Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Jumat, 25 September 2009

Belas Kasih, Denyut Kehidupan KRISTEN SEJATI



Nast: Matius 9:35-39

Ketika menyusuri koleksi buku-buku di Perpustakaan Solomon GKKA Denpasar, mata saya tak dapat beranjak dari sebuah buku bercover kuning terang. Ini adalah Jurnal berbentuk majalah yang bernama National Geographic Indonesia edisi Februari 2007. Saya tertarik mengambil dan membacanya beberapa kali karena judulnya berbunyi: “Memahami Sang Pembunuh” dengan sebuah gambar jantung di sana.

Artikel-artikel utama di dalamnya tidak hanya memikat mata saya; melainkan juga menyayat hati saya dengan flashback duka. Kira-kira tiga tahun yang lalu, penyakit jantung pernah memutus nafas hidup dan merenggut papa dari keluarga saya. Jantung sesungguhnya adalah sebuah pompa berisi darah, seukuran kepalan tangan, yang kontraksi ritmisnya (gerakan kembang-kempis secara beraturan) telah membuat kita tetap hidup sampai saat ini.

Selain merupakan sebuah organ tubuh, secara metaforis jantung adalah pusat emosi jiwa, sebuah simbol cinta dan kasih sayang. Inilah splagchna yaitu sebuah kosakata bahasa Yunani yang dipakai dalam nast firman Tuhan kali ini. Splagchna dapat berarti organ dalam dari tubuh manusia, namun di dalam Alkitab seringkali dipakai dalam arti belas kasih. Sebuah unsur kasih yang berasal dari dalam diri kita.

Banyak orang mungkin berpikir bahwa belas kasih adalah sesuatu yang sudah ada dan dimiliki oleh semua orang di dunia ini. Bukankah sebagian besar orang akan merasakan belas kasihan kalau melihat anak-anak yang mengemis di pinggir jalan; melihat seorang janda yang tua, miskin, dan hidup sebatangkara; atau melihat derita para korban bencana alam dalam barak-barak penampungan? Kalau memang belas kasih ada di dalam diri setiap orang secara natural, kenapa dunia kita ini masih dipenuhi oleh kemiskinan, kelaparan, perang, dendam, kebencian, pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, dan kejahatan-kejahatan lain yang semakin pintar dan profesional? Tengok saja sekeliling kita. Fenomena yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin sangat mewarnai suasana ekonomi bangsa kita ini. Apalagi kalau mencermati kata “belas kasih” dalam bahasa Indonesia yang hanya berarti turut merasa iba ketika melihat orang lain menderita. Sungguh dangkal sekali artinya, seolah-olah ketika ada orang yang kurang beruntung kita mengatakan: “Wah kasihan sekali dia.” Setelah itu kita memberikan sesuatu untuk membuat dia tersenyum dan merasa senang lalu selesai begitu saja.

Bukan, bukan itu. Belas kasih yang dirasakan Yesus dalam ay. 36 memiliki arti yang lebih dalam. Ketika Yesus melihat orang banyak yang lelah dan terlantar seperti domba yang tak bergembala, maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka. Inilah splagchna yaitu belas kasih yang radikal. Artinya, Yesus turut merasakan penderitaan mereka, turut menangis bersama mereka. Itu sebabnya Yesus bergerak untuk melayani secara utuh/holistik, bukan hanya sekedar membuat mereka tersenyum gembira. Lebih dari semua itu, Yesus membawa mereka kapada Allah dengan taruhan nyawa-Nya.

Karena belas kasih Yesus, maka ada komunitas yang menyebut dirinya Kristen. Karena belas kasih Yesus, maka ada kita sekarang ini yang dapat dengan bebas menikmati persekutuan dengan Allah. Belas kasih Yesus adalah pompa yang menghasilkan denyut kehidupan Kristen sejati. Ketika Kekristenan hidup maka akan ada jiwa-jiwa yang terhilang dibawa dan dipersembahkan kepada Allah untuk diselamatkan. Masalahnya sekarang adalah apakah Kekristenan sejati masih hidup di tengah-tengah dunia, di Indonesia, sehingga dapat dirasakan pengaruhnya seperti Yesus bagi zaman-Nya dan bahkan sampai sekarang ini? Tanda-tanda kehidupan Kristen sejati dapat dideteksi/diketahui jika setiap orang percaya tergerak untuk melakukan setidaknya tiga hal yang telah Yesus lakukan untuk orang lain:

1. Memberikan sentuhan kasih secara langsung dan konkret (nyata).
Belas kasih adalah sesuatu yang berasal dari dalam hati nurani kemudian mengalir keluar dalam bentuk tindakan. Mari kita telusuri apa sih yang paling menggerakkan diri Yesus.
a. Ketika melihat orang yang menderita sakit kusta, buta, dan sakit penyakit lainnya; Ia menaruh belas kasihan lalu menyembuhkan mereka (Mat 14:4, 20:3; Mrk 1:41).
b. Ketika Yesus melihat orang banyak yang telah mengikutinya selama tiga hari dan kelaparan karena tidak mempunyai makanan, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan lalu Ia memberi mereka makan roti dan ikan (Mat 15:32; Mrk 6:34, 8:2).
c. Ketika Yesus berjumpa dengan seorang janda di kota Nain yang sedang menangis sedih karena ditinggal mati oleh anak laki-laki satu-satunya, maka hati-Nya tergerak oleh belas kasihan sehingga Ia menghibur janda itu dan membangkitkan anaknya yang mati itu (Luk 7:13).

Rupanya penyakit, kelaparan, dan kesusahan dunia adalah alasan mengapa Yesus giat berkeliling untuk melayani. Ia tidak pernah pilih-pilih orang dan tempat pelayanan. Buktinya, Ia melayani dari kota sampai ke pekuburan. Ia melayani dari pejabat hingga si kusta dan si pemungut cukai yang dikucilkan. Ia melayani dari orang Yahudi yang adalah kaum-Nya hingga orang Galilea yang dianggap kafir. Hidup-Nya selalu dipersembahkan bagi kepentingan Allah dan manusia, bukan diri-Nya sendiri. Itu sebabnya Ia rela kurang istirahat, kurang tidur, dan kurang makan. Ia menempatkan diri-Nya menjadi seorang Gembala yang baik, yang ingin agar domba-domba-Nya tak kekurangan.

Dengan kemampuan-Nya membuat berbagai-bagai mujizat, Ia sebenarnya bisa saja meraih keuntungan dari orang yang butuh pertolongan-Nya. Namun, Ia tidak pernah melakukannya. Ia melayani dengan sukarela semata-mata karena Ia tak dapat tahan melihat orang yang menderita. Ia merasakan derita yang sama sehingga tergerak mengulurkan tangan untuk menyembuhkan bagian-bagian tubuh mereka yang sakit, memberi mereka makan, dan menghapus air mata mereka. Itulah sentuhan kasih secara langsung dan konkret (nyata). Kepala, mata, hati, tangan, kaki, dan seluruh keberadaan diri Yesus begitu aktif dan peka terhadap kesusahan manusia sehingga Ia tidak seperti para pemuka agama yang mengabaikan penderitaan orang lain demi mengutamakan ibadah. Bukankah ibadah yang sejati adalah melakukan kehendak Tuhan? Yesus sangat paham bahwa Allah sangat mengasihi manusia. Oleh karena itu, ibadah yang sejati bagi-Nya adalah mempersembahkan hidup untuk berbagi kasih dengan orang lain, khususnya kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan-Nya. Bukan hanya mengamati lalu berlalu begitu saja, atau bahkan menghindarinya supaya tidak direpotkan dengan masalah orang lain.

Mari mengamati helikopter dan kapal selam. Helikopter biasa dipakai untuk mengamati berbagai peristiwa dari udara. Memang dari dalam helikopter, seseorang bisa terlibat untuk memberikan informasi mengenai suatu peristiwa. Namun, secara pribadi tidak langsung terlibat dalam peristiwa. Lain halnya denga kapal selam. Kapal selam dibuat sedemikian rupa agar tidak mudah dilihat. Ia akan terus berjalan menyelam selagi ada bahaya dan akan muncul ke permukaan kalau situasi sudah aman.

Keduanya sungguh merupakan sebuah teknologi yang canggih. Akan tetapi Bp. Jonathan L. Parapak justru memakai kedua teknologi tersebut untuk menggambarkan kondisi orang Kristen saat ini. Beliau menyebutkan bahwa orang Kristen helikopter seringkali cuma jago mengamati, tetapi enggan terlibat langsung. Setajam silet beliau berkata bahwa di tengah situasi bangsa yang sedang menghadapi krisis multi dimensi dan berbagai bencana, banyak gereja dan orang-orang percaya yang jago mengamati. Akan tetapi, sedikit yang mau turun langsung membawa perbaikan. Selain itu, ada juga orang Kristen kapal selam yang risih menjadi kaum minoritas di tengah bangsa kita. Oleh karena itu, untuk amannya mending diam-diam aja di rumah. Ke gereja kalau penting-penting aja, yaitu pada waktu Natal, Paskah, dan pemberkatan nikah. Ikut pelayanan dan bergaul dengan orang susah dianggap bikin repot. Sebentar-sebentar didatangi orang untuk minta tolong ini dan itu, pinjem duit lah, minta didoakanlah, dengerin curhat dan kesusahannya. Belum lagi sumbangan dan persembahan ini dan itu.

Jika semua orang percaya menjadi seperti helikopter dan kapal selam, maka denyut kehidupan Kristen Sejati akan segera melemah. Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat akan mati.
Mari kita bayangkan betapa sedihnya Tuhan Yesus.

Oleh karena itu, sesungguhnya tidak ada tempat bagi Kristen helikopter dan kapal selam dalam kehidupan Kristen sejati. Sebab kehidupan Kristiani bukanlah status agama dalam KTP agar tidak dianggap atheis. Kehidupan Kristiani sesungguhnya adalah perlombaan yang memerlukan disiplin, komitmen, dan mata yang tertuju kepada Tuhan. Sehingga serepot apapun, seburuk apapun, sesulit apapun, kita tidak akan mengamati saja atau bahkan menghindarinya. Karena kita tahu bahwa segala sesuatu dapat dipakai untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap kita yang percaya kepada Tuhan (Roma 8:28).

Bangsa kita saat ini sedang memerlukan anak-anak bangsa yang terbaik untuk membawa perubahan dan perbaikan. Dan sangat mungkin bahwa kita sebagai anak-anak Tuhan dan hamba-hamba Tuhan akan dipanggil juga untuk terlibat memberikan yang terbaik bagi Indonesia, bagi masyarakat sekitar kita, bagi saudara-saudara seiman kita, bagi mereka yang membutuhkan ulur tangan kita. Oleh karena itu, tidak ada orang Kristen sejati yang boleh berambisi untuk mengumpulkan uang bagi dirinya sendiri. Tidak ada orang Kristen sejati yang dapat menahan-nahan berkat untuk dirinya sementara melihat ada orang lain yang kelaparan. Tidak ada orang Kristen sejati yang sanggup menutup mata dan telinga ketika ada orang yang menangis kesakitan atau meratap dalam duka. Tidak ada orang Kristen sejati yang tahan diam dan melipat tangan saat ada orang yang meringkuk butuh dipeluk, menggapai-gapai ingin dibelai, dan menengadah rindu untuk dijamah. Siapkah kita, memberikan sentuhan kasih secara langsung dan konkret kepada mereka?

Sentuhan kasih yang langsung dan konkret memang sangat penting. Akan tetapi, semua itu tidaklah cukup. Segala bentuk bantuan yang dapat kelihatan oleh mata akan lebih lengkap dan sempurna jika kita juga membagikan/memperkenalkan Tuhan, Sang Penyedia keselamatan dan hidup kekal. Dengan demikian, hal kedua yang harus kita lakukan adalah:

2. Mengabarkan Injil dan mengajarkan kebenaran.
Injil dan kebenaran Allah adalah sesuatu yang sangat berharga dan bernilai kekal. Injil sangat penting untuk roh kita yang kekal agar sampai diperhentian yang tepat, yaitu kehidupan kekal dan bukan kematian kekal. Sayangnya tidak semua orang mengenal dan menerimanya. Bahkan mungkin ada banyak yang tidak mengenal daripada yang mengenalnya.

Itu sebabnya di ay. 37 Yesus mengatakan: Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Tuaian itu adalah jiwa-jiwa yang tersesat. Yang tidak mengenal namun merindukan Yesus. Kenapa mereka begitu merindukan Yesus? Bagaimana tidak? Umat yang mendapat berkat untuk menjadi berkat ternyata tidak melakukan bagiannya. Bangsa Israel pada waktu itu, hanya sibuk dan ribut dengan ritual-ritual agamanya sendiri, tetapi melupakan kerinduan hati Allah yang begitu mengasihi semua manusia, termasuk bangsa kafir. Mereka, begitu bangga jadi umat pilihan Allah sehingga tak pernah putus harap menanti kejayaan Israel. Akibatnya, mereka memandang rendah bangsa lain.

Semua itu sebenarnya tak lepas dari kesalahan para pemimpin agama mereka. Para pemimpin Yahudi yang seharusnya mengajarkan kebenaran, malah membingungkan orang banyak dengan fanatisme berlebihan terhadap hukum Taurat. Pemimpin yang seharusnya melepaskan mereka dari derita penjajahan, malah menimpakan beban berat dengan ritual-ritual agama yang melenceng tujuan dan esensinya. Pemimpin yang seharusnya memperkenalkan Yesus sebagai Mesias yang sekian lama dinanti-nanti, malah memfitnah dan membunuh-Nya di atas kayu salib.

Itu sebabnya, mereka butuh Yesus yang dapat memindahkan mereka dari jalur menuju maut ke jalur menuju hidup. Mereka butuh Yesus yang menguasai kebenaran dan yang adalah Kebenaran itu sendiri. Yesus adalah seorang Guru Agung. Ia tidak hanya menyembuhkan sakit penyakit, memberi makan orang banyak, dan bersimpati pada duka orang lain. Ia memang sanggup membuat berbagai mujizat. Akan tetapi, Ia sangat sadar bahwa kehadiran-Nya di dunia adalah untuk mengabarkan injil dan mengajarkan kebenaran.
* Injil adalah kabar gembira bahwa Allah begitu mengasihi dunia sehingga Ia mengutus Yesus datang untuk menyelamatkan manusia. Siapa yang percaya pada-Nya akan diselamatkan.
* Kebenaran adalah bahwa selain penuh kasih, Allah juga adil. Ia sangat membenci dosa sehingga setiap orang percaya harus menguasai diri dari dosa dan menjadi serupa dengan Yesus.
Itulah yang diwartakan Yesus ketika berada di Bait Allah, sinagoga, bukit, desa, pantai, dan di mana saja. Ia begitu giat dan kreatif agar orang banyak dengan mudah dapat memahaminya.
Ya, injil dan kebenaran Allah adalah hal penting yang paling dibutuhkan oleh orang banyak. Yesus ingin mata mereka tertuju pada Allah, bukan mujizat-mujizat yang memberikan kepuasan secara jasmani.

Sebelum menjalani praktek-praktek pelayanan saya adalah orang yang paling gampang jatuh kasihan. Saya sering kehabisan uang sebelum waktunya karena sering memberi atau meminjamkan uang kepada orang lain yang membutuhkan. Karena sifat heroik saya itu, saya sering ditipu dan dimanfaatkan orang sehingga sering juga timbul penyesalan setelah melakukan kebaikan. Setelah memasuki masa praktek, saya belajar banyak tentang belas kasih yang penuh hikmat. Seorang hamba Tuhan senior di tempat pelayanan weekend saya meneladankan hal ini. Ketika ada jemaat yang mengeluh kekurangan uang, ia tidak gampang terseret emosi untuk mengeluarkan dompetnya dan memberi sejumlah uang. Saya sempat panas dan bertanya dengan ketus: “Pak, bukankah gereja seharusnya segera bertindak?” Terus terang saja, waktu itu saya sebenarnya sudah siap untuk memberikan lembaran uang seratus ribu saya yang terakhir buat jemaat itu. Tetapi, tidak jadi karena hamba Tuhan itu berkata: Ve, uangmu itu sungguh-sungguh ga ada artinya buat dia. Paling dua-tiga hari sudah habis. Setelah itu, bagaimana nasib mereka? Mereka akan minta lagi padamu atau pada orang lain. Kalau tidak minta, ya berhutang. Lama-lama meminta belas kasih dan berhutang menjadi kebiasaan hidup mereka. Itu bukan perubahan hidup, melainkan menjerumuskan orang. Pemberian harus diimbangi dengan injil dan pengajaran.

Saat merenungkan bagian ini, saya pun mengangguk-angguk membenarkan perkataan hamba Tuhan tersebut. Karena apa? Selain cuek terhadap situasi sekitar, orang Kristen juga sering dinilai sebagai pabrik kasih tanpa hikmat. Gampang menyumbang dan berderma, tapi malas mengajarkan keterampilan yang diperlukan. Gampang kasihan, tapi malas mengarahkan kepada kebenaran. Gampang bersimpati dan berempati dengan kesusahan orang, tapi susah pergi menginjili. Gampang menghafal ayat-ayat Alkitab, tapi sulit melakukannya.

Jika dipertahankan terus, sikap demikian akan menyesatkan. Orang tidak akan lagi mencari Tuhan. Mereka datang ke gereja dan menjadi Kristen hanya untuk mendapat kesejahteraan hidup. Mengabarkan injil dan mengajarkan kebenaran memang tidak mudah. Bahkan seringkali merepotkan. Kita dituntut untuk tahu kebenaran lebih banyak sehingga harus benar-benar menguasai Alkitab. Kita dituntut hidup lebih benar sehingga bisa jadi teladan. Kita dituntut untuk rela meluangkan waktu dan tenaga lebih untuk mendampingi, memperlengkapi, mengarahkan, dan mengampuni jika mereka gagal. Kita dituntut untuk tidak kenal menyerah untuk menegakkan kebenaran kepada orang yang paling bebal sekalipun. Siapkah kita mengabarkan injil dan mengajarkan kebenaran?

Mengabarkan injil dan mengajarkan kebenaran memang adalah tugas kita sebagai orang percaya. Akan tetapi, kita sesungguhnya tak dapat jalan sendiri untuk menjangkau jiwa-jiwa yang tersesat itu. Kita butuh Tuhan untuk menolong kita karena Dialah Tuan, Sang Empunya ladang itu sendiri. Oleh karena itu, hal ketiga yang harus kita lakukan adalah:

3. Berdoa bagi pekerjaan misi Allah.
Seperti yang sudah sering kita dengar. Doa adalah sebuah disiplin rohani yang sangat akrab di telinga kita, namun juga yang paling sulit dilakukan. Padahal doa seharusnya merupakan pusat kerohanian setiap orang percaya. Mengapa demikian? Karena doa merupakan sarana komunikasi antara roh kita dengan Roh Allah. Dengan berdoa, kita menyatakan kita lemah dan Allah itu kuat sehingga kita butuh Tuhan. Dengan berdoa, kita memproklamasikan bahwa kita adalah hamba yang tunduk dan berbakti hanya pada Allah dan kehendak-Nya.

Itu sebabnya Yesus berkata dalam ay. 38: Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Ketika membacanya, ada beberapa pertanyaan yang terlintas dalam pikiran saya:
a. Mengapa sih Yesus berkata seperti itu seolah-olah Ia tidak punya kuasa untuk melakukan sesuatu?
b. Kalau pun bisa dan tidak bersedia, bukankah Yesus bisa meminta Allah untuk mengirimkan malaikat-malaikat-Nya?
c. Mengapa kita harus meminta agar Allah mengirimkan pekerja-pekerja dari antara kita, manusia yang lemah dan terbatas?

Salah satu kebenaran yang bisa menjawab pertanyaan tersebut adalah bahwa Yesus Kristus mau menjadikan manusia sebagai rekan kerja-Nya. Ia berkata: “Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit.” Bagaimana tidak, untuk seluruh dunia hanya ada Yesus dan 12 orang murid-Nya. Selain itu, dengan 3½ tahun Yesus dan para murid hanya menyusuri tanah Palestina saja. Sementara Dunia yang luas juga begitu merindukan Sang Mesias.

Yesus masih ingin agar seluruh penjuru dunia, termasuk sudut-sudut kumuh dan ujung-ujung primitif yang tak terjangkau, mendengar injil kabar baik itu. Akan tetapi, mereka tidak akan pernah mendengarnya jika tidak ada yang meraih tongkat estafet dari Yesus dan ke-12 orang rasul. Tidak akan pernah mendapatkan keselamatan jika tidak ada yang tergerak untuk menginjili mereka. Itu sebabnya Yesus meminta para murid-Nya untuk berdoa kepada Allah dengan doa yang berasal dari hati yang penuh belas kasih kepada orang lain; doa yang lahir dari kebutuhan, doa yang dengan sungguh-sungguh dinaikkan. Untuk apa? Supaya Allah mempersiapkan prajurit-prajurit injil dari generasi ke generasi. Agar Allah terus menumbuhkan tunas-tunas zaman yang peka dengan bunyi denyut jantung Allah.

Sebelum percaya Yesus dengan sungguh-sungguh, saya sangat takut dengan kematian. Saya takut sekali kalau-kalau ada keluarga saya yang meninggal. Suatu saat saya pernah bermimpi melihat papa saya meninggal dunia (waktu itu beliau masih hidup). Di dalam keadaan tidur saya menjerit dan menangis sejadi-jadinya sampai terjaga dan menjumpai bahwa papa saya masih hidup. Ia sedang terlelap dan mendengkur di kamarnya. Masih dengan lelehan air mata, saya memeluk perutnya yang besar dan menempelkan telinga saya dekat di dadanya. Suara dengkurannya yang keras, hembusan nafasnya yang naik turun, dan bunyi jantungnya yang berdenyut pelan namun teratur, terasa bagai sedang berbicara: “Jangan takut Nak. Papa di sini bersamamu. Aku mengasihimu. Aku tidak akan mati sekarang.” Seketika saya menangkap bunyi denyut jantungnya dan merasakan ketenangan karena merasa dikasihi dan dilindungi. Sungguh nyaman sekali rasanya. Pada saat itulah saya tergerak untuk berdoa agar tetap merasakan kasih itu selamanya, meskipun pada dasarnya itu mustahil karena kenyataannya saat ini Papa saya sudah meninggal. Saya tak akan dapat merasakan denyut kehidupannya lagi.

Akan tetapi, kita masih punya seorang Bapa yang kekal yaitu Allah. Denyut jantungnya tak pernah akan berhenti, bukan saja untuk menjagai kita; melainkan juga untuk memegang dunia ini dan seluruh umat yang Ia kasihi. Dan saat ini, saya ingin mengundang setiap kita untuk lebih mendekat ke dada Allah. Dengarkanlah denyut jantungnya dengan cermat. Kita akan merasakan betapa denyutnya akan menjadi semakin lama semakin kuat dan cepat, seolah hendak berkata: “Tak seorang pun boleh binasa. Semuanya harus bertobat. Ya, tak seorang pun boleh binasa. Semuanya harus bertobat.” Dengarkan terus suara itu, tangkap denyut jantung Allah hingga menjadi denyut jantung kita sendiri. Sampai kita tergerak oleh belas kasih dari hati yang sama seperti Yesus. Yang melihat orang-orang di sekitar kita sebagai ladang yang telah menguning dan siap untuk dituai. Kalau kita sudah benar-benar menangkap dan menjadikannya sebagai denyut jantung kita sendiri, tidakkah kita akan tergerak untuk berdoa?

Berdoa agar Tuhan membangkitkan gereja-Nya untuk menginjili. Berdoa agar kita berperan sebagai minoritas yang menjadi berkat. Berdoa agar Tuhan memberikan kekuatan pada para pejuang injil di tengah ladang yang berat. Berdoa agar kuasa Tuhan sendiri yang bekerja melembutkan hati-hati yang dengan keras menolak injil.

LeRoy Eims dalam buku Penuai Yang Diperlengkapi pernah berkata bahwa salah satu dari lima hal yang menyebabkan kurangnya tenaga untuk menginjili adalah karena kita kurang berdoa. Oleh karena itu, siapkah kita berdoa bagi pekerjaan misi Allah? Dunia kita saat ini sedang sakit. Ia menangis dan meratap. Ya, jutaan manusia yang tak berpengharapan saat ini sedang menjerit karena merindukan seorang Gembala agung yang dapat menaungi mereka dengan sayap kasih-Nya. Yang bersedia memeluk mereka dengan tangan-Nya yang kuat. Yang dapat menyembuhkan sakit-penyakit dan mengenyangkan perut mereka yang lapar. Yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan menyediakan jaminan akan sebuah tempat tinggal di keabadian kelak. Yang dengan kuasanya yang hebat memelihara gelora kasih dari generasi ke generasi. Sampai dunia yang terjungkir balik ini digantikan dengan era kemuliaan Kerajaan Allah, dimana tak ada ratap tangis dan kertakan gigi.

Sebagai orang percaya dan gereja Tuhan, mari kita tetap menjaga agar denyut kehidupan Kristen sejati dapat dirasakan oleh sekitar kita. Mari kita peka akan desakan belas kasih yang terpancar dari dalam hati nurani kita. Yaitu belas kasih Yesus yang menggerakkan kita untuk:
1. Memberikan sentuhan kasih secara langsung dan konkret (nyata).
2. Mengabarkan injil dan mengajarkan kebenaran.
3. Berdoa bagi pekerjaan misi Allah.

Jika kita sunguh-sungguh bersedia melakukannya, Tuhan Yesus telah berjanji:
Bahwa Allah turut bekerja dan meneguhkan firman itu (Mrk 16:20).
Bahwa Ia akan menyertai kita senantiasa sampai kepada akhir zaman (Mat 28:20).
Bahwa Allah akan mengirimkan Roh yang menghibur dan memperlengkapi (Luk 24:49).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar