Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Sabtu, 29 Mei 2010

KEGIGIHAN (Roma 8:28)


Ada sebuah kisah inspiratif dari seorang pemuda bernama Terry Fox. Pernah kenal nama ini? Sejujurnya, sebelum ini saya juga tidak mengenal siapa dia. Namun, tanpa sengaja saya pernah melihatnya di sebuah blog dalam wujud sebuah patung memorial yang di letakkan di beberapa tempat di Kanada seperti di Beacon Hill Park Victoria, di Ottawa; di Thunder Bay yaitu di atas Trans Canada Highway; dan di Kampus Universitas Simon Fraser.

Bukankah biasanya hanya pahlawan atau orang penting yang akan dibuat patung memorialnya? Lalu siapakah Terry Fox ini sehingga patungnya di letakkan di beberapa tempat publik Kanada? Sebenarnya, tidak ada yang istimewa dari pria muda yang bernama lengkap Terrance Stanley Fox ini. Ia bukan seorang artis, bukan pengusaha, bukan politikus, dan bukan pula pejabat penting suatu negara. Ia hanyalah seorang mahasiswa kelahiran Winnipeg, Manitoba-Kanada, 28 Juli 1958, yang terpaksa mengubur cita-citanya karena menderita kanker tulang. Ya, kaki kanan Terry harus diamputasi sekitar enam inci (-/+ 15 cm) di atas lutut. Dalam kepedihannya, ia menyadari betapa dukungan masyarakat umum untuk penelitian kanker masih kurang. Dari perenungan itulah, Terry mendapatkan ide untuk melakukan aktivitas maraton yang disebutnya maraton pengharapan (marathon of hope) yang akan melintasi Kanada sejauh 5,000 mil (8000 km).

Keinginannya sempat ditentang banyak orang, termasuk ibunya, Betty Fox. Mungkin mereka berpikir, ”apa sih yang bisa dibuat oleh seorang pesakitan berkaki satu?” Ya, ia memang tidak punya kaki kanan. Namun, ia tidak meratapi dan mencari-cari kaki kanannya itu. Sebaliknya, ia memakai kaki kirinya--yang tersisa--dan dibantu dengan kaki palsu untuk memulai sebuah kebaikan. Terry tetap mewujudkan keinginannya sehingga Marathon of Hope pun dimulai pada 12 April 1980 dari St. John, Newfoundland. Terry Fox berlari tertatih-tatih melintasi jalan-jalan di Kanada dan perjuangannya ini pun menarik perhatian publik.

Akan tetapi ketika telah mencapai 5,373 km, yaitu mencapai Thunder Bay, Ontario; Terry tiba-tiba merasakan kesakitan yang amat sangat di dadanya. Ia lalu dilarikan ke rumah sakit. Ternyata, kanker sudah menyerang paru-parunya. Pada 28 Juni 1981, ia pun menghembuskan nafas terakhir di usia 22 tahun. Walaupun telah tiada, namun kegigihan, semangat, dan keberanian Terry akan selalu dikenang, dijadikan teladan bagi kaum muda dan bangsa Kanada. Untuk mengenang Terry, dibentuklah yayasan Terry Fox yang bergerak mengumpulkan dana guna menggalakkan penelitian kanker. Ini adalah sebuah bukti yang menunjukkan bahwa kegigihan mampu mengalahkan keterbatasan dan hambatan.

Semangat dan kegigihan yang sama seharusnya juga ada pada diri setiap orang percaya. Tidak boleh ada kata ”menyerah” dalam kamus hidup orang percaya karena selalu ada pengharapan baginya didalam Allah. Yess, Allah bukanlah Tuhan yang tidak bertanggung jawab, sebab Ia bukan Allah yang menciptakan manusia lalu begitu saja membiarkannya hidup sendirian, menumpang di dunia yang rusak karena dosa. Di dalam keagungan dan kemuliaan-Nya yang sangat jauh berbeda dengan manusia, Ia juga adalah Tuhan yang begitu dekat dengan ciptaan-Nya. Ini adalah sebuah pengajaran mendasar yang dipahami oleh Paulus dan yang kemudian ia ajarkan kepada jemaat di Roma. Ia berkata dalam Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Firman Tuhan tersebut dengan jelas mengatakan bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu. Pernyataan “turut bekerja” dalam bahasa aslinya dapat diartikan sebagai teman kerja, kerja bersama, atau bisa berarti menolong. Sungguh indah sekali bukan mengetahui bahwa ternyata Allah memelihara segala sesuatu sehingga semuanya berjalan sesuai kehendak-Nya. Dengan kata lain, segala sesuatu berasal dari Allah, dikerjakan oleh Allah dan diperuntukkan untuk kemuliaan-Nya sendiri (Roma 11:36). Dengan demikian, masih adakah alasan untuk menyerah karena berbagai keterbatasan kita? Saya jadi ingat salah satu lagu Dmassive yang sedang populer saat ini, judulnya Jangan Menyerah. Dalam liriknya kira-kira disebutkan bahwa tak ada manusia yang terlahir sempurna dan terbebas dari yang namanya masalah.

Benar sekali, apapun kondisi keberadaan kita saat ini seperti sehat atau sakit, kaya atau miskin, sukses atau gagal, punya tubuh yang lengkap atau cacat... selalu ada sebuah realitas yang dinamakan keterbatasan; walau mungkin dalam derajad dan waktu realisasi yang berbeda. Keterbatasan akan selalu ada karena kita ini bukan Tuhan. Kita tidak kekal dan maha segalanya. Kenyataan ini tidak akan pernah bisa dihindari ataupun ditolak. Bukankah Musa yang adalah anak asuh Putri Firaun pernah menjadi seorang buron? Bukankah Daud yang adalah Raja termasyur pernah mengalami berbagai kesusahan berat? Bukankah Ayub yang sukses jasmani-rohani pernah kehilangan segala sesuatu yang dimilikinya? Bukankah di akhir hayatnya Simson yang kuat pernah ditipu dan dipermainkan oleh para musuhnya? Dan bahkan Yesus sendiri yang adalah Allah pernah mati di kayu salib.

Oleh karena itu, keterbatasan tidak bisa menjadi alasan bagi kita untuk menyerah kalah. Apalagi kita bukan sedang mengarahkan kemudi hidup ini sendirian; melainkan ada Allah yang menolong, menyertai, dan bahkan memegang kendali sepenuhnya. Dengan demikian, menyerah sama dengan memandang rendah Allah dan rencana-Nya, sehingga pilihan yang tepat seharusnya adalah mensyukuri hidup kita apapun adanya, menjalaninya dengan maksimal, dan tetap percaya bahwa Allah selalu turut bekerja dalam segala sesuatu. Inilah yang akan membuat kita menjadi pribadi yang gigih atau pantang menyerah.

Yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana jika realitas interfensi Allah yang seharusnya indah itu ternyata justru nampak sebaliknya? Adakah yang menganggap bencana, kematian, kerugian, kegagalan, kehilangan, dan berbagai penderitaan lain sebagai suatu berkat? Normalnya, setiap orang akan memandangnya sebagai hambatan bukan?

Akan tetapi tunggu dulu! Paulus tidak hanya berhenti sampai pada frasa yang telah kita bahas tadi. Ia menyebutkan bahwa, Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk (mendatangkan) kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Kata segala sesuatu di sana tentu saja mencakup apa saja yang dipandang tidak menyenangkan, yang sulit dan yang pahit. Artinya, di dalam segala sesuatu yang dipandang negatif itu sesungguhnya ada maksud baik, yang sering kali tidak mudah untuk dimengerti ataupun dipahami. Namun, inilah janji yang berasal dari Allah yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Sebuah janji yang penuh dengan pengharapan dan yang sebenarnya dapat memperingan langkah hidup kita.

Berkaitan dengan itu, saya ingin menyaksikan pergumulan saya pribadi. Namun sebelumnya saya ingin bertanya, kira-kira apa yang ditakutkan atau dikuatirkan oleh seorang pembicara atau pengkhotbah di hadapan audience-nya? Ketakutan terbesar biasanya berkaitan dengan opini publik. Inilah yang terjadi pada saya ketika menjadi pembicara dalam sebuah acara, di mana setelah acara itu selesai kemudian dibagikan lembar evaluasi pelayanan yang sudah dijalani.

Waktu itu, saya diberi tugas untuk menyampaikan sebuah topik yang berkaitan dengan sejarah misi baik di dunia maupun di Indonesia. Saya ulangi, topiknya adalah sejarah. Sejarah biasanya identik dengan kata membosankan bukan? Makanya, saya berusaha sebaik-baiknya untuk menguasai materi, membawakan dengan penuh semangat, bahkan sampai dibela-belain pakai baju cerah supaya audience tidak bosan dan mengantuk. Akan tetapi toh, tetap saja banyak yang menguap dan merasa bosan. Saya saksikan bahwa rasanya ga enak sekali ketika melihat ada yang menguap atau tertidur sementara kita berbicara di depan. Saya sempat merasa kecewa dan berkata pada diri saya sendiri, ”Ve, kayanya kamu ga cocok jadi pembicara atau pengkhotbah. Kamu udah gagal total. Mending kamu jadi penulis atau orang yang bekerja di balik layar saja. Kamu kelihatannya bukan tipe seorang speaker deh.”

Jika saat ini anda juga sedang mengalami hal yang sama dengan saya, maka firman Tuhan ini mengingatkan bahwa di dalam kegagalan pun ada kebaikan asal kita tidak berfokus pada kegagalan itu. Sebaliknya, kita harus berfokus pada kebaikan yang sudah, sedang, dan akan Allah rancangkan bagi kita yang mengasihi Dia. Saya pribadi terus-menerus diingatkan oleh ayat ini bahwa kegagalan ternyata bukanlah akhir dari segalanya. Kegagalan dapat menjadikan atau membentuk saudara dan saya menjadi seorang expert di dalam sebuah proses tentunya. Ya, proses jangka panjang yang abadi itu terlalu indah dan berharga untuk dilewatkan hanya gara-gara kegagalan sementara. Itu artinya, selama masih hidup kita harus terus berjuang. Akan selalu ada harapan bagi kita karena Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita.

Akan tetapi, firman ini tidak bermaksud untuk membuat kita menjadi keras kepala sehingga melupakan atau mengabaikan keterbatasan kita, lalu menjadi orang yang sombong. Penekanannya tetap pada kehendak Allah yang sempurna itu sendiri. Jika Allah menghendakinya maka perjuangan kita akan berhasil dengan pertolongan-Nya. Dan jika merasa bingung bagaimana bisa mengetahui kapan harus terus berjuang dan kapan harus berserah kepada Allah--bukan menyerah--mari panjatkan sebuah doa yang disebut sebagai The Serenity Prayer atau Doa Kedamaian Hati,

God, grant me the serenity
To accept the things I can not change,
The courage to change the things I can,
And the wisdom to know the difference

Ya Tuhan, berikanlah aku kedamaian hati
Untuk menerima keadaan apapun
yang tak mungkin kuubah,
keberanian untuk mengubah apapun yang dapat kuubah,
serta karuniakanlah hikmat untuk membedakan keduanya. Amin

Jumat, 28 Mei 2010

Aku Berdoa Bagimu... Seandainya?


Putri Gunung, menjelang rembang senja...
Tiada terduga kembali kuteringat dirimu, wahai sobat-sobat mudaku
Bahwa satu tahun dua bulan sudah...
Namun belum dan tak kan pernah cukup apa yang telah kubuat demi cinta
Bahkan sempat kutergoda sejenak ’tuk meletakkan satu mimpi tentangmu

Namun, puji-puja hanya bagi DIA...
Saat ini api itu kembali bergelora
Mendorong, merong-rong ‘tuk lebih tergila-gila mencintai dan menangisi
Sambil bertanya sampai tapal batas mana kuletakkan engkau di hati

Dengan sadar bersama sang HAMBA kucurahkan rasa dan air mata
Seandainya... kau buka mulut dan bernyanyi
Berbunga-bunga hati bersama alunan melodi
Seandainya... kau menerima-NYA dan berubah
Meledak-ledak sukma dalam suka
Seandainya... kau buka celah bagiku dan dirimu sendiri tuk mengenal dan memahami yang kau rasa
Puaslah jiwa dibuai-buai cinta
Seandainya... kau tebar seuntai senyum bersahabat
Bergetar, berkobar api semangat

Egoiskah cintaku?
Mengganggukah mimpiku?
Salahkah harapku?
Sia-siakah tangisku?

Tanya demi tanya tak bergema lama
IA telah bersuara melalui sang HAMBA
Membawa jawaban, mengalirkan peneguhan
”Ku tahu sekarang bahwa DIA turut bekerja tuk bawa kebaikan.”

Terima kasih untuk satu lagi transformasi
Terima kasih untuk satu sisipan security
Kan kubawa pulang...
Kubungkus dengan harap
Kubawa serta dalam doa
Kupelihara lewat visi
Bahwa seandainya... cita-cinta bagai tak terbalas, tak tergapai
Ku tetap kokoh dan melaju tiada ragu

Mengenang Haggai Institute (28 Mei 2010), Are Seminar
Bible Mandate by Marojahan Sijabat

Selasa, 25 Mei 2010

TREAT YOUR SELF, TRAIN YOUR EGO = HIDUP BERKELIMPAHAN (Selayang pandang kehidupan bersama TUHAN)



Film yang bercerita tentang si Raksasa Hijau (ogre) bernama Shrek emang selalu memikat. Selain pull dengan adegan-adegan lucu dan menyegarkan, film Shrek juga nawarin tema-tema penuh makna. Makanya, film terakhir yang judulnya Forever After ini ga bakalan gue lewatin dah.

Alkisah, Shrek dan Putri Fiona akhirnya bagaikan dianugerahi live happily ever after. Mereka punya tiga anak yang cutez abiz. Shrek ga lagi jadi raksasa ijo yang ditakutin orang, melainkan dikelilingin para sohib yang menceriakan hari-harinya (Si Donkey + istri naga + 2 anaknya, Si Puss in The Boot, dll). Sayangnya, kehidupan yang perfect itu ga long lasting. Shrek ngalamin kejenuhan akibat rutinitas yang bergulir-mengalir tiada akhir… bangun, urus anak, bantu istri, party with his palls, tidur, bangun lagi dan berputar gitu terus. Hidup yang tadinya fun berubah jadi ga asyik lagi gara-gara ada tambahan kata “ever after.” Rutinitas yang ever after emang nampak bikin dia kehilangan privasi. Gara-gara itu, dia jadi kangen kehidupan lamanya yang tenang tanpa gangguan. Itulah yang kemudian ngedorong dia terikat kontrak sihir sama si cilik nan licik, Rumpelstiltskin, yang hidupnya kacau beliau gara-gara kepahlawanan Shrek. It’s too bad karena dia rela tukar salah satu hari di masa kecilnya hanya demi dapetin sehari menjadi Shrek yang lama. Saking mupeng-nya, dia jadi ceroboh dan biarin Rumpelstiltskin pilih sendiri semaunya. Coba tebak, Rumpelstiltskin pilih hari yang mana? Hari kelahiran Shrek. Ck, ck, ck (geleng kepala)… licikkkkk.

Ngeri deh, sebab momen dimana dia nikmatin sehari jadi Shrek yang lama itu justru akan jadi akhir keberadaannya. Yuuupz, sejarah pun berbelok. Hari kelahiran Shrek dihapus maka ga ada Shrek. Ga ada Shrek maka ga ada hero yang cium Fiona. Ga ada hero yang cium Fiona maka ga ada yang halangin ikatan kontrak sihir antara Papa Fiona dengan Rumpelstiltskin. Istana milik Papa Fiona pun bener-bener dikuasai Rumpelstiltskin dan para penyihir jahat lainnya. Fiona yang dilukai oleh harapan tak terkabulkan memilih berjuang sendiri… menjadi tangguh sekaligus mematikan perasaan cinta. No marriage, no kids, no life for Shrek. Saat itulah dia ngerasain betapa berharga hidup yang pernah dicapainya bersama Fiona, tiga anaknya, dan all sohib. Dia sungguh-sungguh ngerasa bego udah tukar hidup barunya dengan sehari jadi Shrek yang lama, yang dijauhin orang, yang sendirian. Bener-bener ga sebanding bukan? Terngiang jelas ucapan Fiona, “Kamu punya istri yang mencintaimu dan anak-anak yang manis. Kenapa hanya kamu yang ga menyadari itu?”

It’s cool! Film animasi yang bikin gue ngerogoh kocek Rp. 15.000,00 ini ternyata bisa juga dipake Tuhan buat ngelengkapi perenungan yang mahal soal hidup. Gue belajar gimana mengatasi dan mengendalikan diri. Kuncinya simple, walau prakteknya sih pastinya bikin lieur… yaitu treat your self, train your ego. Yeah, kuncinya mah ada pada diri sendiri. Treat your self artinya memperlakukan diri sendiri dengan baik dan sewajarnya. Istilah lainnya adalah mengasihi diri, bukan mengasihani diri atau memuja diri sendiri. Mengasihi diri artinya bisa ngeliat keberhargaan diri dan puas dengan itu. Apa yang ada dipakai dengan maksimal. Apa yang ga ada ga dipaksain harus selalu ada. Dampaknya adalah bisa menikmati diri dan hidup itu sendiri. Ga ada keadaan apapun yang bakal bikin dia stuck atau makin mundur. Kepuasan dalam hidup meng-create kelenturan ketika dihadang tembok tantangan. Ini ga berarti kita jadi mati rasa, melainkan ga akan disetir mood yang dirusak luka dan duka, serta ga terlena oleh suka dan bahagia. Menangis atau meratap sewajarnya, lalu bangkit menatap masa depan. Tersenyum atau tertawa sewajarnya, sambil tetap waspada, sambil terus berusaha. Jika berlangsung terus-menerus, kondisi ini bakal buat kita makin bertumbuh karena sebenernya kita sedang investasi karakter. Setahap demi setahap, pelahan tapi pasti... kita akan jadi kokoh dan semakin ahli dalam hidup. Ahli dalam hidup akan mempersiapkan mati. Siap mati berarti menuju hidup. Benarlah kalo bukan materi, kesuksesan, atau kecantikan yang Tuhan cari; melainkan karakter yang dibangun di atas Dia.

Yang beginian ga akan bisa diraih kalo kita ga train our ego. Kendali terhadap ego kita bagai ayunan sebuah pendulum. Terlalu menceng ke kiri jadi ga PD. Hasilnya mengasihani dan meratapi diri. Ga bakal bisa ngeliat apa yang dipunyai sehingga ngerasa kurang terus. Ujung-ujungnya ga bisa liat orang lain dapatin bahagia atau sukses. Gampang iri dan cembokur karena ga aman dengan dirinya lalu terpisah dari sesama. Jadi galak kaya singa betina yang terluka. Sebaliknya, terlalu menceng ke kanan jadi over PD. Hasilnya, ngerasa paling ... dibanding yang lain. Kalo keterusan, dunia ini dikiranya milik sendiri. Yang lain dianggap cuma numpang. Semua harus ikut maunya… egois. Jadi, melatih ego supaya imbang itu penting. Ego ga boleh di-treat terus supaya ga jadi sombong.

Jujur, gue rada terganggu sama realita bahwa banyak “jomblowan/wati”, baik orang biasa maupun hamba Tuhan, yang punya sikap dan karakter ga menyenangkan—seperti yang gue sebutin di atas—gara-gara statusnya. Akibatnya, muncul stereotip negatif buat para jomblowan/wati, khususnya yang udah berumur. Gue ambil konteks para jomblo bukan buat nambah penderitaan ato tekanan loh. Gue sharing ini karena gue care dan gue sendiri juga adalah jomblo koq. Gue ga malu dan ga malu-maluin diri sendiri karena itu. Hehehe… intinya, gue ga mau suatu saat stereotip itu menjadi nyata dalam hidup gue. Bukan berarti mo menjomblo selamanya, tapi hidup ini emang unpredictable kan?

Belajar dari Shrek, gue kemudian ngedaftar kekurangan gue. (1) Gue ga cantik, pendek, dan rada montok. (2) Gue ga punya pacar. 3) Gue ga punya tabungan buat masa depan. Barang-barang gue sebagian besar murahan dan second punya/bekas. (4) Gue ga punya Papa. (5) Gue ga pinter bahkan dianggap terlalu naïf ato polos. Hehehe…

Tapi, ga berhenti di sana. Sekarang gue ngedaftar apa yang gue punya. (1) Gue punya Yesus yang mengasihi, menyelamatkan, dan mau pake gue jadi hamba-Nya. Tuhan gue kaya dan ga tahu gimana caranya sampai saat ini gue dan keluarga ga pernah kekurangan. (2) Gue masih punya Mama yang super-duper baek dan masakannya bikin gue ketagihan. (3) Gue punya dua adik yang baik dan siap bertumbuh sama-sama dengan cicinya. (4) Gue punya Papi angkat yang walaupun lagi sakit kanker paru-paru masih sempet nanyain keadaan gue sekarang gimana. Hikz… jadi terharu. (5) Gue punya para mentor dan senior yang jadi teladan dan beri kekuatan di masa-masa sulit. Emang ga terlalu dekat gimana sih sama mereka, tapi bersyukur diijinin ngeliat hidup mereka dan pelan-pelan merangkak to their position. (6) Gue punya sohib-sohib yang selalu siap bertanya, “Gimana kabarmu, Sist?” Sohib yang bener-bener care sampe berkata, “I feel you.” Sohib-sohib yang membuat gue ngerasa jadi bagian dari sesuatu… not alone. (7) Gue punya tempat pelayanan yang ga mudah; namun pastinya buat gue bertumbuh. (8) Gue punya rekan-rekan sepelayanan yang bikin lieur, namun sekaligus ngebentuk gue jadi lebih baik. (9) Gue punya teens yang suka menghina penampilan gue—rambut keriting dan jerawatan—namun menjadi pelangi yang membawa warna-warni cinta di hidup ini. (10) Gue punya sisa umur yang meski ga tahu berapa lama lagi, namun pastinya bisa dipake buat jadi berkat. Hei… amazing! Sebenernya masih banyak yang mo gue daftar di bagian ini. Cukup deh! Segini aja udah kelihatan perbandingannya. I'm rich you know?

Rumus pendulum yang seimbang ini ternyata bikin gue ngeliat bahwa apa yang gue punya udah lebih dari cukup buat ngejalani hidup ini. Dengan begitu, gue teteup adalah manusia yang utuh, walo punya predikat jomblo. Sebelum ngedaftar semua ini, gue ga bener-bener sadar dengan apa yang gue miliki. Sekarang gue bener-bener puas. Wanna try it?

Tahu ga apa yang bikin pendulum ego kita ada di tengah? Jesus… yess, Jesus! He is The One and The Only One. Dia sendiri bilang, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh 10:1-10).” Kasih, kuasa, dan kebenaran-Nya mengalihkan dunia kita dari diri sendiri kepada diri-Nya. Hahaha… gimana ga? Dia beri hidup-Nya supaya kita hidup. Dia yang berhak atas hidup kita. Ketika Dia berkuasa, Dia ada di kanan dan di kiri menutupi ego kita. Jadi, pendulum itu teteup ada di tengah karena bukan kita fokus-Nya. Yesuslah yang dapat porsi lebih besar dari pada ego kita. Kayanya bakal lieur alias ga mudah jalannya. Tapi, gue ga bakal mau menukarnya buat nikmatin hidup sehari tanpa Yesus. Ga bakalan mau kehilangan keberadaan gue sebagai pewaris kerajaan hanya demi sesuatu yang semu. Ini rupanya yang bikin gue ngerasain merdeka yang melampaui segala realita. Belief me, it feels good! Wanna feel it? Treat your self, train your ego = hidup berkelimpahan. Met berjuang bersama gue, sobat! Wkwkwkwk… ^^