Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Jumat, 01 Januari 2010

Give Me A Life To Love: Nilai Sebuah Visi (New Year Reflection – Sebuah Tulisan Tanpa Keindahan)



Wise words—especially from the BIBLE—emang makyossh en ngejlebh. Yang ngerasa udah tahu pun tetep ketusuk abis (khususnya berlaku buat gue, ding). Gue dapetin hujaman pedang bermata banyak ini pas natal alumni SAAT wilayah Bandung dan sekitarnya, 14 Desember 2009. Kotbah Pak Rektor SAAT waktu itu ngejlebh pisan. Tapi, yang paling ngejlebh itu adalah perkataan seorang hamba Tuhan senior sama seorang yuniornya yang baru masuk pelayanan setahun. Mengenangnya, hati gue menangis pedih tertusuk sembilu kebenaran. Cieeee, puitis. Sebenernya ini cuma buat mencegah air mata ngeleleh terus di pipi.

Dia cowo yang pinter en so pasti lumayan nonjol di kampus. Denger-denger banyak gereja yg mo ngelamar dia (I mean jadi pengerja). Gue semeja sama dia, Papa + Mamanya pula. Pasti kedua ortunya bangga karena anaknya nerusin jejak mereka jadi orang yang ngelayanin Tuhan. Wong para dosen en gue sendiri--sebagai kakak tingkatnya--juga ikutan bangga (serius deh).

Tiba-tiba nongol seorang senior yang udah jadi pembicara terkenal namun tetep hangat en ramah. Dengan wajah berbinar, ia menjabat tangan yunior-yuniornya yang masih ileran dan pendek jam terbangnya di dunia persilatan. Tak lupa ia bercakap-cakap pula dengan Papa + Mama yang lagi ngerasa bangga sama anak cowonya itu. However, obrolan itu gue anggap serius tapi santai, santai tapi serius.

Senior itu bilang, “Eh, kami mau undang dia buat pelayanan di gereja kami. Tapi, kayanya kami harus ngantri panjang di belakang deh. Kan ada gereja ini, itu, itu, dan yang ono, yang duitnya gedhe. Listen to me, young man. We can't offer you big money. But, we have a VISION.” Ngedenger statementnya, gue ngebayangin respons anak muda berkarunia itu. Apa yang bakal dikatakannya yah? Maybe he’ll say, “Huh, zaman sekarang orang ga makan visi!” Atau mungkin dengan idealismenya he’ll say, “Wow, it’s an honor to me.” Wuaaaaaaa, cuma khayalan! Oke-oke, lupain aja khayalan tentang responsnya. Gue ga ada hak buat menghakimi atau menebak. It’s so subjective, isn't it?.

Now, this is what I want to tell you. As I said, kalimat-kalimat itu ngejlebh banget, Guys. Gue jadi kebayang lagi skripsi gue yang pastinya biasa-biasa aja itu. Walo biasa-biasa aja, tapi teteup berbicara pada gue secara pribadi. Ya ampyun, narasi kitab Markus yang gue tulis itu seolah-olah jadi layar tancap yang nunjukin adegan-adegan kehidupan TUHAN YESUS, yang selalu disetir oleh visi.

Pribadi yang hidup disetir oleh visi itu selalu menakutkan. But, pay attention carefuly. Menakutkan artinya ga sama dengan sebuah perasaan yang muncul karena ngeliat penampakan si Kunti atau Sadako dengan rambut panjangnya yg nutupin muka. Hiiiiiiii! Nope at all lah. Menakutkan itu lebih mengandung unsur kagum karena begitu ekstrim sampai gue harus acungin 4 jempol (kalo perlu lebih dari itu, tapi pinjem punya orang). Sampai-sampai gue terus-terusan ngerasa salut karena bakal susah meneladaninya.

Okay deh, let me tell you (meskipun elo semua mungkin udah pada tahu). Visi-Nya adalah sorga buat manusia dan alasannya adalah KETAATAN + KESETIAAN yang bermuara dari KASIH BAPA-NYA. Waaaak, merinding gue (sorry kalo sepertinya lebay, tapi emang gitu sih yang gue rasa). Gimana ga merinding? Semua orang bakal bilang, "Itu benar dan berat." All you guys setuju kan kalo setiap orang percaya kudu meneladani TUHAN kita? Nih, buktiin sendiri betapa benar dan beratnya.

1. Bersedia kehilangan waktu buat diri sendiri. So, kudu selalu siap ga bisa bo-ci (bobo ciang itu penting buat gue loh kalo ga mo pusing sepanjang hari), ga bisa liburan, ga bisa menuntut hak-hak pribadi.

2. Bersedia kehilangan tenaga buat orang lain, tanpa ngomel atau ngeluh (asli). Mati dah, cewe kaya gue kan tukang ngeluh. Upz, sori yah kaum kuwh kalo gue menyatakan kebenaran ini.

3. Bersedia disakiti, difitnah, dihina, dibenci, disiksa, dibunuh sama orang yang disayang dan dibela-belain sampai mati. Haissss, ngelakuin ga semudah nulisnya loh.

4. Bersedia kehilangan segalanya termasuk nyawa sendiri. Mati supaya orang lain hidup. Luka supaya orang lain sembuh. Miskin supaya orang lain kaya. Hiiiiii, asli gue merinding pisan.

5. Bersedia ga dikenal orang, ga dapet apa-apa dari semua jasa kita plus disalah mengerti en dijauhin orang. Wong hidup sebagai jongos ato istilahnya Pdt. Paulus Kurnia itu Cung-Lik (kacung cilik--udah kacung, cilik pula). Pokok'e feel satisfy in God alone, for God alone.

6. Menangis atau ketawa, marah atau ramah, hidup atau mati demi cinta sama Bapa-Nya, sama sesama-Nya. Lagunya Dellon--Semua Karena Cinta--kurang-lebih gambarin apa yang Ia lakuin buat kita.

7. Punya power tapi ga mo maksain kehendak sama orang lain. Orang berubah tanpa ngerasa diperintah. Aaaah, luarrrrr biasah!

8. Marah dan mendisiplin dengan hikmat. Ga pernah ngerasa diri paling bener, tapi selalu ngerasa firman Tuhan yang selalu bener. Jadi ga ada ego dalam marahnya. Ia bertindak tepat waktu (pada waktu Bapa-Nya), tepat sasaran, tepat guna.

9. Mengajar dengan penuh kuasa. Bukan sekedar karena Ia pinter bikin mukjizat yang ngalahin aksi Houdini, David Copperfield, Dedi Corbusier, atau personil-personil The Master yang laen. Ia penuh kuasa karena konsisten berbicara, bertindak, berpikir, dan berperasaan... tepat seperti apa yang diajarin sama orang laen. Kebenaran-Nya mutlak, telak, menempelak yang ga bener akibat dosa.

10. What else? Banyak deh. Rela berpisah dari tempat bergantung-Nya, yaitu kenyamanan-Nya. Istilah yg gue dapet dari khotbah ibadah ucap syukur tahun baru (1 Januari 2010) oleh Pdt. Henry Efferin pas buat gambarin itu… SELFLESS lawannya SELFISH.

Oh, no! Jangan dipikir gue bisa nge-list artinya bisa lakuin semua. Selama ini banyak yang ga bisa gue lakuin dalam hidup yang singkat ini. Ga tahu berapa lama lagi gue bakal hidup menatap dunia, menarik dan menghembus nafas, bergerak meregang otot, dan belajar mencintai. Justru karena itu gue ngerasa sangat menyedihkan sekali. Koq gue berani-beraninya yah ngelist semua itu sebagai hal-hal yang harus gue teladanin? It's not that simple to expose those things to public. It's hurt karena gue jadi tiada henti menginstropeksi diri.

Menyedihkan, you know, saat gue bertanya pada diri sendiri apa yang selama ini buat gue menangis. Apakah karena gue jauh dari keluarga? Apakah karena ngalamin kehilangan-kehilangan yang pedih (papa gue misalnya)? Apakah karena mengasihani diri yang penuh kelemahan ini? Karena dicuekin sekitar? Karena nemuin kesenjangan antara fakta dan idealisme? Atau, karena ada anak-anak SMP di area pelayanan gue yang belum ngerasain jamahan TUHAN atas hidupnya?

Menyedihkan saat gue mendaftar apa sih yang selama ini bikin gue marah. Apakah karena hak-hak gue dirambah dan hidup gue ditindas oleh status cung-lik ini? Apakah karena ada anak-anak SMP di area pelayanan gue yang bikin gue kesel (sama sekali ga benci orangnya, tapi benci perbuatannya)? Karena lelah diperlakukan beda? Karena ngerasa TUHAN, Sang Tuan Penyayang, ga segera penuhin permintaan-permintaan doa gue? Apa karena obsesi-obsesi dan mimpi-mimpi pribadi gue tertahan di awan dan bakalan ga pernah terwujud hingga semangat gue maju-mundur seperti laju ombak di tepi pantai? Atau, gue marah karena masih ada dosa-dosa dalam diri gue yang menghalangi gue dan orang lain untuk bertumbuh? Marah yang ngedorong buat ngusir si selfish dalam ego gue. Waaaaaaak…

Menyedihkan saat mengenang apa yang bisa bikin gue semangat ngabisin waktu dan tersenyum manis. Apakah karena bisa jalan ke pantai en memandang laut yang gue suka all alone, without being disturbed (maklum introvert)? Apakah karena dapet berkat yang berlimpah sampai susah ngitungnya? Karena dapet perhatian dari sekeliling gue dan dapet yang terbaik dari orang-orang yang gue sayang? Karena bisa nyenengin orang lain dan jadi hero buat mereka? Apakah karena sedang berhadapan dengan apa-apa yang gue suka? Atau, karena Tuan Penyayang udah buka pintu pelayanan dan nungguin gue buat setia ngelakuinnya? Ada semangat berapi-api karena rindu orang lain mengamini dan mengimani Yohanes 3:16. Ada kepuasan bahwa apa yang gue punya dalam TUHAN itu lebih dari cukup karena hanya itu yang gue perlu.

Hmmh, that's all, Folks. That's what I want to share. Gue ga bisa nulis lagi kelanjutannya. Takut nambah beban lagi. Let me do it step by step, okay? But, I'll end this with a prayer. Lord, I surely don’t know my own future. When exactly the time I’ll close my eyes—resting my exhausted body forever. I don't know when exactly I’ll end my waiting on Your second coming. That's why I wish that in every breath I take, in every step I make... You'll give me a life to love in selfless way, not selfish one.

BE THOU MY VISION

Be Thou my Vision, O Lord of my heart;
Naught be all else to me, save that Thou art.
Thou my best Thought, by day or by night,
Waking or sleeping, Thy presence my light.

Be Thou my Wisdom, and Thou my true Word;
I ever with Thee and Thou with me, Lord;
Thou my great Father, I Thy true son;
Thou in me dwelling, and I with Thee one.

Be Thou my battle Shield, Sword for the fight;
Be Thou my Dignity, Thou my Delight;
Thou my soul’s Shelter, Thou my high Tower:
Raise Thou me heavenward, O Power of my power.

Riches I heed not, nor man’s empty praise,
Thou mine Inheritance, now and always:
Thou and Thou only, first in my heart,
High King of Heaven, my Treasure Thou art.

High King of Heaven, my victory won,
May I reach Heaven’s joys, O bright Heaven’s Sun!
Heart of my own heart, whatever befall,
Still be my Vision, O Ruler of all.