa akan berlalu. Air mata, maut, perkabungan, ratap tangis, atau dukacita akan berakhir dan berganti dengan yang baru. Dengan demikian, ada dua hal tersirat di dalamnya yaitu Allah akan membuat perubahan ke arah yang lebih baik; namun tetap meletakkan pengharapan yang sama dalam tangan-Nya.

Hari ini mungkin kita membuka mata dengan kenyataan bahwa kita telah mendiami bumi untuk kesekian kalinya di tahun yang baru. Ada yang begitu antusias untuk segera melewati hari demi hari di tahun 2009 dengan segudang resolusi (rencana atau keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu). Ada pula yang begitu skeptis, tawar hati, dan pesimis bahwa kehidupan di dunia tak akan menjadi lebih baik karena krisis global yang begitu mengkuatirkan. Tanda tanya besar yang selalu menghiasi awal tahun adalah, bagaimana saya akan mengisi hidup ini setahun ke depan? Untuk itu, mari kita pegang janji Tuhan. Ia yang menjadikan segala sesuatu baru itu rindu memberikan hidup baru yang penuh pengharapan. Ia siap membuat perubahan-perubahan besar dalam hidup kita untuk menggenapi rencana-rencana besar-Nya bagi dunia. Keluarga yang retak, kasih yang dingin, dan segala kegagalan akan Ia pulihkan untuk digantikan dengan damai sejahtera yang tak berkesudahan. Tugas kita adalah tetap datang padanya, tetap serahkan hidup dalam genggaman tangan-Nya maka krisis global dan efek kesudahan dunia tersebut tak akan menggoyahkan iman kita sampai Kristus datang kedua kali.

Doa: Bapa di surga, jika kami boleh ada dan menapaki hidup, itu semua karena anugerah-Mu. Kami sadar bahwa hari demi hari yang berlalu semakin menegaskan sisa umur kami di dunia ini. Tolong kami untuk dapat mengisinya dengan perubahan dan pengharapan yang berasal dari pada-Mu saja hingga akhirnya kami dapat menyelesaikan hidup ini dengan baik di mata-Mu.

Jumat, 13 Februari 2009

Fire in Lasting Love (FiLL)


Bacaan: 1Yohanes 4:7-21

14 Februari dikenal sebagai hari yang spesial karena merupakan hari kasih sayang yang disebut valentine day. Hari kasih sayang identik dengan ungkapan-ungkapan kasih sayang sebagai berikut: romantic dinner, kartu bergambar hati, bunga, coklat, kado, ungkapan cinta “be my valentine,” saatnya nembak gebetan, hari pernikahan special, dominasi warna merah & pink, love song, party, etc. Valentine begitu spesial karena suasana penuh kasih yg nampak pada hari itu jarang terjadi di hari-hari biasa. Contohnya, semalam—pk. 11.30 WITA—waktu saya mau beli pewangi pakaian ke Intimart (supermarket 24 jam di jalan Tukad Pakerisan), saya terkaget-kaget. Jam segitu banyak pasangan muda-mudi yang berburu coklat, bunga, dan lain-lain buat ngerayain valentine. Bener-bener ga biasa. Saking spesialnya hingga terbit slogan ”everyday is valentine.” Tujuannya adalah supaya setiap hari terasa indah dan penuh cinta bagai di hari valentine.

Ngomong-ngomong soal betapa spesialnya hari valentine yang sekarang ini dirayakan di seluruh dunia, ternyata ga bisa dilepaskan dari seorang tokoh bernama Santo Valentine. Santo Valentine adalah seorang pendeta yang hidup di Roma pada abad ketiga. Saat itu kerajaan Roma sedang dipimpin oleh Kaisar Claudius II yang terkenal kejam. Kaisar ini berambisi memiliki pasukan militer yang besar dan ingin agar semua pria di kerajaannya bergabung menjadi tentaranya. Akan tetapi, para pria enggan terlibat dalam perang karena tak ingin meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Hal ini membuatnya sangat marah. Ia pun membuat kebijakan yang melarang pernikahan. Ia berpikir dengan demikian maka para prajurit akan agresif dan potensial dalam berperang serta akan mudah diajak bergabung dengan militer.

Karena menganggap kebijakan melarang pernikahan adalah ide gila dan tak berperasaan, Santo Valentine menolak untuk melaksanakannya. Bersama temannya yang bernama Santo Marius, Ia tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta yaitu menikahkan para pasangan yang tengah jatuh cinta meskipun secara rahasia. Aksi ini diketahui kaisar, yang kemudian segera memberinya peringatan. Akan tetapi, ia tetap memberkati pernikahan dalam sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin, tanpa bunga, tanpa kidung pernikahan. Hingga suatu malam, ia tertangkap basah memberkati sepasang kekasih. Pasangan itu berhasil melarikan diri, namun malangnya ia justru yang tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam penjara dan divonis mati.

Bukannya dihina, ia malah dikunjungi banyak orang yang mendukung aksinya. Mereka melemparkan bunga dan pesan berisi dukungan di jendela penjara. Salah satu dari pendukungnya tersebut adalah putri penjaga penjara. Sang ayah mengijinkannya untuk mengunjungi Santo Valentine di penjara. Tak jarang mereka berbicara selama berjam-jam. Gadis itu menumbuhkan kembali semangat sang pendeta itu. Ia setuju bahwa Santo Valentine telah melakukan hal yang benar. Akhirnya, hari eksekusi itu tiba yaitu pada tanggal 14 Februari. Menjelang pelaksanaan eksekusi, ia menyempatkan diri menuliskan sebuah pesan untuk gadis itu atas semua perhatian, dukungan, dan bantuannya selama ia dipenjara. Diakhir pesan itu ia menuliskan: "Dengan cinta dari Valentinemu." Pesan itulah yang kemudian merubah segalanya.

Setelah kematian Santo Valentine dan Santo Marius, orang selalu mengingat kedua santo tersebut dan merayakan pengorbanan mereka sebagai bentuk ekspresi cinta kasih Valentine. Dua-ratus tahun kemudian, Paus Galasius meresmikan tanggal 14 Pebruari 496 sebagai hari Velentine. Kini setiap tanggal 14 Februari, orang di berbagai belahan dunia merayakannya sebagai hari kasih sayang.

Itulah the power of love. Karena dan demi cinta, orang bersedia hidup menderita dan bahkan rela kehilangan nyawanya. Masih ingat panggung kesedihan Romeo dan Juliet, Sampek dan Engtay, Siti Nurbaya dan Samsul Bahri, atau Roro Mendut dan Pronocitro? Yang jadi pertanyaan adalah darimana datangnya cinta? Dari mata turun ke hatikah? Dari panah cupid si dewa cintakah? Ataukah cinta itu datangnya tiba-tiba entah dari mana? Apakah cinta begitu saja datang dan pergi sehingga timbul pertanyaan ada apa dengan cinta?

Yang jelas, cinta pada mulanya adalah milik Allah Pencipta langit dan bumi. Ay. 7-8 yang kita baca tadi menyatakan bahwa kasih itu berasal dari Allah dan Allah itu sendiri adalah kasih sehingga orang yg bisa dan memiliki kasih itu berasal dari Allah. Sayangnya ga semua orang punya kasih seperti itu karena dosa. Dosa membuat kita jauh dari sumber kasih itu. Padahal Kasih Allah itu luar biasa dan ga main-main. Luar biasa yang ini bukanlah sebuah sugesti belaka, melainkan realita yang menakjubkan. Ay. 9-11 menunjukkan bukti cintanya yang penuh pengorbanan dalam diri Yesus.

Ada sebuah kisah tentang seorang kepala suku Indian tua. Ia terus menerus berbicara tentang Yesus Kristus karena Yesus sangat berarti baginya. Salah seorang temannya bertanya, ”Mengapa kamu begitu mengasihi Yesus?” Tanpa berbicara, ia segera mengumpulkan sejumlah ranting dan rumput kering. Ia kemudian membuat lingkaran dari bahan yang mudah terbakar itu dan meletakkan seekor ulat di tengahnya. Dalam kesunyian, ia menyalakan sebatang korek api lalu membakar lingkaran ranting dan rumput kering yang ada di hadapannya.

Mereka berdua memerhatikan gerak-gerik ulat yang ada di tengah lingkaran api. Saat api semakin membesar dan mendekat ke arahnya, ulat yang terperangkap itu merayap untuk mencari jalan keluar, namun tak berhasil. Ulat yang putus asa itu kemudian mengangkat kepalanya ke atas setinggi-tingginya seperti hendak membentuk sebuah huruf i. Kalau saja ia dapat berbicara, ia pasti akan berkata, ”Pertolonganku hanya dapat berasal dari atas.”

Kepala suku Indian tua itu kemudian membungkuk dan mengulurkan jarinya ke arah ulat itu. Si ulat segera merayap naik untuk mencari tempat yang aman di jarinya. ”Seperti itulah yang dilakukan Tuhan Yesus bagiku,” kata sang kepala suku. Dulu saya terperangkap dalam api dosa. Akan tetapi Yesus yang berasal dari surga membungkuk ke arahku. Dengan kasih dan pengampunan-Nya dia menarik saya dari lumpur dosa yang mengerikan. Oleh sebab itu, bagaimana saya tidak mengasihi dan ingin menceritakan betapa agung kasih-Nya?”

Kisah tadi adalah sepenggal kisah mengharukan yang juga terjadi pada setiap kita (ay. 10). Kita ini harusnya mati terpanggang dalam lingkaran api neraka sebab tangan kita terlalu pendek untuk menjangkau surga. Itu sebabnya Yesus, Raja kerajaan surga itu berinisiatif membungkuk dan menyelamatkan kita dengan penuh cinta. Cintanya yang besar membuat-Nya bersedia menjadi miskin, dicambuk, dihina, dicemooh, dan dibunuh dengan cara yang kejam.

Itulah the power of true love yang ditunjukkan dan dijadikan Yesus sebagai contoh buat kita. Lewat pernyataan cinta Yesus, manusia berdosa yang tadinya ga paham soal cinta sejati jadi kenal dan bahkan ngerasain yang namanya true love (ay. 12-16). Keadaan ini adalah sebuah awal yang baru yaitu yang disebut lahir baru. Dalam kondisi lahir baru, ga ada lagi dosa jahanam yang menghalangi mata hati kita untuk menatap dan berhadapan dengan cinta sejati. Bebas-lepas dan plong oblong-oblong tanpa beban kecurigaan, kejahatan, iri-dengki, kemarahan, kepahitan, dendam, serta tanpa keinginan untuk mengambil keuntungan hanya bagi diri kita sendiri. Hidup kita yang tadinya seperti lembaran-lembaran kertas penuh coret-moret kini bagai berganti dengan sebuah lembaran baru yang siap diisi dengan cinta. Inilah awal yang membuat kita bisa bebas mencintai dan dicintai dengan cinta yang sempurna.

Bukankah itu sungguh-sungguh luar biasa? Terlebih karena cinta-kasih yang sempurna itu ternyata menjamin untuk dapat mengatasi dan melenyapkan ketakutan kita (ay. 17-18). Artinya, kita seharusnya ga perlu takut lagi ngejalani hidup ini karena ketakutan kita yang terbesar—yaitu masuk neraka—sudah ga ada lagi and emang ga perlu takut lagi. Susah atau senang, tawa atau tangis, untung atau buntung, bencana atau berkat ga jadi masalah buat kita karena kita udah dapat yang kita perlukan yaitu keselamatan.

Kehidupan yang sekarang ini cuma sementara sedangkan kehidupan setelah mati nanti itu abadi/untuk selamanya. Jadi, susah di hidup yang sekarang ini juga sementara. Itu sebabnya kita ga perlu takut. Asal percaya Yesus, kita akan dapat hidup kekal hingga sesusah apapun atau sesakit apapun, bahkan kematian sekalipun seharusnya ga jadi masalah. Itu adalah realita yang ga bisa ditolak. Akan tetapi di dalam Yesus, kebahagiaan, ketenangan, dan damai sejahtera sejati pasti akan datang.
Luar biasa bukan? Luar biasa yang ini sungguh-sungguh bukan sebuah sugesti karena cinta yang sejati itu ada di dalam kita dan kita ada di dalamnya. Dan kebahagiaan kita adalah jika kita dapat menyatakan kasih yang kita terima itu kepada orang lain. Bukan demi kepuasan, kesenangan, atau keuntungan kita sendiri; tapi buat Tuhan. Kok bisa begitu? Kita akan menyaksikannya dalam fragmen berikut ini.

Narator --> "Adalah seorang tuan yang sangat kaya raya. Pada suatu hari, ia berkata kepada para pembantunya."

Tuan --> "Aku hendak bepergian jauh sebulan lamanya. Selama aku pergi, aku ingin menitipkan sesuatu yang berharga ini kepada kalian bertiga.

Orang I --> "Aku sangat bersyukur karena Tuan mempercayakan sesuatu yang berharga ini kepadaku. Aku akan mempergunakan dan mengelolanya agar Tuanku merasa puas dan senang ketika Ia pulang nanti."

Orang II --> "Meski bagianku lebih sedikit dari bagiannya (menunjuk orang I), namun aku sangat bangga mendapat kepercayaan untuk menjaga sesuatu yang berharga ini. Aku juga berjanji untuk menggunakan dan mengelolanya supaya Tuanku bahagia."

Orang III --> "Huh, apaan nih. Bagianku adalah yang paling sedikit dibanding mereka berdua. Tuan kok pilih kasih? Lebih baik barang yang berharga ini aku simpan untuk diriku sendiri saja. Awas ya kalo ada yang berani dekat-dekat atau berniat untuk mencurinya."

Secara bergantian orang I dan II membagikan barang berharga itu kepada orang yang membutuhkan (pilih dari antara audience), sedangkan orang III menyimpannya sendiri dan berekspresi penuh curiga karena takut ada yang mengambil bagiannya. Setelah mereka bertiga kembali ke barisan:

Narator --> "Hmmh, tiga orang dengan dua respon yang berbeda. Tapi tunggu dulu, lihat apa yang sedang terjadi!"

Orang I --> "Wah, indah sekali. Semakin kubagikan, semakin besar dan indah nyalanya."

Orang II --> "Benar sekali. Lihatlah, keindahannya sangat menentramkan hati!"

Orang III --> "Apaan ini? Punyaku malah semakin mengecil dan lama-lama semakin redup. Apa yang terjadi? Aku sudah menjaganya dengan baik. Tak kubiarkan ada seorang pun dapat merebutnya dari tanganku. Kalau Tuan datang aku akan segera mengembalikannya. Tapi, mengapa benda ini justru semakin redup dan suram nyalanya? Benda tak berguna! Bagaimana kalau Tuanku pulang nanti?"

Narator --> "Tak lama kemudian sang tuan itu pun pulang dan ketiga orang itu bersiap-siap menyambutnya."

Orang I --> "Tuan, lihat ini benda berharga yang Tuan percayakan padaku."

Tuan --> "Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang baik dan setia. Engkau telah setia dalam pekara kecil. Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Terimalah benda yang berharga itu menjadi bagianmu."

Orang II --> "Tuan, inilah jadinya benda berharga yang tuan percayakan kepadaku."

Tuan --> "Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang baik dan setia. Engkau telah setia dalam pekara kecil. Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Terimalah benda yang berharga itu menjadi bagianmu."

Orang III --> "Tuan, ini adalah bagianku. Meski tuan sudah pilih kasih, tapi saya tetap menjaganya dengan baik lho. Kalau benda ini sekarang menjadi redup dan pudar nyalanya, itu bukan kesalahan saya. Ini ambillah milik tuan."

Tuan --> "Hai kamu hamba yang jahat dan malas. Engkau tak pantas menerima barang yang berharga ini. Karena setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yg ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yg paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."

Sang Tuan menggambarkan Tuhan dan kitalah hamba-hamba-Nya, sedangkan sesuatu yang berharga itu adalah ”kasih.” Ay. 19 menyebutkan: ”Kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” Itu artinya, Tuhan yang telah terlebih dahulu berinisiatif untuk mengasihi kita. Dan secara tidak langsung, Ia telah mempercayakan kasih-Nya yang sempurna itu kepada kita yang tak sempurna.
Itu adalah sebuah awal yang baik untuk setiap orang yang telah menerima kasih-Nya. Sayangnya, penilaian Tuhan atas hidup kita bukan berdasarkan apa yang ada di awal, melainkan apa yang ada di akhir hidup kita. Oleh karena itu setelah menerima kasih itu dari Tuhan, tugas kita selanjutnya adalah mempergunakan dan mengelolanya dengan selalu hidup di dalam kasih itu. Ya, kita harus mengisi (to fill) hidup kita dengan kasih yang selalu menyala-nyala (Fire in Lasting Love). Gelora kasih yang kita terima itu seharusnya dibagikan kepada sesama kita manusia. Dengan demikian, kita ga perlu lagi terobsesi untuk cari-cari cinta sejati karena udah dapat Yesus, Sumber cinta sejati itu sendiri. Cinta sejati itu sudah ada dan jadi bagian kita. Dia ada di dalam kita dan kita ada di dalam-Nya. Sekarang yang kia pikirkan bukan lagi sekedar bagimana supaya orang lain mencintai kita, melainkan bagaimana kita bisa mencintai orang lain dengan kasih sejati seperti teladan-Nya. Ingat, semakin kita bagikan maka kasih itu akan semakin nyata indahnya karena orang lain juga dapat merasakannya.

Akan tetapi, celakalah yang menyimpan kasih itu untuk dirinya sendiri karena itulah tanda-tanda tidak adanya Yesus, Sang Sumber Kasih yang sejati di dalam hantinya; atau Ia mungkin sedang dipinggirkan di sudut hatinya yg tak kelihatan. Ini adalah penyakit rohani yang berbahaya yaitu sebuah Penyakit yang lebih mengedepankan diri sendiri, namun mengabaikan kasih. Gejala-gejalanya biasanya adalah sebagai berikut:

1.Sulit mengampuni atau sulit minta maaf.

2.Sombong dan suka merendahkan orang lain, merasa paling pintar dan paling benar.

3.Cuek dan hidup untuk diri sendiri alias ga peduli sekitar kita.

4.Menjauhkan diri dari persekutuan karena merasa bergaul dengan orang lain cuma menimbulkan konflik dan ga ada untungnya. Malas belajar mengasihi dan merasa aman kalau sendiri. Itu artinya ngerasa ga butuh orang lain untuk bertumbuh.

5.Mengasihi tapi pilih-pilih.

6.Mengasihi dengan pamrih.

7.Serakah dan ga seneng kalo orang lain seneng.

8.Sulit mengalah atau sebaliknya selalu mengalah karena ga peduli dengan kebaikan orang lain. Padahal, konflik atau marah itu kadang-kadang perlu demi kebaikan orang lain.

Kalau tanda-tanda itu ada di dalam diri kita, maka kita harus berhati-hati karena tak lama lagi kasih di dalam hati kita akan segera memudar dan lama-lama akan mati. Kalau udah begitu, sia-sia saja kita menyanyikan: ”I love You Jesus deep down in my heart atau ku mau cinta Yesus selamanya.” Bagaimana kita bisa mencintai Tuhan yang tak kelihatan oleh mata sedang sesama manusia yang kelihatan saja kita tidak bisa mengasihinya? Firman Tuhan menyebut orang yang demikian sebagai seorang pendusta (ay. 20-21). So, gimana caranya supaya kasih kita ga memudar dan lama-lama mati?
Mari kita tetap berada di dalam kasih (ay. 16b). ”Tetap” artinya “selalu” dan “ga pernah berubah.” Jadi, marilah kita melakukan segala sesuatu dengan kasih karena itu adalah karakter orang-orang yang sudah menerima kasih dan diselamatkan. Mengasihi hukumnya adalah wajib bukan sunnah (lih. 1Yoh 3:14). Kalau semua orang memiliki cara pandang demikian maka slogan everyday is valentine bukan lagi sekedar basa-basi.

1.Bapak-bapak atau para suami akan bekerja dengan semangat apapun itu profesinya karena kasih yang ada di dalam hatinya menginginkan agar keluarganya tetap terpelihara dengan baik dan bos di kantornya merasa bahagia menerima berkat Tuhan dari hasil pekerjaanya.

2.Ibu-ibu atau para istri akan bersemangat memasak, membuat kue, mengurus rumah-tangga, merawat anak-anak dan keluarganya. Tanpa keluhan dan tanpa kenal lelah karena kasih yang ada di dalam hatinya menginginkan agar keluarganya bahagia.

3.Para guru akan dengan sungguh-sungguh mengajar para murid dan para murid akan belajar sungguh-sungguh karena kasih yang ada di dalam hatinya menginginkan agar proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan baik demi kebaikan bersama.

4.Teman-teman di sini yang melayani: pemain musik, MC, singers, operator LCD, usher, sie dekorasi, pemain fragmen, para pengurus dan semua jemaat pemuda akan melakukan bagiannya/melayani dengan sebaik-baiknya karena kasih yang ada di dalam hatinya menginginkan agar orang lain diberkati dan nama Tuhan dimuliakan. Bukan karena ingin dibilang hebat atau supaya menarik simpati lawan jenis. Ketika melayani Tuhan dengan kasih maka simpati dari lawan jenis atau pujian dari orang lain adalah bonus dari Tuhan. Semuanya tulus murni buat Tuhan sehingga ga ada yang merasa telah melakukan lebih dibanding yang lain. Sebaliknya, selalu berusaha dan berlomba-lomba beri yang terbaik buat Tuhan.

5.Para penjual atau produsen ga perlu cari-cari cara untuk menipu pembeli dengan menaruh melamin dalam susu atau mencampurkan borax, zat-zat kimia, dan bahan-bahan pengganti yang murah tapi tidak aman dalam makanan atau kosmetik karena kasih yang ada di dalam hatinya menginginkan agar orang lain tidak celaka.

6. Kekasih yang baik akan saling menghormati dan saling menjaga kekudusan hidup dengan tidak bermain-main dengan dosa seksual dan perzinahan karena kasih yang ada di dalam hatinya tak pernah berniat mengambil keuntungan dari orang yang dicintainya.

7. Orang-orang yang sedang berkonflik akan dengan rendah hati saling mendahului minta maaf dan mengampuni karena kasih yang ada di dalam hatinya menuntut penyelesaian demi kebaikan bersama.

8.Bangsa-bangsa yang ada di dunia ini ga akan gampang menyatakan perang atau berusaha saling menjatuhkan karena kasih yang ada di dalam hatinya sangat mengimpi-impikan terciptanya harmoni dan kedamaian di dunia ini.

Pokoknya, Tuhan dan kasih-Nya harus makin bertambah, sedangkan ego dan kepentingan pribadi harus semakin berkurang. Alangkah indahnya hidup ini kalau semua itu bisa terjadi. Akan tetapi, faktanya sulit terjadi bukan? Mengubah dunia dan orang lain memang tidak mudah. Itu benar. Akan tetapi, kita dapat memulainya dari diri kita sendiri. Jikalau tiap-tiap orang tidak menunggu orang lain untuk duluan melakukannya, dan sebaliknya justru selalu berinisiatif untuk memulai dari dirinya sendiri maka perubahan ke arah yang lebih baik tidak lagi mustahil untuk terjadi. Mulai sekarang, mari kita mengingat CHAOS (CHrist is the Answer fOr Salvation) --> FILL (Fire in Lasting Love). Artinya, setelah menerima Kristus sebagai Jawaban atas keselamatan kita maka langkah selanjutnya adalah selalu mengisi hidup ini dengan kasih yang menyala-nyala.

24 jam tidak cukup untuk merayakan cinta.
24 karat tak cukup untuk menyatakan cinta.
Karena cinta terlalu dahsyat untuk dirayakan ataupun dinyatakan,
terlalu hebat untuk hanya dirasakan,
terlalu kuat untuk hanya dibahasakan.
Sesungguhnya, cinta diciptakan untuk dilakukan.
Salam cinta!

> Tq buat Ko Nicky yang telah memberikan kata-kata ini kepada saya di hari Valentine

A Memory of CHAOS (070209) dan FILL (140209). Selamat ulang tahun ke 16 kepada Youth Ministry GKKA Denpasar. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan!

Senin, 09 Februari 2009

Menjadi Kristen = Bau yang Menghidupkan atau Mematikan?


Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum bagi Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa (2Korintus 2:15).

Kamboja, Kenanga, Mawar, dan Sedap Malam adalah jenis-jenis bunga yang menyebarkan bau harum. Bunga-bunga tersebut tidak memiliki arti tertentu buat saya sampai tiga tahun terakhir ini. Satu peristiwa yang membuat bunga-bunga itu meninggalkan kesan yang dalam di hati saya adalah kematian Papa yang amat saya kasihi. Bunga-bunga yang harum itu mengiringi jasad fana Papa ke liang kubur yaitu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tragis memang. Bau harum bunga-bunga itu kini menjadi bau yang mengisyaratkan kematian bagi saya, atau pun bagi mereka yang memiliki pengalaman kehilangan orang yang dikasihi.

Sebagaimana keempat bunga itu, Injil Kristus adalah bau-bauan yang sangat harum bagi kita. Bau harum itu tidak terjadi begitu saja atau tiba-tiba turun dari langit. Bagai sebotol parfum kecil sari bunga yang membutuhkan kematian banyak bunga, demikian juga ada jasad Kristus yang harus melewati kematian agar Injil menjadi harum semerbak. Tubuh Kristus yang dihancurkan itulah yang mengalirkan wewangian abadi yang berdampak pada kehidupan manusia. Jadi, Injil Kristus adalah bau kematian sekaligus bau kehidupan. Reaksi kita terhadap Injil menentukan kehidupan dan kematian kita.

Hal tersebut mengingatkan saya akan 2Korintus 2:15 yang menyebutkan: Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristrus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. Firman Tuhan menyatakan bahwa bila kita pernah memutuskan untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita pribadi maka seharusnya kita menjadi penerima bau kehidupan itu. Sejak saat itu, secara otomatis kita menjadi pembawa bau harum Kristus (saksi) ke tengah-tengah dunia. Apa pun yang kita katakan, kerjakan, dan bahkan seluruh hidup kita akan membawa dampak pada orang yang percaya serta yang belum/tidak percaya.

Bila kita hidup sebagaimana Kristus hidup maka hidup kita akan menyegarkan jiwa yang dalam kegersangan, menguatkan iman yang sedang lemah, menyembuh hati yang terluka, dan menyalurkan berkat rohani yang menghidupkan. Sebaliknya, jika ada satu saja momen di mana kita tidak hidup berpadanan dengan injil, maka hidup kita dapat menjadi batu sandungan yang memancing reaksi negatif terhadap Injil Kristus. Apa yang orang lain lihat dari hidup kita dapat membuat mereka menerima atau menolak berita keselamatan sehingga hidup kita juga bisa menjadi penentu akhir hidup orang lain. Ya, hidup kita bisa menjadi bau-bauan yang menghidupkan dan juga yang mematikan.

Mungkin saat ini ada yang hendak berteriak kepada Tuhan bersama-sama dengan saya: “Tuhan, mengapa tanggung jawab hidup sebagai orang Kristen terasa begitu berat?” Melalui perenungan ini, Kristus seolah-olah datang mendekap kita dalam pelukan-Nya dan berkata: “Pandanglah Aku, anak-Ku. Cermatilah setiap luka yang nampak di tubuh dan dalam batin-Ku karenamu! Adakah semuanya itu sia-sia? Adakah semuanya itu tidak patut diperjuangkan?” Kalimat-kalimat yang terdengar lembut di hati itu bagai menyodorkan dua pilihan penting bagi kita sebagai orang Kristen. Mana yang akan kita pilih? Menjadi bau yang menghidupkan atau yang mematikan? Kiranya Tuhan menolong kita menentukan pilihan yang tepat.

Doa:
Bapa di sorga, terima kasih untuk Firman-Mu yang masih terus menggema dan menggetarkan hati kami dengan kisah kasih dan pengorbanan-Mu bagi manusia. Terima kasih karena Engkau telah mempercayakan kepada kami untuk membawa bau harum Injil Kristus ke tengah-tengah dunia ini. Tanggung jawab tersebut memang seringkali terasa sangat berat. Oleh karena itu, biarlah teladan-Mu selalu menguatkan kami untuk menentukan pilihan yang tepat yaitu menjadi bau harum yang menghidupkan dan bukan yang membinasakan.

