Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Selasa, 25 Mei 2010

TREAT YOUR SELF, TRAIN YOUR EGO = HIDUP BERKELIMPAHAN (Selayang pandang kehidupan bersama TUHAN)



Film yang bercerita tentang si Raksasa Hijau (ogre) bernama Shrek emang selalu memikat. Selain pull dengan adegan-adegan lucu dan menyegarkan, film Shrek juga nawarin tema-tema penuh makna. Makanya, film terakhir yang judulnya Forever After ini ga bakalan gue lewatin dah.

Alkisah, Shrek dan Putri Fiona akhirnya bagaikan dianugerahi live happily ever after. Mereka punya tiga anak yang cutez abiz. Shrek ga lagi jadi raksasa ijo yang ditakutin orang, melainkan dikelilingin para sohib yang menceriakan hari-harinya (Si Donkey + istri naga + 2 anaknya, Si Puss in The Boot, dll). Sayangnya, kehidupan yang perfect itu ga long lasting. Shrek ngalamin kejenuhan akibat rutinitas yang bergulir-mengalir tiada akhir… bangun, urus anak, bantu istri, party with his palls, tidur, bangun lagi dan berputar gitu terus. Hidup yang tadinya fun berubah jadi ga asyik lagi gara-gara ada tambahan kata “ever after.” Rutinitas yang ever after emang nampak bikin dia kehilangan privasi. Gara-gara itu, dia jadi kangen kehidupan lamanya yang tenang tanpa gangguan. Itulah yang kemudian ngedorong dia terikat kontrak sihir sama si cilik nan licik, Rumpelstiltskin, yang hidupnya kacau beliau gara-gara kepahlawanan Shrek. It’s too bad karena dia rela tukar salah satu hari di masa kecilnya hanya demi dapetin sehari menjadi Shrek yang lama. Saking mupeng-nya, dia jadi ceroboh dan biarin Rumpelstiltskin pilih sendiri semaunya. Coba tebak, Rumpelstiltskin pilih hari yang mana? Hari kelahiran Shrek. Ck, ck, ck (geleng kepala)… licikkkkk.

Ngeri deh, sebab momen dimana dia nikmatin sehari jadi Shrek yang lama itu justru akan jadi akhir keberadaannya. Yuuupz, sejarah pun berbelok. Hari kelahiran Shrek dihapus maka ga ada Shrek. Ga ada Shrek maka ga ada hero yang cium Fiona. Ga ada hero yang cium Fiona maka ga ada yang halangin ikatan kontrak sihir antara Papa Fiona dengan Rumpelstiltskin. Istana milik Papa Fiona pun bener-bener dikuasai Rumpelstiltskin dan para penyihir jahat lainnya. Fiona yang dilukai oleh harapan tak terkabulkan memilih berjuang sendiri… menjadi tangguh sekaligus mematikan perasaan cinta. No marriage, no kids, no life for Shrek. Saat itulah dia ngerasain betapa berharga hidup yang pernah dicapainya bersama Fiona, tiga anaknya, dan all sohib. Dia sungguh-sungguh ngerasa bego udah tukar hidup barunya dengan sehari jadi Shrek yang lama, yang dijauhin orang, yang sendirian. Bener-bener ga sebanding bukan? Terngiang jelas ucapan Fiona, “Kamu punya istri yang mencintaimu dan anak-anak yang manis. Kenapa hanya kamu yang ga menyadari itu?”

It’s cool! Film animasi yang bikin gue ngerogoh kocek Rp. 15.000,00 ini ternyata bisa juga dipake Tuhan buat ngelengkapi perenungan yang mahal soal hidup. Gue belajar gimana mengatasi dan mengendalikan diri. Kuncinya simple, walau prakteknya sih pastinya bikin lieur… yaitu treat your self, train your ego. Yeah, kuncinya mah ada pada diri sendiri. Treat your self artinya memperlakukan diri sendiri dengan baik dan sewajarnya. Istilah lainnya adalah mengasihi diri, bukan mengasihani diri atau memuja diri sendiri. Mengasihi diri artinya bisa ngeliat keberhargaan diri dan puas dengan itu. Apa yang ada dipakai dengan maksimal. Apa yang ga ada ga dipaksain harus selalu ada. Dampaknya adalah bisa menikmati diri dan hidup itu sendiri. Ga ada keadaan apapun yang bakal bikin dia stuck atau makin mundur. Kepuasan dalam hidup meng-create kelenturan ketika dihadang tembok tantangan. Ini ga berarti kita jadi mati rasa, melainkan ga akan disetir mood yang dirusak luka dan duka, serta ga terlena oleh suka dan bahagia. Menangis atau meratap sewajarnya, lalu bangkit menatap masa depan. Tersenyum atau tertawa sewajarnya, sambil tetap waspada, sambil terus berusaha. Jika berlangsung terus-menerus, kondisi ini bakal buat kita makin bertumbuh karena sebenernya kita sedang investasi karakter. Setahap demi setahap, pelahan tapi pasti... kita akan jadi kokoh dan semakin ahli dalam hidup. Ahli dalam hidup akan mempersiapkan mati. Siap mati berarti menuju hidup. Benarlah kalo bukan materi, kesuksesan, atau kecantikan yang Tuhan cari; melainkan karakter yang dibangun di atas Dia.

Yang beginian ga akan bisa diraih kalo kita ga train our ego. Kendali terhadap ego kita bagai ayunan sebuah pendulum. Terlalu menceng ke kiri jadi ga PD. Hasilnya mengasihani dan meratapi diri. Ga bakal bisa ngeliat apa yang dipunyai sehingga ngerasa kurang terus. Ujung-ujungnya ga bisa liat orang lain dapatin bahagia atau sukses. Gampang iri dan cembokur karena ga aman dengan dirinya lalu terpisah dari sesama. Jadi galak kaya singa betina yang terluka. Sebaliknya, terlalu menceng ke kanan jadi over PD. Hasilnya, ngerasa paling ... dibanding yang lain. Kalo keterusan, dunia ini dikiranya milik sendiri. Yang lain dianggap cuma numpang. Semua harus ikut maunya… egois. Jadi, melatih ego supaya imbang itu penting. Ego ga boleh di-treat terus supaya ga jadi sombong.

Jujur, gue rada terganggu sama realita bahwa banyak “jomblowan/wati”, baik orang biasa maupun hamba Tuhan, yang punya sikap dan karakter ga menyenangkan—seperti yang gue sebutin di atas—gara-gara statusnya. Akibatnya, muncul stereotip negatif buat para jomblowan/wati, khususnya yang udah berumur. Gue ambil konteks para jomblo bukan buat nambah penderitaan ato tekanan loh. Gue sharing ini karena gue care dan gue sendiri juga adalah jomblo koq. Gue ga malu dan ga malu-maluin diri sendiri karena itu. Hehehe… intinya, gue ga mau suatu saat stereotip itu menjadi nyata dalam hidup gue. Bukan berarti mo menjomblo selamanya, tapi hidup ini emang unpredictable kan?

Belajar dari Shrek, gue kemudian ngedaftar kekurangan gue. (1) Gue ga cantik, pendek, dan rada montok. (2) Gue ga punya pacar. 3) Gue ga punya tabungan buat masa depan. Barang-barang gue sebagian besar murahan dan second punya/bekas. (4) Gue ga punya Papa. (5) Gue ga pinter bahkan dianggap terlalu naïf ato polos. Hehehe…

Tapi, ga berhenti di sana. Sekarang gue ngedaftar apa yang gue punya. (1) Gue punya Yesus yang mengasihi, menyelamatkan, dan mau pake gue jadi hamba-Nya. Tuhan gue kaya dan ga tahu gimana caranya sampai saat ini gue dan keluarga ga pernah kekurangan. (2) Gue masih punya Mama yang super-duper baek dan masakannya bikin gue ketagihan. (3) Gue punya dua adik yang baik dan siap bertumbuh sama-sama dengan cicinya. (4) Gue punya Papi angkat yang walaupun lagi sakit kanker paru-paru masih sempet nanyain keadaan gue sekarang gimana. Hikz… jadi terharu. (5) Gue punya para mentor dan senior yang jadi teladan dan beri kekuatan di masa-masa sulit. Emang ga terlalu dekat gimana sih sama mereka, tapi bersyukur diijinin ngeliat hidup mereka dan pelan-pelan merangkak to their position. (6) Gue punya sohib-sohib yang selalu siap bertanya, “Gimana kabarmu, Sist?” Sohib yang bener-bener care sampe berkata, “I feel you.” Sohib-sohib yang membuat gue ngerasa jadi bagian dari sesuatu… not alone. (7) Gue punya tempat pelayanan yang ga mudah; namun pastinya buat gue bertumbuh. (8) Gue punya rekan-rekan sepelayanan yang bikin lieur, namun sekaligus ngebentuk gue jadi lebih baik. (9) Gue punya teens yang suka menghina penampilan gue—rambut keriting dan jerawatan—namun menjadi pelangi yang membawa warna-warni cinta di hidup ini. (10) Gue punya sisa umur yang meski ga tahu berapa lama lagi, namun pastinya bisa dipake buat jadi berkat. Hei… amazing! Sebenernya masih banyak yang mo gue daftar di bagian ini. Cukup deh! Segini aja udah kelihatan perbandingannya. I'm rich you know?

Rumus pendulum yang seimbang ini ternyata bikin gue ngeliat bahwa apa yang gue punya udah lebih dari cukup buat ngejalani hidup ini. Dengan begitu, gue teteup adalah manusia yang utuh, walo punya predikat jomblo. Sebelum ngedaftar semua ini, gue ga bener-bener sadar dengan apa yang gue miliki. Sekarang gue bener-bener puas. Wanna try it?

Tahu ga apa yang bikin pendulum ego kita ada di tengah? Jesus… yess, Jesus! He is The One and The Only One. Dia sendiri bilang, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh 10:1-10).” Kasih, kuasa, dan kebenaran-Nya mengalihkan dunia kita dari diri sendiri kepada diri-Nya. Hahaha… gimana ga? Dia beri hidup-Nya supaya kita hidup. Dia yang berhak atas hidup kita. Ketika Dia berkuasa, Dia ada di kanan dan di kiri menutupi ego kita. Jadi, pendulum itu teteup ada di tengah karena bukan kita fokus-Nya. Yesuslah yang dapat porsi lebih besar dari pada ego kita. Kayanya bakal lieur alias ga mudah jalannya. Tapi, gue ga bakal mau menukarnya buat nikmatin hidup sehari tanpa Yesus. Ga bakalan mau kehilangan keberadaan gue sebagai pewaris kerajaan hanya demi sesuatu yang semu. Ini rupanya yang bikin gue ngerasain merdeka yang melampaui segala realita. Belief me, it feels good! Wanna feel it? Treat your self, train your ego = hidup berkelimpahan. Met berjuang bersama gue, sobat! Wkwkwkwk… ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar