Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Rabu, 25 Februari 2009

Siap untuk Hidup, Siap untuk Mati


Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia. (Ibrani 9:27-28)

Satu hal yang begitu mengesankan bagi saya ketika menyelami salah satu bagian dari tulisan Philip Yancey dalam bukunya ”Menemukan Tuhan di Tempat yang Tidak Terduga” adalah respons seseorang terhadap kehidupan dan kematian. Saya hanya bisa mengaminkan bahwa ada dua golongan orang yang terlalu ekstrem memandang hidup. Ada yang terlalu menghargai hidup sampai begitu takut mati. Ada pula yang begitu menyepelekan hidup sehingga dengan rela memjemput kematian dengan jalan bunuh diri.

Orang-orang yang sangat menghargai hidup begitu memuja-muja kesehatan sebagai harta yang terpenting untuk mempertahankan hidup. Banyak usaha dan perjuangan yang dilakukakan yaitu: mengikuti klub-klub kebugaran, melakukan ritual olah raga yang intens, menguras kocek untuk berbagai jenis obat dan suplemen kesehatan, atau menerapkan gaya hidup higienis yang kebablasan. Gaya hidup demikian seringkali meletakkan prioritas waktu, tenaga, dan uang hanya pada satu aspek itu saja dan mengabaikan yang lain. Kalau boleh disebut, ini adalah phobia terhadap kematian yang sama sekali tidak bisa dihindari.

Di sisi yang lain, mereka yang tidak menghargai hidup benar-benar menyia-nyiakannya. Mereka tak pernah berpikir panjang apa yang terjadi dan sedang menanti setelah kematian. Mereka berpikir bahwa hidup adalah penderitaan dan kematian adalah salah satu cara untuk menghentikannya. Berhenti hidup berarti menghilang untuk selamanya sebagaimana akhir dari benda-benda mati lainnya. Bukankah ini adalah sebuah phobia terhadap hidup dan sekaligus merendahkan nilai hidup manusia yang diciptakan begitu istimewa oleh Sang Pencipta?

Kedua pilihan ekstrem ini tidak sejalan dengan Firman Tuhan dalam Ibrani 9:27-28 yang menyatakan adanya keindahan dari proses antara hidup dan mati, khususnya bagi orang percaya. Kematian ternyata bukan sesuatu yang buruk dan juga bukan sesuatu yang layak dipandang remeh. Kematian fisik hanya berlangsung sekali akibat dosa yang telah kita perbuat. Akan tetapi dalam Kristus, kematian itu tidak berujung pada kematian kekal. Sama seperti Kristus yang mati sekali kemudian bangkit untuk menyediakan keselamatan, demikianlah kita akan melewati kematian untuk menjemput hidup kekal di dalam Kristus. Itulah sebabnya kematian fisik tidak seharusnya terlalu ditakuti asal kita mempersiapkannya dengan baik. Bukan semata-mata dengan mengagungkan kesehatan; melainkan dengan hidup sebaik-baiknya dalam persekutuan yang indah dengan Kristus. Ketika kita siap untuk hidup, kita harus siap untuk mati. Ketika kita siap untuk mati maka kita akan memperoleh hidup.

Doa: Bapa di surga, terima kasih karena dengan memiliki Engkau maka tidak ada satupun yang perlu kami takutkan, termasuk penderitaan dan kematian. Tolonglah agar di dalam hidup ini fokus perhatian kami bukan lagi hidup atau mati saja; melainkan dengan penuh hikmat-Mu kami menjadi siap untuk hidup dan mati di dalam Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar