Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Minggu, 01 Agustus 2010

BIARLAH AKU MENCINTAINYA DI HATI INI SAJA


“Apakah 17 tahun tidak cukup lama? Batin ini telah lama tersiksa oleh cinta,” keluh Kyra dalam hati. Rupanya atmosfir taman kota, membangkitkan romantisme di dadanya. Sementara sejumlah anak kecil sedang beria-ria dalam gelak-canda; Kyra justru terduduk sendiri di sebuah bangku kayu dan termenung. Awalnya ia terpikat, terikat, lalu tersedot dalam indahnya suasana. Namun, lama-lama lembayung senja yang sedang meraja itu tidak hanya sekedar menebar keindahan; melainkan juga membangkitkankan sebuah kenangan lama. Terdengar tarikan dan hembusan nafas panjangnya. Ya, sesuatu tengah bergolak dalam diri wanita berusia 33 tahun itu.

9 September 1999, taman kota ini pernah menjadi saksi bisu kepedihan hatinya. Teringat kala itu tangisnya mengucur deras membasahi bangku kayu yang sama ketika sahabatnya, Kristal Red Gracia berkata, ”Kak Laut akan menikah sebulan lagi, Ra. Menikahi Kak Sinta yang cantik itu.” Kembali terdengar tarikan dan hembusan nafasnya. Kali ini lebih panjang dari sebelumya. Yah, peristiwa itu masih membekas dalam karena cinta pertamanya harus layu sebelum benar-benar mekar.

######

Kristal dan Kyra adalah teman sekelas yang telah bersahabat sejak mereka duduk di bangku taman kanak-kanak yang berlanjut sampai ke SMA. Dimana ada Kristal, disitu ada Kyra. Kristal begitu feminin dan cantik. Dengan rambut panjang berombaknya, ia bak putri Nirmala dari negeri dongeng. Sedang Kyra, lincah dan bernyali. Jeans butut selutut dan T-Shirt adalah kostum harian kesukaannya. Potongan rambut pendeknya yang mirip Bon Jovi membuat kesan tomboy dalam dirinya makin kuat. Lewat persahabatan itu, Kyra bertemu Laut Biru Gracia, kakak Kristal yang berusia tiga tahun lebih tua darinya.

Masih jelas terbayang saat pertemuan perdananya dengan Laut. Saat itu Kristal dan Kyra yang kelas dua SMA berniat belajar Biologi bersama di kamar Kristal. Seperti biasa, kebersamaan mereka selalu diwarnai gelak-tawa. Namun, canda mereka segera terhenti oleh suara petikan gitar yang berasal dari sebuah kamar yang mereka lewati.

”Kris, siapa sih yang sedang main gitar? Merdu sekali suaranya. Kalo itu cowo, hati gua pasti luruh dah.”

”Itu kakak keduaku, Kak Laut Biru. Dia baru pulang dari Bandung. Lo kan blom pernah ketemu dia, Ra. Hahaha, pake main asal jatuh cinta aja.“

“Kak Laut Biru yang foto wisudanya ada di ruang tamu itu kan?“

“Benar sekali!“ tiba-tiba terdengar suara dari dalam kamar yang disusul suara pintu dibuka. Dari balik pintu muncul sosok pria tegap dengan tinggi 170 cm. Hidungnya mancung, kulitnya putih, dan tangannya memegang sebuah gitar berwarna biru laut.“

“Ssst, beneran Lo jatuh cinta ma dia?“ tanya Kristal.

Menanggapi pertanyaan Kristal yang usil itu Kyra hanya bisa tertunduk malu. Setelah melemparkan senyuman pada Laut, ia menarik tangan Kristal dan menyeretnya ke dalam kamar.

”Ra, apaan sih? Gua koq diseret-seret kaya sapi peliharaan Lo ajah?“

”Gua malu tau. Kira-kira kak Laut denger kata-kata gua tadi ga yah? Semoga engga. Aaaaargh, semoga engga, Kris!”

”Tenang aja, kakak gua itu dikenal tergila-gila ama gitarnya. Dia selalu bilang kalo gitar biru laut itu adalah istrinya. Sekali ada di tangannya, dunia kaya milik dia sendiri dan gitarnya, Cuy. Hahahaha! Tapi Ra, ngomong-ngomong kenapa baru kali ini gua ngeliat Lo kaya gini yah? Pipi Lo itu loh, koq kaya kerupuk udang warnanya?”

”Pipi gua kaya kerupuk udang? Apaan sih, dodol?” jawab Kyra seraya mencubit pipi sahabatnya itu.

”Iiih, Elo koq jadi genit sih? Ada yang beda, Ra. Selama ini Elo selalu anti sama cowo kan? Siapa sih cowo yang ga Elo kalahin dalam tanding sprint dan lari rintangan di pelajaran olah raga? Kalo ingat gaya preman Lo waktu nendang si Randy and waktu men-smash kepala Dodi dengan bola ping-pong, gua selalu berpikir Elo itu anti ama cowo.”

”Enak ajah! Gua ga pernah bilang gua anti cowo kali?”

”Iya, tapi....”

”Cowo-cowo di sekolah kita itu cupu dan kekanak-kanakan. Gua empet sampai perasaan gua mampet ma mereka, Kris. Hahaha! Kakak Lo beda. Permainan gitarnya sempurna. Asli, gua naksir Kak Laut deh.”

”Alaaaah, paling cinta monyet ajah.”

Candaan mereka terhenti hingga hening sejenak ketika terdengar dengan jelas suara petikan gitar Laut Biru yang mengalunkan Autumn Leaves.

”Kris, Lo mau ga berjanji sama gua?” kata Kyra memecah keheningan.

”Iyah, apa sih yang ga buat Lo, Nona Kyra Melody yang tomboy?”

”Kris, gua ga lagi bercanda. Please, jangan bilang Kak Laut soal perasaan gua. Gua... gua ingin menikmati hal yang baru ini dulu... sendiri.”

”Okelah kalo begitu. Lagian gua ga mau Elo lebih akrab sama Kak Laut dibanding gua. Hahahaha!”

Perkenalan tersebut jadi batu peringatan yang indah buat Kyra. Sejak saat itu, di lamunannya hanya ada Laut Biru seorang. Hatinya sungguh-sungguh dikuasai sosok pria dengan gitar biru lautnya itu. Malam-malamnya kini tak lagi dihabiskan dengan membaca berulang-ulang setumpuk komik Kungfu Boy dan Topeng Kaca; melainkan dengan duduk di atas atap rumahnya yang landai sambil menatap bulan dan bintang-bintang. Bukan menyaingi Raja Daud, sang pujangga. Kyra nampak lebih mirip pungguk merindukan bulan, camar merindukan lautan.

Bagi Kyra, jatuh cinta adalah sebuah sensasi yang baru. Ada letupan-letupan dalam perasaannya yang hanya bisa diredakan oleh satu nama. Ada gaya magnet yang tak terkendali oleh remote control di otaknya. Bawaannya kangen melulu, ingin dekat dengannya melulu, mau melihat wajahnya melulu. Kyra benar-benar dikendalikan oleh sejumlah rasa yang melebur jadi satu dalam sebuah istilah yang disebut cinta. Manis karena membuatnya melayang-layang setiap kali wajah sang pujaan membayang. Pahit karena tak tahu bagaimana mengungkap rasa yang ada. Indah karena mengukir harap dan membuai mimpi. Getir karena cemas menindas dan cemburu memburu.

Cinta bagai mengikis kesadaran dan gambaran diri yang selama ini ditatahkan pada dirinya sendiri. Demi cinta, ia rela mencoba mengenakan gaun, sepatu high heel, dan memoles wajah yang selama ini selalu polos dengan alien yang bernama make up. Walau tak mampu menahan godaan dan tawa orang-orang di sekitarnya, walau sangat tersiksa karena merasa tak menjadi dirinya sendiri; toh semua itu dilakukannya dengan sesadar-sadarnya. Ia ingin Laut memperhatikannya, namun di sisi yang lain juga begitu malu berdekatan dengan punjaannya. Paradoks perasaan itu begitu membingungkannya. Itu sebabnya ia merasa sudah cukup puas walau hanya melihatnya dari jauh.

Semua itu terjadi berulang-ulang dan bagai menjadi sebuah tarik-menarik yang tak berujung, sampai suatu saat ketika didengarnya berita rencana pernikahan itu dari mulut sahabatnya sendiri. Saat itulah sensasi cinta pertamanya bagai balon yang mengempis. Perasaannya dihancurkan oleh cinta bertepuk sebelah tangan. Hatinya dipatahkan oleh rasa yang tak terbalas. Di kursi kayu itu dan sambil berurai air mata, ia menaikkan doa.

Terima kasih Tuhan untuk sebuah rasa...
Bukti keberadaan hamba sebagai mana yang Engkau cipta.
Walau begitu pedih-perih dan penuh derita,
Tiada ku menyesali datangnya cinta.

Ambil, ambilah dan bawalah jauh-jauh!
Bukan, bukan sekedar menyampaikan keluh,
Jika Engkau berkehendak, hamba kan patuh,
Bahwa cintanya memang bukan tempatku berlabuh.

######

Peristiwa itu telah lama berlalu, namun toh mengenangnya masih mampu membuat Kyra menitikkan air mata.

“Apakah 17 tahun tidak cukup lama? Batin ini telah lama tersiksa oleh cinta," keluh Kyra dalam hati. Keluh itu adalah sebuah jeritan hati yang tak sanggup menyingkirkan sosok Laut Biru yang telah mengisi hatinya selama 17 tahun belakangan ini.

”Hei, kenapa kamu menangis?” tiba-tiba terdengar suara seorang pria menghentikan aktifitas putaran memorinya.

”Eh, Kak Laut. Sudah lama ada di sini dan menatap saya dalam keadaan begini?”

”Ga koq, aku baru aja nyampai. Maaf yah, udah buat kamu menunggu lama. Baru saja mengantar Sinta, mantan istriku, ke dokter mata. Nih, ada titipan dari Kristal. Dia ngomel melulu dan memintaku segera mengantarkan strawberry ini untukmu. Dasar bawaan orok anak kedua kali. Padahal waktu hamil anak pertama dia ga secerewet itu. Hahahaha.”

”Kak, saya turut sedih atas perceraian Kakak dengan Kak Sinta. Saya akan berdoa supaya Kak Laut bisa bersatu lagi dengan Kak Sinta dan Rico. Kasihan Rico kalo harus menanggung dampak perceraian kedua orang tuanya. Maaf, saya bukan sok menasehati. Bukankah perceraian tidak dikehendaki Tuhan?”

”Iya, aku tahu. Terima kasih buat perhatianmu. Kamu sendiri gimana? Kapan akan menikah?”

”Doakan saja yah, Kak. Doakan Tuhan akan beri yang terbaik buat saya. Hmmh, udah jam 6 sore. Saya harus berangkat ke stasiun kereta. Terima kasih dan salam buat Kristal yah Kak.”

”Oke, hati-hati di jalan. Kapan-kapan kalo pulang kemari berilah kabar.”

”Baik Kak, selamat tinggal. Daaaaah!”

Untuk terakhir kalinya sebelum pergi, Kyra menatap lekat-lekat punggung Laut Biru yang telah berbalik dan melangkah meninggalkannya.

”Ah, dasar si dodol Kristal. Masih sempat-sempatnya, cewe centil itu menjodohkan aku dengan Kak Laut setelah sekian lamanya. Aku memang masih sangat mencintai Laut Biru Gracia dan tak dapat melupakan suara petikan gitarnya yang mengalunkan Autumn Leaves. Namun, 17 tahun cukup sudah. Bukan kepahitan cinta atau trauma. Hanya saja, hidup telah mengajarkan bahwa cinta itu tidak selalu berarti saling memiliki. Cinta adalah bahagia bila dia bahagia. Maka, mohon buatlah dia bahagia. Dan jika cinta itu tak mau pergi juga, biarlah aku mencintainya di hati ini saja.”

7 komentar:

  1. Sounds like a true story, Tse.. I don't know how to express (sedih campur lucu karena.. ya begitulah), ehm, good story. Penggambaran yang jujur, manis sekaligus imaginatif :) i was thinking to write a short story aswell, tapi belum kesampean soale tau sendiri sanguine.. hehee.. waiting for your another short story! x

    BalasHapus
  2. 90% fiction, 10% fact. You know the 10% well. That's why you can feel it. Thx, dear. Can't wait your short story.

    Hei, I've read your writing about two years man. I've written a comment but suddenly disappeared. ^^

    BalasHapus
  3. wuits.. kirain 90% fact, 10% fiction he he.. Tse, are you still thinking about him? AND about the comment, well, you are most welcome to write a comment again :)

    BalasHapus
  4. Wakakaka, 10% dear. Hanya atmosfirnya, doanya, sebagian kecil dr karakter Kyra dan Laut... selebihnya imajinasi.

    Am I still thingking 'bout him? Maybe, but not really. Can't forget him is true. But, life must go on, isn't it? ^^

    BalasHapus
  5. He he.. as for me, no need to forget the one whom once you loved. he will always remain in your brain but he's no longer remain in your heart :) time flies so fast, so does your feeling for him (hopefully). to really get over them, i guess, we need to throw away all the expectations, memories, and dreams :) the train is ready to go.. he he..

    BalasHapus
  6. I must be honest, it isn't easy to deal with it. Imagine, I live with a memory of him 17 years. ^^

    BalasHapus