Kecantikan Tubuh atau Transformasi Tubuh?


Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah (1Petrus 3:3-4).

Setiap orang percaya seharusnya memiliki tujuan untuk pada akhirnya dapat menjadi serupa dengan Kristus. Dallas Willard dalam Renovation of the Heart menyebutkan bahwa dalam proses keserupaan dengan Kristus tersebut, kita membutuhkan beberapa transformasi (perubahan). Salah satu dari tiga transformasi yang dianggapnya penting adalah transformasi tubuh. Transformasi jenis ini mulanya saya anggap sebagai sesuatu yang tidak terlalu signifikan. Akan tetapi, Willard memberikan sebuah pandangan yang lebih baik kepada saya. Transformasi tubuh bukan berarti saya harus berubah secara fisik menjadi lebih langsing, cantik, menarik, dan modis dengan berbagai produk kecantikan, fashion, serta gemerlap perhiasan yang menguras tabungan. Transformasi tubuh sesungguhnya lebih ke arah bagaimana seseorang memandang dirinya.

Sehubungan dengan itu, saya menyadari bahwa salah satu penghalang besar bagi saya untuk dapat melayani dan berelasi dengan orang lain adalah penerimaan terhadap tubuh saya. Sering kali saya melihat tubuh saya tidak proporsional sehingga cenderung suka membandingkan diri dengan orang lain dan terjerat untuk selalu tidak puas dengan bentuk tubuh yang saya miliki. Padahal, ada juga orang-orang yang merasa iri dengan hidung mancung, suara jernih, dan kesehatan prima yang saya miliki.

Oleh karena itu, saya belajar mulai memandang tubuh saya dengan benar. Tubuh yang selama ini saya anggap tidak proporsional adalah tubuh yang telah ditebus dan dikuduskan oleh Kristus. Itu adalah awal kecantikan kita sebagai manusia rohani. Firman Tuhan dalam 1Petrus 3:3-4 dengan tegas menyatakan bahwa perhiasan kita seharusnya bukanlah perhiasan lahiriah, melainkan perhiasan rohani yang penuh dengan kelemahlembutan dan damai sejahtera. Anjuran tersebut tidak hendak menyatakan bahwa wanita Kristen itu dilarang berdandan atau memakai perhiasan. Firman Tuhan justru menyatakan bahwa kita hendaknya lebih memilih menjadi cantik secara rohani daripada cantik secara fisik. Bukankah Yesus sendiri juga dianggap tidak elok secara fisik? Namun secara rohani, Yesus adalah best of the best (terbaik dari yang terbaik atau yang sempurna).

Dari sana kita belajar agar tidak terobsesi memuaskan keinginan tubuh dan terdorong untuk kelihatan lebih baik di mata orang lain secara fisik, karena semua itu dapat membuat kita kehilangan pengendalian diri sehingga menjauh dari Tuhan. Pengendalian diri jelas tidak mudah karena kita cenderung menginginkan kenikmatan di masa hidup yang singkat ini. Pada saat seperti inilah kita harus sadar bahwa tubuh ini bukan milik kita lagi sejak ditebus dengan darah Kristus. Dengan demikian, kita tidak akan berambisi untuk memperindah tubuh secara jasmani melainkan menyerahkan hak tubuh kita kepada Allah untuk diperindah secara rohani.

Transformasi tubuh akan sangat efektif bagi para wanita untuk dapat melanggengkan relasi pernikahannya. Bagi para istri, kecantikan bukanlah menguras isi kantong suaminya, melainkan memancarkan kasih dan ketundukan. Bagi yang belum menikah, transformasi ini akan membantu untuk lebih bersemangat menjalani hidup dengan melayani Tuhan yang telah memberikan perhiasan rohani. Dengan demikian, para wanita lajang tidak akan mati-matian terobsesi untuk mendapatkan Romeo idaman hati yang entah sedang ada di mana dan selalu terbenam dalam mimpi-mimpi pernikahan. Menikah adalah sesuatu yang harus diraih jika Tuhan anugerahkan kepada kita dan tidak menikah adalah sebuah kesempatan membaktikan hidup kepada Sang Mempelai Surgawi. Jadi para wanita (atau juga para pria), pilih kecantikan tubuh atau transformasi tubuh? Kecantikan jasmani atau rohani? Selamat memilih yang benar!

Hai Para Lajang, Hiduplah Seperti yang Telah Ditentukan Tuhan


Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. ... Saudara-saudara, hendaklah tiap-tiap orang tinggal di hadapan Allah dalam keadaan seperti pada waktu ia dipanggil (1Korintus 7:17, 24).

Melajang bukanlah pilihan hidup bagi sebagian besar orang sehingga ada ketakutan/kekuatiran terhadap suatu jalan hidup yang dinamai “jomblo.” Tidak heran jika dunia ini sering disebut sebagai dunianya para pasangan. Titik kebahagiaan yang dianggap maksimal dan utama ketika hidup di dunia adalah menikmati pernikahan. Akibatnya, status jomblo—khususnya diusia tertentu—seringkali dikenai konotasi negatif yang identik dengan aib atau abnormal. Orang bisa dengan mudah menyatakan rasa kasihan dan mungkin juga perhatian terhadap status jomblo yang disandang oleh seseorang. Mulai dari desakan untuk segera menikah, sindiran-sindiran yang mempertegas betapa tidak enaknya menjadi lajang dan betapa luar biasanya kehidupan pernikahan, atau celetuk-celetuk ringan perjodohan yang tidak serius dan asal-asalan.

Sadar atau tidak, semua itu dapat menjadi sebuah tekanan berat yang memojokkan para lajang. Tekanan ini tidak hanya dirasakan oleh para lajang di rumah, di kantor, dan di lingkungan pergaulannya saja; melainkan juga di gereja. Gereja sangat tidak siap untuk menjangkau dan melayani mereka. Sebagai contoh, Chuck Holmes dalam Singles Ministry in the City – Then and Now menyebutkan bahwa gereja masih belum yakin dengan program-program untuk kaum lajang sehingga hanya bersedia menampung mereka sebagai bagian dari pelayanan pemuda dan sangat jarang sekali ada yang mau memikirkan program-program yang menekankan pertumbuhan para lajang secara utuh dan spesifik. Yang paling menyedihkan, kebutuhan dan kemampuan mereka untuk melayani juga seringkali diabaikan/dipandang rendah. Lebih jauh lagi, Pdt. Eka Darmaputera dalam Iklan bagi Anak Hilang mengamati bahwa meskipun tidak kurang dari sepertiga anggota masyarakat dan anggota gereja kita terdiri dari para single, namun perhatian orang kerap kali tertuju kepada mereka yang menikah. Cepat atau lambat, para lajang akan meninggalkan gereja karena alasan-alasan tersebut. Memang berat untuk dikatakan namun nyata bahwa gereja juga berperan dalam kegagalan seorang lajang untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Sungguh ironis dan menyedihkan.

Satu pertanyaan penting yang selalu berkecamuk dalam diri saya adalah bagaimana memutus tradisi ini? Hukuman tidak langsung dari komunita kepada para lajang sangat sulit untuk dikikis habis karena dosa telah mencemari konsep rancangan Allah mula-mula mengenai pernikahan. Kini dunia tidak lagi melihat pernikahan untuk kebaikan manusia dan untuk kemuliaan Allah, melainkan untuk kenikmatan dan kepuasan pribadi. Oleh karena itu, perjuangan ini harus dimulai dari para lajang itu sendiri. Paulus mengingatkan untuk tetap hidup seperti yang ditentukan Tuhan baginya dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Hal ini tidak berarti para lajang harus tetap melajang. Para lajang justru harus menangkap esensi utama pada waktu ia dipanggil sebagai orang percaya. Seorang lajang adalah manusia sempurna yang berharga karena telah menjadi milik Allah (ay. 21-23). Sebagai milik Allah yang diciptakan untuk memuliakan Allah, ia harus menjadi yang terbaik bagi Allah di dalam penantiannya. Jadi, kepuasan Sang Khalik adalah hal yang utama dan terutama apapun status kita. Dengan demikian, menikmati pernikahan juga harus dipandang sebagai sarana untuk menikmati Allah dan bukan untuk kepuasan sendiri.

Jomblo = 100% bebas... walau status masih bebas, namun tak pernah merasa tak sempurna. Sebaliknya, kebebasan itu harus digunakan sebebas-bebasnya untuk melakukan kebaikan agar orang lain melihat kebaikan Sang Pencipta. Mari, ambil kesempatan bebas ini untuk mempersiapkan dan mematangkan diri menjadi yang terbaik di dalam keadaan apapun, yang tak mungkin lagi dilakukan ketika sedang tidak bebas. Don't worry, be happy, and enjoy aja!

FILL (Fire in Lasting Love): Sebuah Kenangan akan CHAOS (CHrist is the Answer fOr Salvation) 070209

Tak pernah kutahu sebelumnya
Bahwa hidup ini bisa terasa begitu indah
Sejak kutemukan Yesus
Yang menjadi satu-satunya Jawaban
Kala kucari cinta sejati

Kehidupan kini bukan lagi bayangan
Yang berjalan sambil mengeluhkan waktunya
Karena kupasti dapat nikmati
Tiap tetesan air mata ataupun goresan bahagia
Hingga kubebas mencintai dan dicintai

Wahai sobat mudaku,
Hidup bersama Dia bagai membuka sebuah lembaran baru
Yang harus selalu diisi dengan kobaran kasih abadi
Agar kita makin indah di hadapan-Nya