Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Jumat, 27 Agustus 2010

A Letter for Kyra: A Best Friend Letter


Dear Kyra Melody,

Trust you are as wonderful as I am today. How is it going at your end? You haven't told me many things, Kyra, so long to hear your stories :) Thanks for so many lessons you've taught me, the air when I couldn't breath, the words when I couldn't speak, the tears when I hardly spill out of my own, the helping hands when I thought I don't deserve any, the chances when I have given up on me. I hope I say this line in a perfect time and place, I love you, sis :)

Kyra, on August 24th 2010 I met him. We had dinner in a pizza restaurant near our place. You were right, I felt nervous when he picked me up. My anxiety level rose while i was on his bike. And you know what, I couldn't get good sleep the nite before the date ha ha.. Kyra, we spent our first 30 minutes without having any conversation, just silly and quick question-answer time. I was forcing my brain to pick a topic, I dig, dig, and dig it deeper but found nothing. I remained silent.. Until, the pizza's coming.

Kyra, I don't remember much of his words since all I did was enjoying his voice. I really didn't want to miss a sec of the moment. Precious time. I actually heard every line of what he said. He couldn't stop talking. He really dominated all the conversation we had. It's fine actually, since all I wanted to do is to hear his voice, near me. That's enough for me :) However, I was a bit frustrated by his words. He said so many things I didn't want to hear. The past, the reasons, the things between us, and so many things I really didn't prepare to hear. I was thinking to leave him abruptly but then I told myself to not to be a coward, I have to face it, like it or not!

Kyra, he kept talking, talking, talking, and talking, while I was keep silent and smile, silent and smile, and, silent and smile. He was a bit worry by my silence, he knew I was hiding lot of things. I couldn't see his eyes, I didn't want him to read my mind, am telling you, he's good at mind reading. All I did most of the nite are just avoiding eye contact, less speaking, pulling his leg just to disturb him. Call me lame, I was trying to defend myself from him.

Kyra, he succeeded to make me believe that I was wrong this whole time. I felt very silly, stupid, and small. He is way too far ahead from me. I've been very self-centered. Shame on me.

Kyra, the nite I texted you, I said I was scared and worried about my feelings. I meant, I'm worried if I couldn't control my feeling after the dinner. The worries came true. I couldn't control my feeling. Just like what you said, it's like polars attraction, also opposition. The thing got more uncontrolled when he said those awaited line, "Look into my eyes, til' now, the moment we're talking, I love you still." Shocked inside, tried to look cool outside. I almost cried at the moment. It seemed unfair to me. I wasn't prepared.

Kyra, I didn't say anything to respond since he didn't ask me any, I also want to keep the thing between us worked. I wanna stay in my own territory, remain still. Anyway, we didn't continue the conversation deeper. We talked another topic til the time to go home. I could sense the ice between us broke lil by lil, not all, but it kept continue progressively.

Kyra, I invited him to get in the house. It's like a dream came true to have him inside the house. It's a huge progress I suppose. We continued our chat til' midnite then I asked him to go home since he has office the next day. It's amazing how I could let him go when all I wanted him to stay longer. Now I understand what love is :)

Kyra, needless to tell you what I've been feeling inside my heart after. Needless to tell you how many tears I've been shedding. I asked God lot of questions last nite, but He hasn't answered me yet. I need to be more patient and focus to what I've decided before I spent the nite with him. Though I've been very confused, I say this in my prayer "Dear God, thank You, for letting me to have such a wonderful moment with him. Thank You for the precious time. Thank You for the feeling. And thank You for whatever You've planned me. I believe You are my Source of Needs, my Greatest Life-Planner, and my life is in Your hands." To be honest, Kyra, not an easy task. I am learning to rearrange the scrambled puzzle. I am learning, Kyra, and won't stop trying :)

Kyra, hope I'm not bored you with my lame life stories. You've been very wonderful to me. Sorry for the sudden calls, messages, texts, asking you to get online or simply just asking for opinions. I feel bad bout it most of the time, but keeps continue to do it he he..

Kyra, you haven't telling me bout your life these days. I'm scared whether I'm no longer trustable or.. Anyway, I'm still waiting for you to let me in sometimes :) You know me better, Kyra.

Hence, let me tell you again how much I love you, I pray for you and our plan in the future. Blessed those who believe in His plan and let Him mould our lives. Soli Deo Gloria. Amen

Take care. God Bless you, Kyra.





Queen - sister in Christ :)


From The Unspoken Truth

Rabu, 25 Agustus 2010

CERITA CINTA


Sebagaimana ribuan cerita lainnya, perjalanan sepasang insan yang dimabuk cinta juga dimulai dengan dua kata, “pada mulanya.” Pada mulanya, ada dua buah planet yang berbeda, namun terlihat begitu indah dan serasi dari bumi.

Adalah Mars, bagian dari sistem solar kita yang dikenal sebagai the red planet (planet merah). Itu sebabnya kita melihat langit nan biru di luar sana dapat berubah menjadi oranye kemerah-merahan karena pantulan warna dari permukaannya. Permukaan Mars sesungguhnya adalah padang gurun, namun sangat dingin.

Lainnya adalah Venus, planet terdekat dengan bumi. Permukaan Venus merupakan bebatuan yang kering dan panas. Ia nampak sangat cantik dengan sinar matahari yang memantul melebihi terangnya banyak bintang.

Itulah pria dan perempuan, yaitu cahaya rupa Allah yang disatukan dalam ikatan cinta. Allah berkata: "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kej 2:24)." Wow, tak salahkah Allah bahwa asam di gunung dan garam di laut dipertemukan-Nya dalam sebuah belanga untuk menghasilkan masakan yang istimewa? Ya, itu benar adanya. Sepasang pria dan wanita dipersatukan dalam keberbedaan agar mereka bertumbuh menjadi makin sempurna.

Bagaimana tidak, mereka merepresentasikan dua hal yang berbeda namun satu jua dan tak terpisahkan. Pria merepresentasikan Allah yang mengasihi umat, yaitu yang direpresentasikan oleh wanita. Representasi ini bukanlah pengesahan kedudukan siapa yang lebih tinggi dari siapa. Representasi ini lebih memeragakan KASIH terindah sepanjang masa. Kasih yang tak pernah luluh-lantak oleh apapun juga.

Seharusnya memang tak akan berakhir sampai maut yang memisahkan, walau ada dua kepribadian yang berbeda. Pahami dan hayatilah:

Pria adalah the Head of the house (kepala rumah tangga). Sebagaimana Mars yang beriklim keras dan dingin, pria adalah sosok yang keras dan kuat di luar, namun sesungguhnya rapuh di dalam. Ia berpikir global dan luas bagai sebuah padang gurun.

Lain halnya dengan si cantik Venus. Ialah the Queen of the house (ratu rumah tangga). Venus yang dipenuhi bebatuan menghantar para wanita menjadi pribadi yang tabah dan keras, walau secara fisik nampak lemah. Ia berpikir detail sehingga nampak begitu rumit bagai jalinan benang ruwet.

Tak heran jika tugas mereka berbeda namun saling melengkapi demi kebaikan adanya.

Dengan naturnya, pria bertugas sebagai Nahkoda Kapal:
1. Pencari nafkah.
2. Pengatur arah rumah tangga.
3. Memelihara kesejahteraan rumah tangga.
4. Menjaga keseimbangan kebahagiaan keluarga.

Di sisi lain yang melengkapi, wanita bertugas sebagai Menteri Dalam Negeri:
1. Menguasai seluruh rumah tangga.
2. Mengatur tatanan rumah tangga.
3. Mendukung kesuksesan suami.
4. Mendidik anak-anak (khususnya pada masa balita).

Keduanya disatukan untuk menjemput cinta yang dapat langgeng seumur hidup, sampai uban menjuntai menghiasi kepala, sampai bintik-bintik hitam bersatu dengan keriput mewarnai permukaan kulit, dan sampai maut memisahkan mereka.

Denpasar, 20 September 2008

Selasa, 24 Agustus 2010

BELENGGU


Dalam kegelapan, betapa jernih pikiran
Sesak dada dijejali peringatan-peringatan
Telah lama terlena dan keenakan
Patah semangat juang, tak jadi teladan
Menghampiri dosa, Tuan terlupakan

Kelambu sangat rapat, tak seorang tahu
Hati nista berbekas lubang paku
Sesal lambat datang, kesempatan berlalu
Bayang-bayang kutuk sudah memburu
Benarlah bahwa mati lebih baik ketimbang hidup terpasung-terbelenggu

Betapa merindu segera lepas
Namun lagi-lagi jatuh terhempas
Ringkih dan terlalu berat menarik nafas
Beruntung nurani tahu hanya satu Pahlawan Pembebas
Kini tarik tangan ini dari kubangan, Tuan yang di atas!

From MMK Youth Manusia dan Dosa

Kamis, 12 Agustus 2010

Bosscha Membuatku Nampak Begitu Kecil; Bapa Membuatku Merasa Begitu Besar


25 Juni 2009 ...
"Misi luar angkasa... blast off!" Ya, serombongan astronot (mostly junior astronout) lepas landas dari balik dinding gereja yang megah menuju dinding lain yang membuka tirai cakrawala. Bosscha adalah nama keren dari sebuah tempat yang telah membingkai tata surya dalam sebentuk layar LCD dan sebentuk tabung yang dinamai teleskop. Walau amat sangat jauh dari keasliannya, namun toh tetap dapat memperkenalkan gambaran umum dari kedalaman relung-relung semesta kepada para laskar cilik yang sedang belajar menatap dunia di hadapannya. What amazing place!

Setelah beberapa hari sebelumnya memulai petualangan dengan berkenalan dan berpesta bersama "BIANGNYA," perjalanan para laskar cilik menuju Bosscha diharapkan mampu memperlihatkan kejeniusan SANG PENCIPTA dan bagaimana IA sesungguhnya telah, sedang, dan akan selalu terlibat secara akrab dalam setiap detil keberadaan semesta. Tujuan ini sama sekali tak terdistorsi oleh keinginan memandang indahnya bintang karena Teleskop Zeiss Besar itu tak akan efektif memamerkan panorama perbintangan yang mempesona mata di pagi hari nan cerah. Bahkan duduk berdesak-desakkan dan bertumpuk-tumpukkan di sebuah ruang kotak kecil tak mampu membelokkan perhatian mereka dari layar LCD yang menyajikan gambar seluk-beluk luar angkasa. What amazing journey!

Entah mengerti atau tidak, sadar ataupun tidak. Derajad ketegangan pada kornea mata dan bibir yang mengaga tak akan berdusta, bahwa ada ketakjuban yang besar ketika mereka diperhadapkan dengan kreatifitas tangan ALLAH, THE RULER OF UNIVERSE. Pantaslah sang nabi besar berkata: "Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya? Satupun tiada yang tak hadir, oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat (Yesaya 40:26)." Dan sang biduan bernyanyi: "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya (Mazmur 19:2)."

Perjalanan misi luar angkasa dimulai dengan memperkenalkan planet-planet keluarga bumi, lalu pada empat planet berikutnya yang dijuluki planet keluarga Jupiter. Jajaran planet-planet super raksasa tersebut diperkecil dan disesuaikan begitu rupa ukurannya agar kami dapat menikmati keindahan bentuk utuhnya. Wow! Para penghuni luar angkasa yang luar biasa ini nyata-nyata diperlihatkan tak sendirian melanglang buana di balik misteriusnya langit.

Semuanya itu diperlihatkan bagai sejumlah pernak-pernik mikro debu dan gas yang beraneka bentuk, warna, serta fungsinya. Mereka saling berinteraksi melalui gaya gravitasi dan dinamika ini menyebabkan tarikan debu-debu mikro lainnya hingga timbulah sistem dengan struktur yang kompleks. Proses tersebutlah yang melahirkan obyek-obyek langit nan eksotik seperti sebuah planet, bintang atau galaksi. Amazing! Tak dapat disangkal bahwa semua itu merupakan suatu kala dengan langkah hidup yang jauh di luar jangkauan pencapaian ilmu pengetahuan dan peradaban manusia.

Bayangkan saja salah satu diantaranya yaitu Matahari! Diameter Matahari sekitar 1.390.000 km. Sementara diameter Bumi sekitar 12.740 km. Bila Bumi dimasukkan dalam Matahari, Matahari bisa menampung sebanyak 109 Bumi. Kebayangkah sebesar apa? Suhu inti Matahari berkisar dari 15.000.000 derajat Celsius pada inti dalam, sedangkan pada inti luar mencapai 7.000.000 derajat Celsius. Dan suhu pada permukaan matahari hanya 6.000 derajat Celsius. Tinggal di Bumi dengan suhu 35-40 derajat Celcius saja sudah membuat kita kepanasan dan bermandikan keringat. So, kebayangkah gimana panasnya?

Namun demikian, bintang pribadi kita itu ternyata kurang luar biasa dalam banyak hal. Ia tidak begitu besar dan tidak terlalu panas karena ada bintang-bintang lain yang jauh lebih dahsyat besarnya dan panasnya. Kalau matahari saja sudah begitu dahsyat besarnya, kebayangkah what a small me? Or can I say us? Hal ini sudah lama disadari si penyanyi: "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya (Mazmur 8:4-5)?"

Sekalipun disebutkan bahwa manusia makin pandai membaca gejala-gejala unik perhiasan langit (bintang), pandai meramal energi yang dibangkitkan dalam tungku nuklir si penghasil panas (matahari). Namun, kondisi tata surya tentu tak seenteng yang kita bayangkan. Matahari sendiri disebutkan sering berubah-ubah. Gangguan-gangguan dalam permukaannya saja dapat mempengaruhi seluruh tata surya. (Catatan sejarah pernah menyebutkan bahwa pada 1989 pernah terjadi badai matahari yang menyebabkan padamnya listrik seprovinsi Quebec. Peristiwa yang sama melelehkan kumparan-kumparan stasiun transformator di Salem, New Jersey, serta menimbulkan kebakaran dan susut daya sekawasan.)

Belum lagi ancaman hujan meteor yang setidaknya dapat memuntahkan seratus meteor dalam satu jam ke arah bumi, tempat kita hidup dan bernaung. Jika sebuah batu meteor saja dapat melubangi bumi dan menimbulkan kawah meteorit yang hebat, apalagi seratus? kebayangkah what a fragile life! Or can I say our life?

Seperti kata sang pujangga dan diamini dengan fakta dari Bosscha, siapakah kita manusia? Kita ini begitu kecil dan hina. Hanya saja sang pujangga tak berhenti pada fakta sebagaimana yang dipaparkan oleh Bosscha. Ia pun tidak meratapi nasib diri sedemikian rupa hingga runtuhlah peradaban dan harga diri kita sebagai manusia. Gurat-gurat kebanggaan justru terlukis begitu nyata dalam bait-bait lagu selanjutnya: "Namun ALLAH membuat manusia hampir sama seperti diri-NYA, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat, membuatnya berkuasa atas buatan tangan-NYA (Mazmur 8:6-7)."

Syair-syair indah ini menjelaskan bagaimana tiap-tiap penghuni tata surya tidak saling bertabrakan satu dengan lainnya; melainkan dengan rapi berkendara di jalurnya masing-masing. Hingga lalu-lintas di Bandung pun ga ada apa-apanya jika dibandingkan dengan lintasan orbit mereka yang tertib dan sama sekali tak memerlukan bantuan Polisi lalu lintas jagad raya. Bahkan tak ada traffic light di sana. Mata siapakah yang begitu jeli mengawasi jalannya kehidupan luar angkasa nan rumit, selain mata BAPA?

Jelaslah sudah mengapa harus ada Jupiter, planet terbesar di Bima Sakti. Tempatnya begitu tepat hingga menjadi sebuah payung pelindung raksasa bagi bumi. Kalau saja ia tak di tempatnya, maka bumi akan dihantam komet seribu kali lebih sering daripada biasanya. Amazing! Kekaguman pada Jupiter yang kuabadikan dalam sebuah nama untuk ikan cupang kesayanganku perlu dikembalikan berlipat kali ganda kepada SOSOK mengagumkan dibalik keberadaan planet raksasa itu. Tangan siapakah yang menatanya begitu rupa, selain tangan BAPA?

Sesungguhnya, fakta-fakta yang ada membuktikan bahwa alam semesta yang begitu luas tersebut diciptakan khusus untuk mendukung hidup dan kehidupan kita, manusia. Terlebih dari itu, BAPA mencurahkan segenap keberadaan diri-NYA di dalam ANAK-NYA, YESUS, untuk memberi kehidupan yang lebih luas dan kekal dibanding luas dan kekalnya semesta. Itu sebabnya dengan penuh sayang, SANG TUAN PENYAYANG yang telah menghinakan diri-NYA sendiri berkata dengan lembut: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16)."

Aliran nafas yang keluar dari bibir-NYA itu kemudian seolah menjadi nafas hidup abadi yang dihembuskan ke dalam bibir rohani kita, yaitu yang percaya dan mengandalkan-Nya semata untuk memperolehnya. Hidup bahkan menjadi lebih hidup ketika karya sastra agung yang hidup itu dengan lantang menyatakan: "Tetapi kalian adalah bangsa yang terpilih, imam-imam yang melayani raja, bangsa yang kudus, khusus untuk Allah, umat Allah sendiri. Allah memilih kalian dan memanggil kalian keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terang-Nya yang gemilang, dengan maksud supaya kalian menyebarkan berita tentang perbuatan-perbuatan-Nya yang luar biasa (1Petrus 2:9)." Kasih siapakah yang begitu besar dan rela dicurahkan sepenuhnya kepada mahluk hina yang tak pantas menerimanya, selain kasih BAPA?

Apapun keadaan kita, ingatlah betapa besar dan mulianya kita di mata BAPA. Kasih-NYA yang begitu hebat itu meletakkan kepercayaan yang begitu besar kepada para laskar cilik dan yang mengirim mereka untuk berbagi waktu serta kesenangan pada laskar-laskar cilik lain yang tak berayah maupun beribu. Operation kids to kids memang tak akan sempurna berjalan. Namun, ketulusan menyambut kepercayaan BAPA dan perjuangan dalam proses keserupaan dengan ANAK-NYA adalah tujuan utama yang hendak dicapai dalam MISI LUAR ANGKASA.

Hmmh, beribu-ribu syukur kupanjatkan pada-NYA. Bosscha memang membuatku nampak begitu kecil; namun BAPA membuatku merasa begitu besar. Soli Deo Gloria!

Love as a Communicable Atribute of God in My Name is Khan: What a Shame Me!


Apakah sebuah kebetulan gue bisa nonton film My Name is Khan (080310)? I don’t think so. Emang sih, gue biasanya ga terlalu demen nonton. Kalo mo nonton, biasanya harus nunggu rekomendasi orang laen. Tapi, kali ini beda. Mulanya, gue pilih tuh film gara-gara nama beken Shahrukh Khan dan Kajol yang legendaris. Terkenang gimana gue nangis abis menghayati lakon “cinta” mereka berdua di Kuch Kuch Hota Hai. Dan di film ini pun ga jauh beda… pokok’e mbrebes mili poll. Intinya, gue selalu percaya kalo sebuah kairos ada atas seijin Tuhan buat ngebentuk hidup seseorang, termasuk gue dwonk. ;p

Yang mo gue bagiin adalah sebuah perasaan yang beda waktu nonton film ini. Hampir mirip dengan waktu nonton aksi Benicio Del Toro di Wolfman, yaitu membekas dalam. Kalo Wolfman menyisakan kenangan simpati haru dan belas kasihan pada kemalangan tokoh Lawrence Talbot yang diperankan oleh Toro; My Name is Khan lebih mengusik si wild thought yang mendekam di otak gue.

Yang membuat My Name is Khan jadi menarik—specially buat gue—adalah karena berlandaskan true story. Peristiwa tragis di WTC Amerika Serikat pada 9 September 2001, yang adalah pemicu isu rasialisme pada keturunan India Muslim—khususnya yang bernama belakang Khan—menjadi background cerita. Apalagi sang Mega Star, Shahrukh Khan sendiri, juga pernah jadi korban paranoia Amerika terhadap Islam. Nama belakang Khan ternyata pernah jadi masalah buat dia pada 14 Agustus 2009. Ia menjalani pemeriksaan selama dua jam untuk bisa masuk ke negeri Paman Sam. Tak heran ada pernyataan yang menyebutkan jika kalender orang Kristen dibagi jadi BC dan AC, maka kalender kehidupan orang India Muslim di Amerika dipisahkan oleh 9/11.

Sebuah blog yang menyebut dirinya Buaya Film menyebut ada tiga komponen penting dalam film ini, yaitu kisah cinta, Islam dan autisme. Ga heran kalo orang bakal mikir begitu karena tiap peritiwa bagai disusun untuk mengumbar romantisme cinta sang tokoh utama Risvan Khan dengan ibunya; Risvan Khan dengan Mandira (Kajol); Risvan Khan dengan Islam; Risvan Khan dengan kemanusiaan. Seluruh adegan cinta-kasih di dalamnya memang nampak dibuat dalam satu sudut pandang yang membela kemanusiaan dan Islam. Pengontrasan antara tokoh Risvan yang autis dengan tokoh ulama yang menyerukan jihad bernama Dr. Faizal Rahman, seolah jadi cemooh bagi para teroris. Bagaimana tidak? Dari mulut seorang ”abnormal” karena terlahir dengan asparger sindrome (semacam autisme) keluar ungkapan nurani manusia normal, ”My Name is Khan and I’m not a terorist.” Dari sosok sederhana Risvan Khan juga memancar keteguhan iman dan rasa cinta pada kemanusiaan. Sedang dari para teroris yang nampak normal, memancar nafsu membunuh yang abnormal, yaitu membunuh manusia dan kemanusiaan dalam dirinya sendiri. Ck, ck, ck, ck...

Jadi, apakah sesungguhnya ini sebuah film tentang Islam? Mulanya gue ga berpikir begitu karena di awal cerita, ibu Risvan yang bijak mengatakan bahwa di dunia ini hanya ada dua tipe manusia, yaitu manusia yang baik dan manusia yang jahat. Kebaikan dan kejahatan manusia sama sekali ga ada kaitannya dengan agama. Yang ini berbau pluralis kali. Tapi, di penghujung kisah gue mulai jadi rada resah. Diceritain kalo si Risvan dan temen-temen muslimnya pada akhirnya jadi hero buat sebuah masyarakat Kristen di Georgia yang terkena bencana alam.

Kali ini, penonton layaknya sedang diarahkan buat ngeliat Islam sebagai agama cinta-kasih, bukan agama teroris. Juga sebelumnya diperlihatkan adegan di mana Risvan berkata bahwa sebuah keluarga terbentuk bukan semata karena ikatan darah; melainkan adanya ikatan cinta walau di tengah perbedaan ras, suku, dan agama—ungkapan yang sama pernah muncul dalam Spy Next Door-nya Jacky Chan. Gue berkata dalam hati, “Wah, ini jelas-jelas plagiat nih. Cinta kasih kan trade mark-nya orang Kristen?” Kebayang ga wajah gue waktu itu? Hahahaha... yang jelas bukan allay kok. Cuman ngernyit ajah.

Wild thought itu toh sempet bikin gue ngeliat sekitar dan tersadar bahwa ada kemungkinan kalo gue adalah kaum minoritas di studio itu. Jadi ngeganjel dan rada kaku suasananya gara-gara itu. Namun lagi-lagi gue diingatkan bahwa kasih ternyata bukan milik orang Kristen saja. 1Yohanes 4:7 menyebutkan bahwa kasih berasal dari Allah. Dengan kata lain, kasih adalah milik Allah itu sendiri. Siapapun yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Dia. Atribut kasih made in Allah ini akan menempel dan memberi identitas pada setiap ciptaan-Nya, termasuk pada saudara-saudari yang adalah Muslim—terlepas dari keyakinan keselamatan mereka yang beda. Huaaaaaaa, gue yang mengklaim diri sebagai orang yang berjuang buat mengasihi Tuhan, sesama, dan diri sendiri ini tanpa sadar juga terjebak kesombongan agama. What a shame me! Bukankah gue seharusnya berbahagia bahwa cinta-kasih bisa merebak di dunia yang penuh dengan kejahatan ini?

Wah, lagi-lagi gue diingatkan bahwa cinta-kasih adalah murni milik Allah yang juga dikomunikasikan pada manusia yang diciptakan-Nya. Itu sebabnya, sejahat apapun seorang manusia pasti ada setitik kasih, warisan DNA Allah, yang secara potensial terkandung di dalam nuraninya. Permasalahannya adalah seringkali DNA kasih itu justru dipinggirkan, digusur, dan ditutupi dengan berbagai alasan “pribadi” yang corrupted by sin of course. Itu sebabnya, tanpa kesadaran penuh bahwa kasih yang pure adalah hanya milik Allah maka gue bakalan mengasihi dengan cara gue sendiri.

Allah dengan jelas mempertontonkan kasih murni yang penuh ketulusan dan tanpa rasa curiga dalam diri Yesus, yang adalah Allah sekaligus Manusia sejati. Dengan demikian, merasa diri paling oke dalam hal mengasihi ga membuat gue lebih baik dari para penganut rasisme. Huft… malu mode on deh gue di hadapan tokoh Risvan yang berhati murni. Kekaguman pada sosok Risvan yang autis ini ga ditujukan buat anda-anda semua ngeliat gue sebagai seorang pluralis atau humanis. Gue cuma sedang berjuang buat jadi pecinta sejati. Salam cinta-kasih!

Tears in My Dream (Missing You, 160510)


Andai dianugerahi tuk berjumpa muka dengan muka dengan-Nya
Kan kusampaikan, “Betapa rentannya hati yang Engkau anugerahkan pada hamba.”
Di balik kelapangan dan kekuatan yang ditatah oleh gelombang demi gelombang derita
Ada sisi lain yang tak cukup kuat menanggung salah satu konsekuensi dari sebuah cinta…
Itulah ”kehilangan” yang adalah fakta dari dunia fana
Phobia terbesar yang selama ini menghantui jiwa

Itu sebabnya dengan sadar kuakui aku rindu
Aku butuh dirimu ada di hadapan mataku
Memeluk pundakku seperti dahulu
Memperdengarkan suara dengkurmu
Bahkan omelan dan pernyataan marahmu...
Kini terasa lebih merdu dari alunan lagu

Waktu berlalu, usia bertambah, masa hidup pun makin terkikis
Masih tak sanggup hati ini menahan hasrat tangis
Ketika rindu itu datang merayap lalu memutar sebuah mimpi manis
Masih membekas rasa nyaman yang makin menipis
Mata dan kesadaran yang terbuka kemudian membuatnya benar-benar habis
Tuan, saat ini mohon jauhkan hamba dari prejudis

Sebab tak ada maksud jahat ketika Tuan memisahkan kita, Papa
Semuanya sungguh amat baik di tangan-Nya
Sungguh, telah kami lepas engkau dengan rela
Hanya saja, rindu bisa datang dengan tiba-tiba
Mengalirkan air mata dari mimpi hingga ke realita
Tuan, saat ini mohon beri kekuatan untuk menanggungnya

kasih VS KASIH? No, kasih = KASIH!


Matius 25:40
Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

1Yohanes 4:19
Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.

21 Juni 2009 ...
Hiruk-pikuk kota Bandung kutinggalkan sejenak menuju lekukan bumi yang lebih tinggi yaitu di sisi lain daerah yang menjadi tempat tinggalku selama hampir 3 bulan ini. Tanpa basa-basi kusebutkan bahwa "Lembang" adalah nama lokasi tempatku belajar sesuatu kali ini.

Nama besar Lembang sebagai daerah wisata yang sering dikunjungi (ya, setara dgn Malang, Batu, Tretes, or Prigen di Jatim d) tidak menjamin orang menikmati kesejukkan. Huff... siang itu efek global warming juga sangat terasa di sana (ah, jadi ingat daerah perantauanku setahun kmrn, Bali).

TTM... jangan berpikir macam-macam karena itu adalah tempat hang out terpilih untuk mengadakan sebuah acara yang sudah lama tertunda. Selain hijau perbukitan yang menyejukkan mata, rimbunan kebun sayur organik, dan lambaian bunga warna-warni; ada sebuah pemandangan kontras yang menggelitik otak kecil, di mana hati dan nuraniku juga bercokol di sana.

Sejumlah ABG kota, berkulit putih, bermata sipit, dengan semangat "gaul" berhadapan dengan ABG daerah pinggiran yang berkulit agak gelap, bermata belo, dengan sikap malu-malu. Ga bisa disangkal bahwa kedua kelompok itu masih dalam spesies yang sama, memakan makanan yang sama, dan diciptakan oleh Tuhan yang sama. Entah apa alasan ilmiah pastinya, yang jelas ada dinding pembatas yang tak kelihatan dari kedua belah pihak.

Eksklusifitas masing2 otomatis buyar ketika Dynamic Community Team meminta mereka membaur, melebur, tanpa takut terbentur. Mula-mula nampak keengganan, namun pada akhirnya suasana mencair oleh sebuah kemiripan pada diri mereka... semu merah merekah menghiasi kulit mereka yang kena terik mentari. Sengatan sang raja siang yang tak pernah mau berkompromi ternyata ga bisa terlalu lama menahan mereka untuk tidak tenggelam dalam aktifitas bermain bersama. Games sederhana yang bikin gemes itu sukses abis.

Semu merah dikulit wajahku yang telah ternoda oleh terik matahari Bali semakin merona ketika kedua mata minus 150 ini menatap gejala-gejala aneh di antara para ABG perempuan. Ah... pipi merah mereka lebih merah dari kedua pipiku karena hati mereka disentil simpati pada seorang jejaka tampan, penghuni Rumah Kasih--sebuah Panti Asuhan yang kami kunjungi hari itu. Dengan malu-malu namun sangat jujur mereka mengaku: "Ah, ganteng sekali cowo itu, Cie. Gemesin deh. Aku mau kenalan, mau kenalan sama dia. Tapi, ... aku malu. Malu tapi mau."

Hmhh... rasa itu takkan pernah kualami lagi.

Lirikan mata sampai sorot tajam menghujam cowo SMA berbaju pink yang katanya ganteng itu. Pantas saja, ia mulai merasa resah, gelisah, bibirnya selalu mendesah. Entah bangga, entah minder, entah suka, entahlah? Kabut bergelayut dalam perasaannya karena jadi fokus pembicaraan cewe-cewe kota yang cantik, energik, dan siap jadi gerombolan fans fanatik. Bingung dan salah tingkah tergambar jelas pada gerak-geriknya yang tak lagi se-cool sebelumnya. Magnet itu memang tak pernah gagal menciptakan gaya tarik-menarik pada kutub + dan - dalam diri 2 gender yang berbeda. Short-term feeling of attraction... istilah yg rada maksa memang.

Ah... rasa itu takkan pernah kualami lagi.

Seekor kumbang boleh dikelilingin banyak kuntum bunga, namun hanya boleh satu bunga saja yang dikecapnya. Rupanya, ada juga yang berhasil menarik perhatian Si Ande-Ande Lumut versi Lembang itu. Tangannya meraih tangan seorang gadis manis dan dengan penuh penghayatan keduanya berkenalan. Rona-rona merah kembali bersemu di antara kedua sejoli itu. Is it love at the first sight? Who knows, but God.

Ck, ck, ck... rasa itu takkan pernah kualami lagi.

Waktu terus bergerak dan suasana sudah mulai memanas setelah menyantap nasi ayam bakar, ikan nila bakar, tempe-tahu goreng, sambal, n lalapan khas TTM. Walau disiapkan oleh pramusaji Bule berlogat sunda, namun menu siang itu teteup masih sangat sundanese (bingung juga kenapa Bule muda dan ganteng bisa jadi pramusaji?).

Apakah rasa kenyang yang mendorong kemesraan itu? Beberapa ABG kota yang tergerak mulai beraksi penuh empati. Melepas kocek dan menawarkan kasih dalam sebentuk minuman pada ABG-ABG Rumah Kasih yang kehausan. Keramahan bertebaran menjelang akhir tatap muka kedua kubu di hari itu. Apakah yang terkandung di dalam kehangatan itu? Apakah demi sebuah simpati dari seorang jejaka, idola baru versi hari itu? Apakah demi merengkuh pujian manusia? Ataukah gerakan Roh Kudus lewat tema firman yang didapat pagi harinya (Tema: Permata Kasih; dari nast yang tercantum di atas)?

Iiiih, pikiran liarku selalu menghasilkan tanda tanya. Seolah sedang mengkontraskan kasih untuk manusia dan KASIH untuk Tuhan. Entah teologi dari mana, pastinya yang dikorupsi dosa, hingga diselipi oleh curiga pada mereka yang sedang belajar memancarkan cahaya kasih, warisan YESUS KRISTUS, Tuhan Penyelamat mereka.

Kedua untaian firman di atas pernah tertanam dalam. Ia berbicara, mengingatkan, mengembalikan... kasih untuk manusia sama sekali tidak bertentangan dengan kasih untuk Tuhan. Dalam keterbatasan kemanusiaanku, diharamkan untuk menghakimi dan merasa paling benar. Bukankah Tuhan sangat menginginkan manusia mengasihi sesamanya karena itu sama dengan melakukan untuk-Nya sendiri? Perintahnya sangat jelas, bahwa kita harus mengasihi sesama karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita.

Biarlah pribadi belia itu belajar bahwa dalam kasih untuk sesama ada kasih dari, untuk, dan oleh Tuhan. Apapun motivasinya, berilah kesempatan pada jiwa labil itu untuk mengamati dan menganalisa kasih yang sejati, yang bersumber dari Sang Cahaya Abadi. Buang curiga dan ganti dengan harapan yang digantungkan pada Allah Maha Kuasa bahwa Ia akan bekerja di hati para ABG yang telah menumbuhkan rasa sayang di hati ini.

Uuuuh, rasa ini berulang-ulang kualami.

Bukan ku tak kuasa untuk mencintai seperti para ABG itu, namun musimnya telah berlalu. Nuraniku harus diasah bukan untuk merasakan short-term feeling of attraction. Dadaku ini menggebu-gebu untuk menjadi guru, teladan hidup, panutan kasat mata yang memeragakan kasih sejati yang penuh ketulusan dan lebih long-lasting. Bukan sempurna karena ku pasti tak sanggup menyamai Guru Sejatiku. Menjadi peniru yang kadang-kadang gagal, namun tak pernah berhenti berjuang... itulah rinduku. Philia, eros, dan storge ada padaku--as a normal person of course--but Agapelah yang harus menginspirasi dan mendominasi.

Huikz, pelajaran hari itu kudu terhenti karena tiba waktunya untuk melambaikan tangan pada Rumah Kasih. Dag dig dug versi dua hati ABG yang saling bertaut memang tak kan pernah lagi kurasa, namun pelajaran cinta hasil interaksi dengan Sang Tuan Penyayang kuharap makin kokoh tertanam, makin elok terpancar, dan makin kuat menguasai hati ini.

Selamat tinggal Rumah Kasih. Terima kasih untuk pelajaran tentang kasih sebagaimana namamu yang lebih masyur dari Rumah Sosis, Rumah Es Krim, Kampung Bakso, ataupun Kampung Daun di hatiku. Terima kasih buat para ABG yang telah menyadarkan bahwa kasih bukan versus KASIH; melainkan kasih = KASIH. ^^

Oh Tuan Penyayang, ku ingin merasakan kasih sayang-Mu.

Rabu, 11 Agustus 2010

CINTA SATU MALAM???


“Selamat datang di Bandara Ngurah Rai, Kyra Melody!” Demikianlah si Tomboy menyelamati diri sendiri ketika pertama kali menjejakkan kakinya di Bandara. Ia nampak begitu antusias dengan kehidupan barunya setahun ke depan di Pulau Dewata. Dirinya sudah siap mewujudkan sederet jadwal di otaknya untuk mengunjungi dan menghabiskan waktu di pantai-pantai eksotik Bali. Memang benar kedatangannya bukan untuk menjadi turis domestik. Akan tetapi, tentu saja ia tak akan melewatkan pantai-pantai indah itu selama tinggal di sana.

”Selamat sore, Ibu Kyra?” Terdengar sebuah suara yang menyapa dan membuyarkan dialog dalam dunianya sendiri.

”Ehm, ya benar. Apakah anda utusan dari SMPK Kairos?”

”Benar, Bu. Kenalkan nama saya Moonlight Sonata. Saya akan mengantar Ibu kemanapun anda ingin pergi.”

”Great and thanks. Tapi, boleh tidak saya minta tolong pada anda?”

”Oh, tentu. Silahkah saja, Ibu Kyra. Saya akan dengan senang hati membantu Ibu.”

”Sekali lagi terima kasih. Jadi, saya mohon dengan hormat. Please, dengan amat sangat... jangan panggil gua Ibu, Dodoool! Gua bukan Ibu Lo! Coba bilang, sejak kapan gua nikah sama Bapak Lo, hah?”

”Hahahahaha! Sori, sori Ra. Ceritanya, gua mo sambut Elo dengan resmi gitu loh. Hei Tomboy, tetep aja galak Lo yah? Awas, ntar cepet tua loh.”

“Iye, iye, lagian siapa yang bakalan ga galak sama Elo, Mon! Mo’on! Hahahaha!”

“Yeee, kenapa elo masih panggil gua dengan “Mon” sih? Gua bukan anak SD lagi, Tomboy. Gelo aja, nama bagus-bagus diganti Mo’on. Intelek dikit napa?”

“Udah, jangan ambeg! Lo juga masih panggil gua Tomboy. Emang Lo ga bisa liat kalo sekarang gua udah feminin? Nah, sekarang antar gua ke Jimbaran yah? Laper nih. Ga usah jadi temen SD gua kalo Lo nolak permintaan ini!”

“Huh, asal Elo yang traktir sekilo kerapu bakar, udang, with kerang, dan jangan lupa es kelapa mudanya!”

“Aaaah, rampooook! Elo tega ngerampok temen sendiri ye?”

“Yuuuk, ah! Kita kemon biar ga ketinggalan wonderful sunsetnya Jimbaran Beach!”

Tanpa basa-basi, dua orang bekas teman SD itu pun segera melaju menuju pantai pertama di jadwal invisible Kyra. Petang itu, Jimbaran bagai diset untuk menyambut kedatangan Kyra. Sunset tidak malu-malu lagi dan bahkan mengumbar lebar-lebar senyum jingga kemerah-merahan kepadanya. Pemandangan tersebut terasa sangat romantis buat si Tomboy yang baru saja memutuskan untuk menanggalkan cintanya dari Laut Biru Gracia. Tentu saja semua itu tidaklah mudah, karena romantic sunset itu terbukti masih menggaungkan nama cinta pertamanya.

“Ra, kok ngelamun sih?”

“Hah? Ah, ga apa-apa kok. Keren yah suasananya? Andai bisa petik sunset itu kaya petik bunga matahari di halaman rumah Kristal. Gua petik, gua simpen di kamar. Wah, tiap hari gua ga bakalan keluar rumah kalo begitu.”

“Bletak!” Tiba-tiba terdengar suara gagang kipas plastik yang dipukulkan dengan lembut ke kepala Kyra.

“Apaan sih Lo, Mon? Sakit tau!”

“Sejak kapan pikiran Lo jadi aneh gitu? Apa Lo lagi kesurupan leak Bali yah? Elo tadi deket-deket sama ogoh-ogoh yah? Kesambit apa Lo, Neng? Pake mau petik sunset segala.”

“Plaaaak!” Kini giliran Kyra melayangkan kedua telapak tangannya dan mendarat tepat di kedua pipi pria 34 tahun itu, hingga menghasilkan cap 10 jari yang berwarna merah merona di sana.

“Eh, ngajak berantem Lo, Ra? Dulu body gua emang lebih kecil dari Elo. Sekarang gua 174 cm tau? Eh, kita kok jadi berantem kaya dulu yah? Hahaha! Gini-gini, Elo sayang ama gua kan?”

“Iye, iye, sori yah. Sakit ga?”

“Ga apa, cuman kalo Lo lakuin itu terus entar ga ada cowo yang mau sama Elo, selain gua.” Tiba-tiba terdengar suara berisik pesawat terbang yang akan landing di bandara yang cukup dekat dan bisa disaksikan dari pantai Jimbaran.

“Eh, Mon... Lo bilang apa? Entar ga ada cowo yang mau sama gua, selain siapa?”

“Aaaargh, dasar Tombooooy! Ga bisa diulang!”

Keceriaan mereka berdua semakin menghangat ketika seafood pesanan yang dinanti telah keluar menebar aroma kenikmatan. Mereka segera bersantap malam hingga tanpa sadar mentari telah beranjak ke peraduannya. Langit yang tadinya berwarna jingga cerah berubah menjadi merah bata, dari merah bata menjadi abu-abu bersemu merah, dan lama-lama menghitam legam. Namun, bukan hanya kegelapan yang menguasai langit. Gemerlap bintang juga bertebaran merata bagai perhiasan-perhiasan surgawi. Demikianlah, malam itu terasa sangat indah. Moonlight Sonata dan Kyra sangat menikmatinya. Mereka berjalan menyusuri pantai dan menyisakan sederetan panjang jejak kaki beda ukuran.

Setelah mendapatkan sudut pandang yang diinginkannya, Kyra sengaja duduk di atas hamparan pasir putih. Matanya terus menatap jauh ke arah kerlap-kerlip lampu hotel, seolah tak ingin melewatkan keindahannya. Seluruh eksistensinya dipenuhi kekaguman dan syukur.

This is the day the LORD has made; I'll rejoice and be glad in it. How sweet are His love, sweeter than all romantic things I have ever sensed. Truly, He means more than this world to me.

Lamat-lamat kemudian terdengar di telinganya Air Supply sedang menembangkan Goodbye. Walau lirik lagu itu tidak menggambarkan apa yang sedang dialami, namun memberi dorongan yang kuat untuk melepas apa yang selama ini digenggam erat-erat dalam hatinya. Tiada lagi tangis. Juga tiada sesal. Perlahan-lahan, ia mengangkat tangan kanan dan mulai melambaikannya ke arah sebuah bintang. Dadanya berdenyut-denyut ketika diteriakkannya dalam hati, “Goodbye Kak Laut! Goodbye Autumn Leaves! Goodbye my love!” Segera setelah itu, ia merebahkan punggung dan kepalanya di atas pasir, lalu dengan mata terpejam mereguk kebebasan hatinya. Ia begitu asyik dengan semuanya itu hingga tak sadar ada sepasang mata yang selalu menatapnya dengan kecemasan, sekaligus penuh cinta.

“Ra, udah malem. Gua antar Elo pulang yah?”

Kyra membuka matanya, bangkit berdiri, lalu mulai menatap mata bening teman masa kecilnya itu. Rupanya Moonlight Sonata juga sedang menatapnya dalam-dalam. Keduanya saling bertatapan cukup lama. Tanpa kata, tanpa suara, hanya dua bola mata yang saling beradu. Suasana itu tak terlukiskan; namun terasa mencairkan kebekuan, menciptakan keintiman, dan menumbuhkan harapan di antara dua hati. Masih dalam keheningan, keduanya bergandengan tangan menyusuri pantai dan bersama menatap masa depan. Akankah ini menjadi cinta bersemi satu malam?

Minggu, 01 Agustus 2010

BIARLAH AKU MENCINTAINYA DI HATI INI SAJA


“Apakah 17 tahun tidak cukup lama? Batin ini telah lama tersiksa oleh cinta,” keluh Kyra dalam hati. Rupanya atmosfir taman kota, membangkitkan romantisme di dadanya. Sementara sejumlah anak kecil sedang beria-ria dalam gelak-canda; Kyra justru terduduk sendiri di sebuah bangku kayu dan termenung. Awalnya ia terpikat, terikat, lalu tersedot dalam indahnya suasana. Namun, lama-lama lembayung senja yang sedang meraja itu tidak hanya sekedar menebar keindahan; melainkan juga membangkitkankan sebuah kenangan lama. Terdengar tarikan dan hembusan nafas panjangnya. Ya, sesuatu tengah bergolak dalam diri wanita berusia 33 tahun itu.

9 September 1999, taman kota ini pernah menjadi saksi bisu kepedihan hatinya. Teringat kala itu tangisnya mengucur deras membasahi bangku kayu yang sama ketika sahabatnya, Kristal Red Gracia berkata, ”Kak Laut akan menikah sebulan lagi, Ra. Menikahi Kak Sinta yang cantik itu.” Kembali terdengar tarikan dan hembusan nafasnya. Kali ini lebih panjang dari sebelumya. Yah, peristiwa itu masih membekas dalam karena cinta pertamanya harus layu sebelum benar-benar mekar.

######

Kristal dan Kyra adalah teman sekelas yang telah bersahabat sejak mereka duduk di bangku taman kanak-kanak yang berlanjut sampai ke SMA. Dimana ada Kristal, disitu ada Kyra. Kristal begitu feminin dan cantik. Dengan rambut panjang berombaknya, ia bak putri Nirmala dari negeri dongeng. Sedang Kyra, lincah dan bernyali. Jeans butut selutut dan T-Shirt adalah kostum harian kesukaannya. Potongan rambut pendeknya yang mirip Bon Jovi membuat kesan tomboy dalam dirinya makin kuat. Lewat persahabatan itu, Kyra bertemu Laut Biru Gracia, kakak Kristal yang berusia tiga tahun lebih tua darinya.

Masih jelas terbayang saat pertemuan perdananya dengan Laut. Saat itu Kristal dan Kyra yang kelas dua SMA berniat belajar Biologi bersama di kamar Kristal. Seperti biasa, kebersamaan mereka selalu diwarnai gelak-tawa. Namun, canda mereka segera terhenti oleh suara petikan gitar yang berasal dari sebuah kamar yang mereka lewati.

”Kris, siapa sih yang sedang main gitar? Merdu sekali suaranya. Kalo itu cowo, hati gua pasti luruh dah.”

”Itu kakak keduaku, Kak Laut Biru. Dia baru pulang dari Bandung. Lo kan blom pernah ketemu dia, Ra. Hahaha, pake main asal jatuh cinta aja.“

“Kak Laut Biru yang foto wisudanya ada di ruang tamu itu kan?“

“Benar sekali!“ tiba-tiba terdengar suara dari dalam kamar yang disusul suara pintu dibuka. Dari balik pintu muncul sosok pria tegap dengan tinggi 170 cm. Hidungnya mancung, kulitnya putih, dan tangannya memegang sebuah gitar berwarna biru laut.“

“Ssst, beneran Lo jatuh cinta ma dia?“ tanya Kristal.

Menanggapi pertanyaan Kristal yang usil itu Kyra hanya bisa tertunduk malu. Setelah melemparkan senyuman pada Laut, ia menarik tangan Kristal dan menyeretnya ke dalam kamar.

”Ra, apaan sih? Gua koq diseret-seret kaya sapi peliharaan Lo ajah?“

”Gua malu tau. Kira-kira kak Laut denger kata-kata gua tadi ga yah? Semoga engga. Aaaaargh, semoga engga, Kris!”

”Tenang aja, kakak gua itu dikenal tergila-gila ama gitarnya. Dia selalu bilang kalo gitar biru laut itu adalah istrinya. Sekali ada di tangannya, dunia kaya milik dia sendiri dan gitarnya, Cuy. Hahahaha! Tapi Ra, ngomong-ngomong kenapa baru kali ini gua ngeliat Lo kaya gini yah? Pipi Lo itu loh, koq kaya kerupuk udang warnanya?”

”Pipi gua kaya kerupuk udang? Apaan sih, dodol?” jawab Kyra seraya mencubit pipi sahabatnya itu.

”Iiih, Elo koq jadi genit sih? Ada yang beda, Ra. Selama ini Elo selalu anti sama cowo kan? Siapa sih cowo yang ga Elo kalahin dalam tanding sprint dan lari rintangan di pelajaran olah raga? Kalo ingat gaya preman Lo waktu nendang si Randy and waktu men-smash kepala Dodi dengan bola ping-pong, gua selalu berpikir Elo itu anti ama cowo.”

”Enak ajah! Gua ga pernah bilang gua anti cowo kali?”

”Iya, tapi....”

”Cowo-cowo di sekolah kita itu cupu dan kekanak-kanakan. Gua empet sampai perasaan gua mampet ma mereka, Kris. Hahaha! Kakak Lo beda. Permainan gitarnya sempurna. Asli, gua naksir Kak Laut deh.”

”Alaaaah, paling cinta monyet ajah.”

Candaan mereka terhenti hingga hening sejenak ketika terdengar dengan jelas suara petikan gitar Laut Biru yang mengalunkan Autumn Leaves.

”Kris, Lo mau ga berjanji sama gua?” kata Kyra memecah keheningan.

”Iyah, apa sih yang ga buat Lo, Nona Kyra Melody yang tomboy?”

”Kris, gua ga lagi bercanda. Please, jangan bilang Kak Laut soal perasaan gua. Gua... gua ingin menikmati hal yang baru ini dulu... sendiri.”

”Okelah kalo begitu. Lagian gua ga mau Elo lebih akrab sama Kak Laut dibanding gua. Hahahaha!”

Perkenalan tersebut jadi batu peringatan yang indah buat Kyra. Sejak saat itu, di lamunannya hanya ada Laut Biru seorang. Hatinya sungguh-sungguh dikuasai sosok pria dengan gitar biru lautnya itu. Malam-malamnya kini tak lagi dihabiskan dengan membaca berulang-ulang setumpuk komik Kungfu Boy dan Topeng Kaca; melainkan dengan duduk di atas atap rumahnya yang landai sambil menatap bulan dan bintang-bintang. Bukan menyaingi Raja Daud, sang pujangga. Kyra nampak lebih mirip pungguk merindukan bulan, camar merindukan lautan.

Bagi Kyra, jatuh cinta adalah sebuah sensasi yang baru. Ada letupan-letupan dalam perasaannya yang hanya bisa diredakan oleh satu nama. Ada gaya magnet yang tak terkendali oleh remote control di otaknya. Bawaannya kangen melulu, ingin dekat dengannya melulu, mau melihat wajahnya melulu. Kyra benar-benar dikendalikan oleh sejumlah rasa yang melebur jadi satu dalam sebuah istilah yang disebut cinta. Manis karena membuatnya melayang-layang setiap kali wajah sang pujaan membayang. Pahit karena tak tahu bagaimana mengungkap rasa yang ada. Indah karena mengukir harap dan membuai mimpi. Getir karena cemas menindas dan cemburu memburu.

Cinta bagai mengikis kesadaran dan gambaran diri yang selama ini ditatahkan pada dirinya sendiri. Demi cinta, ia rela mencoba mengenakan gaun, sepatu high heel, dan memoles wajah yang selama ini selalu polos dengan alien yang bernama make up. Walau tak mampu menahan godaan dan tawa orang-orang di sekitarnya, walau sangat tersiksa karena merasa tak menjadi dirinya sendiri; toh semua itu dilakukannya dengan sesadar-sadarnya. Ia ingin Laut memperhatikannya, namun di sisi yang lain juga begitu malu berdekatan dengan punjaannya. Paradoks perasaan itu begitu membingungkannya. Itu sebabnya ia merasa sudah cukup puas walau hanya melihatnya dari jauh.

Semua itu terjadi berulang-ulang dan bagai menjadi sebuah tarik-menarik yang tak berujung, sampai suatu saat ketika didengarnya berita rencana pernikahan itu dari mulut sahabatnya sendiri. Saat itulah sensasi cinta pertamanya bagai balon yang mengempis. Perasaannya dihancurkan oleh cinta bertepuk sebelah tangan. Hatinya dipatahkan oleh rasa yang tak terbalas. Di kursi kayu itu dan sambil berurai air mata, ia menaikkan doa.

Terima kasih Tuhan untuk sebuah rasa...
Bukti keberadaan hamba sebagai mana yang Engkau cipta.
Walau begitu pedih-perih dan penuh derita,
Tiada ku menyesali datangnya cinta.

Ambil, ambilah dan bawalah jauh-jauh!
Bukan, bukan sekedar menyampaikan keluh,
Jika Engkau berkehendak, hamba kan patuh,
Bahwa cintanya memang bukan tempatku berlabuh.

######

Peristiwa itu telah lama berlalu, namun toh mengenangnya masih mampu membuat Kyra menitikkan air mata.

“Apakah 17 tahun tidak cukup lama? Batin ini telah lama tersiksa oleh cinta," keluh Kyra dalam hati. Keluh itu adalah sebuah jeritan hati yang tak sanggup menyingkirkan sosok Laut Biru yang telah mengisi hatinya selama 17 tahun belakangan ini.

”Hei, kenapa kamu menangis?” tiba-tiba terdengar suara seorang pria menghentikan aktifitas putaran memorinya.

”Eh, Kak Laut. Sudah lama ada di sini dan menatap saya dalam keadaan begini?”

”Ga koq, aku baru aja nyampai. Maaf yah, udah buat kamu menunggu lama. Baru saja mengantar Sinta, mantan istriku, ke dokter mata. Nih, ada titipan dari Kristal. Dia ngomel melulu dan memintaku segera mengantarkan strawberry ini untukmu. Dasar bawaan orok anak kedua kali. Padahal waktu hamil anak pertama dia ga secerewet itu. Hahahaha.”

”Kak, saya turut sedih atas perceraian Kakak dengan Kak Sinta. Saya akan berdoa supaya Kak Laut bisa bersatu lagi dengan Kak Sinta dan Rico. Kasihan Rico kalo harus menanggung dampak perceraian kedua orang tuanya. Maaf, saya bukan sok menasehati. Bukankah perceraian tidak dikehendaki Tuhan?”

”Iya, aku tahu. Terima kasih buat perhatianmu. Kamu sendiri gimana? Kapan akan menikah?”

”Doakan saja yah, Kak. Doakan Tuhan akan beri yang terbaik buat saya. Hmmh, udah jam 6 sore. Saya harus berangkat ke stasiun kereta. Terima kasih dan salam buat Kristal yah Kak.”

”Oke, hati-hati di jalan. Kapan-kapan kalo pulang kemari berilah kabar.”

”Baik Kak, selamat tinggal. Daaaaah!”

Untuk terakhir kalinya sebelum pergi, Kyra menatap lekat-lekat punggung Laut Biru yang telah berbalik dan melangkah meninggalkannya.

”Ah, dasar si dodol Kristal. Masih sempat-sempatnya, cewe centil itu menjodohkan aku dengan Kak Laut setelah sekian lamanya. Aku memang masih sangat mencintai Laut Biru Gracia dan tak dapat melupakan suara petikan gitarnya yang mengalunkan Autumn Leaves. Namun, 17 tahun cukup sudah. Bukan kepahitan cinta atau trauma. Hanya saja, hidup telah mengajarkan bahwa cinta itu tidak selalu berarti saling memiliki. Cinta adalah bahagia bila dia bahagia. Maka, mohon buatlah dia bahagia. Dan jika cinta itu tak mau pergi juga, biarlah aku mencintainya di hati ini saja.”