Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Kamis, 12 Agustus 2010

kasih VS KASIH? No, kasih = KASIH!


Matius 25:40
Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

1Yohanes 4:19
Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.

21 Juni 2009 ...
Hiruk-pikuk kota Bandung kutinggalkan sejenak menuju lekukan bumi yang lebih tinggi yaitu di sisi lain daerah yang menjadi tempat tinggalku selama hampir 3 bulan ini. Tanpa basa-basi kusebutkan bahwa "Lembang" adalah nama lokasi tempatku belajar sesuatu kali ini.

Nama besar Lembang sebagai daerah wisata yang sering dikunjungi (ya, setara dgn Malang, Batu, Tretes, or Prigen di Jatim d) tidak menjamin orang menikmati kesejukkan. Huff... siang itu efek global warming juga sangat terasa di sana (ah, jadi ingat daerah perantauanku setahun kmrn, Bali).

TTM... jangan berpikir macam-macam karena itu adalah tempat hang out terpilih untuk mengadakan sebuah acara yang sudah lama tertunda. Selain hijau perbukitan yang menyejukkan mata, rimbunan kebun sayur organik, dan lambaian bunga warna-warni; ada sebuah pemandangan kontras yang menggelitik otak kecil, di mana hati dan nuraniku juga bercokol di sana.

Sejumlah ABG kota, berkulit putih, bermata sipit, dengan semangat "gaul" berhadapan dengan ABG daerah pinggiran yang berkulit agak gelap, bermata belo, dengan sikap malu-malu. Ga bisa disangkal bahwa kedua kelompok itu masih dalam spesies yang sama, memakan makanan yang sama, dan diciptakan oleh Tuhan yang sama. Entah apa alasan ilmiah pastinya, yang jelas ada dinding pembatas yang tak kelihatan dari kedua belah pihak.

Eksklusifitas masing2 otomatis buyar ketika Dynamic Community Team meminta mereka membaur, melebur, tanpa takut terbentur. Mula-mula nampak keengganan, namun pada akhirnya suasana mencair oleh sebuah kemiripan pada diri mereka... semu merah merekah menghiasi kulit mereka yang kena terik mentari. Sengatan sang raja siang yang tak pernah mau berkompromi ternyata ga bisa terlalu lama menahan mereka untuk tidak tenggelam dalam aktifitas bermain bersama. Games sederhana yang bikin gemes itu sukses abis.

Semu merah dikulit wajahku yang telah ternoda oleh terik matahari Bali semakin merona ketika kedua mata minus 150 ini menatap gejala-gejala aneh di antara para ABG perempuan. Ah... pipi merah mereka lebih merah dari kedua pipiku karena hati mereka disentil simpati pada seorang jejaka tampan, penghuni Rumah Kasih--sebuah Panti Asuhan yang kami kunjungi hari itu. Dengan malu-malu namun sangat jujur mereka mengaku: "Ah, ganteng sekali cowo itu, Cie. Gemesin deh. Aku mau kenalan, mau kenalan sama dia. Tapi, ... aku malu. Malu tapi mau."

Hmhh... rasa itu takkan pernah kualami lagi.

Lirikan mata sampai sorot tajam menghujam cowo SMA berbaju pink yang katanya ganteng itu. Pantas saja, ia mulai merasa resah, gelisah, bibirnya selalu mendesah. Entah bangga, entah minder, entah suka, entahlah? Kabut bergelayut dalam perasaannya karena jadi fokus pembicaraan cewe-cewe kota yang cantik, energik, dan siap jadi gerombolan fans fanatik. Bingung dan salah tingkah tergambar jelas pada gerak-geriknya yang tak lagi se-cool sebelumnya. Magnet itu memang tak pernah gagal menciptakan gaya tarik-menarik pada kutub + dan - dalam diri 2 gender yang berbeda. Short-term feeling of attraction... istilah yg rada maksa memang.

Ah... rasa itu takkan pernah kualami lagi.

Seekor kumbang boleh dikelilingin banyak kuntum bunga, namun hanya boleh satu bunga saja yang dikecapnya. Rupanya, ada juga yang berhasil menarik perhatian Si Ande-Ande Lumut versi Lembang itu. Tangannya meraih tangan seorang gadis manis dan dengan penuh penghayatan keduanya berkenalan. Rona-rona merah kembali bersemu di antara kedua sejoli itu. Is it love at the first sight? Who knows, but God.

Ck, ck, ck... rasa itu takkan pernah kualami lagi.

Waktu terus bergerak dan suasana sudah mulai memanas setelah menyantap nasi ayam bakar, ikan nila bakar, tempe-tahu goreng, sambal, n lalapan khas TTM. Walau disiapkan oleh pramusaji Bule berlogat sunda, namun menu siang itu teteup masih sangat sundanese (bingung juga kenapa Bule muda dan ganteng bisa jadi pramusaji?).

Apakah rasa kenyang yang mendorong kemesraan itu? Beberapa ABG kota yang tergerak mulai beraksi penuh empati. Melepas kocek dan menawarkan kasih dalam sebentuk minuman pada ABG-ABG Rumah Kasih yang kehausan. Keramahan bertebaran menjelang akhir tatap muka kedua kubu di hari itu. Apakah yang terkandung di dalam kehangatan itu? Apakah demi sebuah simpati dari seorang jejaka, idola baru versi hari itu? Apakah demi merengkuh pujian manusia? Ataukah gerakan Roh Kudus lewat tema firman yang didapat pagi harinya (Tema: Permata Kasih; dari nast yang tercantum di atas)?

Iiiih, pikiran liarku selalu menghasilkan tanda tanya. Seolah sedang mengkontraskan kasih untuk manusia dan KASIH untuk Tuhan. Entah teologi dari mana, pastinya yang dikorupsi dosa, hingga diselipi oleh curiga pada mereka yang sedang belajar memancarkan cahaya kasih, warisan YESUS KRISTUS, Tuhan Penyelamat mereka.

Kedua untaian firman di atas pernah tertanam dalam. Ia berbicara, mengingatkan, mengembalikan... kasih untuk manusia sama sekali tidak bertentangan dengan kasih untuk Tuhan. Dalam keterbatasan kemanusiaanku, diharamkan untuk menghakimi dan merasa paling benar. Bukankah Tuhan sangat menginginkan manusia mengasihi sesamanya karena itu sama dengan melakukan untuk-Nya sendiri? Perintahnya sangat jelas, bahwa kita harus mengasihi sesama karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita.

Biarlah pribadi belia itu belajar bahwa dalam kasih untuk sesama ada kasih dari, untuk, dan oleh Tuhan. Apapun motivasinya, berilah kesempatan pada jiwa labil itu untuk mengamati dan menganalisa kasih yang sejati, yang bersumber dari Sang Cahaya Abadi. Buang curiga dan ganti dengan harapan yang digantungkan pada Allah Maha Kuasa bahwa Ia akan bekerja di hati para ABG yang telah menumbuhkan rasa sayang di hati ini.

Uuuuh, rasa ini berulang-ulang kualami.

Bukan ku tak kuasa untuk mencintai seperti para ABG itu, namun musimnya telah berlalu. Nuraniku harus diasah bukan untuk merasakan short-term feeling of attraction. Dadaku ini menggebu-gebu untuk menjadi guru, teladan hidup, panutan kasat mata yang memeragakan kasih sejati yang penuh ketulusan dan lebih long-lasting. Bukan sempurna karena ku pasti tak sanggup menyamai Guru Sejatiku. Menjadi peniru yang kadang-kadang gagal, namun tak pernah berhenti berjuang... itulah rinduku. Philia, eros, dan storge ada padaku--as a normal person of course--but Agapelah yang harus menginspirasi dan mendominasi.

Huikz, pelajaran hari itu kudu terhenti karena tiba waktunya untuk melambaikan tangan pada Rumah Kasih. Dag dig dug versi dua hati ABG yang saling bertaut memang tak kan pernah lagi kurasa, namun pelajaran cinta hasil interaksi dengan Sang Tuan Penyayang kuharap makin kokoh tertanam, makin elok terpancar, dan makin kuat menguasai hati ini.

Selamat tinggal Rumah Kasih. Terima kasih untuk pelajaran tentang kasih sebagaimana namamu yang lebih masyur dari Rumah Sosis, Rumah Es Krim, Kampung Bakso, ataupun Kampung Daun di hatiku. Terima kasih buat para ABG yang telah menyadarkan bahwa kasih bukan versus KASIH; melainkan kasih = KASIH. ^^

Oh Tuan Penyayang, ku ingin merasakan kasih sayang-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar