Wellcome Brothers and Sisters!

From the fullness of HIS GRACE we have all receive one blessing after another. (John 1:16)


The LORD is my shepherd, I shall not be in want. (Psalm 23:1)

Rabu, 11 Agustus 2010

CINTA SATU MALAM???


“Selamat datang di Bandara Ngurah Rai, Kyra Melody!” Demikianlah si Tomboy menyelamati diri sendiri ketika pertama kali menjejakkan kakinya di Bandara. Ia nampak begitu antusias dengan kehidupan barunya setahun ke depan di Pulau Dewata. Dirinya sudah siap mewujudkan sederet jadwal di otaknya untuk mengunjungi dan menghabiskan waktu di pantai-pantai eksotik Bali. Memang benar kedatangannya bukan untuk menjadi turis domestik. Akan tetapi, tentu saja ia tak akan melewatkan pantai-pantai indah itu selama tinggal di sana.

”Selamat sore, Ibu Kyra?” Terdengar sebuah suara yang menyapa dan membuyarkan dialog dalam dunianya sendiri.

”Ehm, ya benar. Apakah anda utusan dari SMPK Kairos?”

”Benar, Bu. Kenalkan nama saya Moonlight Sonata. Saya akan mengantar Ibu kemanapun anda ingin pergi.”

”Great and thanks. Tapi, boleh tidak saya minta tolong pada anda?”

”Oh, tentu. Silahkah saja, Ibu Kyra. Saya akan dengan senang hati membantu Ibu.”

”Sekali lagi terima kasih. Jadi, saya mohon dengan hormat. Please, dengan amat sangat... jangan panggil gua Ibu, Dodoool! Gua bukan Ibu Lo! Coba bilang, sejak kapan gua nikah sama Bapak Lo, hah?”

”Hahahahaha! Sori, sori Ra. Ceritanya, gua mo sambut Elo dengan resmi gitu loh. Hei Tomboy, tetep aja galak Lo yah? Awas, ntar cepet tua loh.”

“Iye, iye, lagian siapa yang bakalan ga galak sama Elo, Mon! Mo’on! Hahahaha!”

“Yeee, kenapa elo masih panggil gua dengan “Mon” sih? Gua bukan anak SD lagi, Tomboy. Gelo aja, nama bagus-bagus diganti Mo’on. Intelek dikit napa?”

“Udah, jangan ambeg! Lo juga masih panggil gua Tomboy. Emang Lo ga bisa liat kalo sekarang gua udah feminin? Nah, sekarang antar gua ke Jimbaran yah? Laper nih. Ga usah jadi temen SD gua kalo Lo nolak permintaan ini!”

“Huh, asal Elo yang traktir sekilo kerapu bakar, udang, with kerang, dan jangan lupa es kelapa mudanya!”

“Aaaah, rampooook! Elo tega ngerampok temen sendiri ye?”

“Yuuuk, ah! Kita kemon biar ga ketinggalan wonderful sunsetnya Jimbaran Beach!”

Tanpa basa-basi, dua orang bekas teman SD itu pun segera melaju menuju pantai pertama di jadwal invisible Kyra. Petang itu, Jimbaran bagai diset untuk menyambut kedatangan Kyra. Sunset tidak malu-malu lagi dan bahkan mengumbar lebar-lebar senyum jingga kemerah-merahan kepadanya. Pemandangan tersebut terasa sangat romantis buat si Tomboy yang baru saja memutuskan untuk menanggalkan cintanya dari Laut Biru Gracia. Tentu saja semua itu tidaklah mudah, karena romantic sunset itu terbukti masih menggaungkan nama cinta pertamanya.

“Ra, kok ngelamun sih?”

“Hah? Ah, ga apa-apa kok. Keren yah suasananya? Andai bisa petik sunset itu kaya petik bunga matahari di halaman rumah Kristal. Gua petik, gua simpen di kamar. Wah, tiap hari gua ga bakalan keluar rumah kalo begitu.”

“Bletak!” Tiba-tiba terdengar suara gagang kipas plastik yang dipukulkan dengan lembut ke kepala Kyra.

“Apaan sih Lo, Mon? Sakit tau!”

“Sejak kapan pikiran Lo jadi aneh gitu? Apa Lo lagi kesurupan leak Bali yah? Elo tadi deket-deket sama ogoh-ogoh yah? Kesambit apa Lo, Neng? Pake mau petik sunset segala.”

“Plaaaak!” Kini giliran Kyra melayangkan kedua telapak tangannya dan mendarat tepat di kedua pipi pria 34 tahun itu, hingga menghasilkan cap 10 jari yang berwarna merah merona di sana.

“Eh, ngajak berantem Lo, Ra? Dulu body gua emang lebih kecil dari Elo. Sekarang gua 174 cm tau? Eh, kita kok jadi berantem kaya dulu yah? Hahaha! Gini-gini, Elo sayang ama gua kan?”

“Iye, iye, sori yah. Sakit ga?”

“Ga apa, cuman kalo Lo lakuin itu terus entar ga ada cowo yang mau sama Elo, selain gua.” Tiba-tiba terdengar suara berisik pesawat terbang yang akan landing di bandara yang cukup dekat dan bisa disaksikan dari pantai Jimbaran.

“Eh, Mon... Lo bilang apa? Entar ga ada cowo yang mau sama gua, selain siapa?”

“Aaaargh, dasar Tombooooy! Ga bisa diulang!”

Keceriaan mereka berdua semakin menghangat ketika seafood pesanan yang dinanti telah keluar menebar aroma kenikmatan. Mereka segera bersantap malam hingga tanpa sadar mentari telah beranjak ke peraduannya. Langit yang tadinya berwarna jingga cerah berubah menjadi merah bata, dari merah bata menjadi abu-abu bersemu merah, dan lama-lama menghitam legam. Namun, bukan hanya kegelapan yang menguasai langit. Gemerlap bintang juga bertebaran merata bagai perhiasan-perhiasan surgawi. Demikianlah, malam itu terasa sangat indah. Moonlight Sonata dan Kyra sangat menikmatinya. Mereka berjalan menyusuri pantai dan menyisakan sederetan panjang jejak kaki beda ukuran.

Setelah mendapatkan sudut pandang yang diinginkannya, Kyra sengaja duduk di atas hamparan pasir putih. Matanya terus menatap jauh ke arah kerlap-kerlip lampu hotel, seolah tak ingin melewatkan keindahannya. Seluruh eksistensinya dipenuhi kekaguman dan syukur.

This is the day the LORD has made; I'll rejoice and be glad in it. How sweet are His love, sweeter than all romantic things I have ever sensed. Truly, He means more than this world to me.

Lamat-lamat kemudian terdengar di telinganya Air Supply sedang menembangkan Goodbye. Walau lirik lagu itu tidak menggambarkan apa yang sedang dialami, namun memberi dorongan yang kuat untuk melepas apa yang selama ini digenggam erat-erat dalam hatinya. Tiada lagi tangis. Juga tiada sesal. Perlahan-lahan, ia mengangkat tangan kanan dan mulai melambaikannya ke arah sebuah bintang. Dadanya berdenyut-denyut ketika diteriakkannya dalam hati, “Goodbye Kak Laut! Goodbye Autumn Leaves! Goodbye my love!” Segera setelah itu, ia merebahkan punggung dan kepalanya di atas pasir, lalu dengan mata terpejam mereguk kebebasan hatinya. Ia begitu asyik dengan semuanya itu hingga tak sadar ada sepasang mata yang selalu menatapnya dengan kecemasan, sekaligus penuh cinta.

“Ra, udah malem. Gua antar Elo pulang yah?”

Kyra membuka matanya, bangkit berdiri, lalu mulai menatap mata bening teman masa kecilnya itu. Rupanya Moonlight Sonata juga sedang menatapnya dalam-dalam. Keduanya saling bertatapan cukup lama. Tanpa kata, tanpa suara, hanya dua bola mata yang saling beradu. Suasana itu tak terlukiskan; namun terasa mencairkan kebekuan, menciptakan keintiman, dan menumbuhkan harapan di antara dua hati. Masih dalam keheningan, keduanya bergandengan tangan menyusuri pantai dan bersama menatap masa depan. Akankah ini menjadi cinta bersemi satu malam?

6 komentar:

  1. Tse, terlalu cepet jalan ceritanya.. Padahal kan pengen baca lebih banyak he he.. :) ayo donk, cepet tulis lanjutannya, tse. penasaran!

    BalasHapus
  2. Hahahaha... aq emang ngerasa gitu juga. Sebenernya masih banyak yg mo diceritain. Tp, takut kalo kepanjangan orang akan bosen. Makanya makin pendek makin baik.

    Aku punya misi dalam sambungan ke depan. Sengaja pake judul itu buat orang bertanya-tanya apakah mirip dengan lagu dangdut koplo Cinta satu malam. Tapi, di seri berikutnya orang akan tahu hasilnya. Makanya ada pertanyaan di akhir kisah.

    Cuma belajar buat sesuatu yg selalu menarik di tiap bagian. Itu strategi penulisan novel yg panjang. Cuma, belum expert. Makanya ga terlalu menarik dibanding yg pertama.

    Yang ini gagal. Tp, it's oke. Namanya juga belajar. hahahaha... ^^

    BalasHapus
  3. Bhahaaaaaaaaaaaaa... Aku menantikan yang versi Dangdut Coffee, tse.. Eh tapi tse, yang ini tulis lanjutannya cepetan donk. Aku serius penasaran. Serius.. Pengen tahu selanjutnya kayak gimana bhahahaaa..

    Tse, emang ada yang bilang ini gagal?

    BalasHapus
  4. Hahahahaaaaaaa... aq kecepetan nulis ini makanya ga menarik. Lain kali untuk sambungannya harus disusun lebih baik.

    Blom ada yang bilang gagal. Aq sendiri yang bilang. Dosen kotbah aku pernah bilang, kalo mo bikin yang menarik harus diri sendiri dulu yang ngerasa tertarik buat baca. Waktu baca ini, aq kurang antusias. Makanya buat aku ini gagal.

    Thx buat commentnya. Jadi penyemangat buat aku. Kalo ada saran teknis juga oke. ^^

    BalasHapus
  5. Tse.. Sorry baru bisa online dan baru baca komennya.
    Heheee.. Aku setuju ama dosennya laotse. Aku juga mempraktekkan itu kalo lagi nulis. Baik nulis skripsi maupun nulis yang lain. Kadang malah aku ngeprint dan baca ulang dan ngerevisi sendiri ha ha.. Terdengar aneh sih tapi banyak sekali keuntungannya. Cuma kadang aku suka males gitu untuk baca ulang dan revisi, kalo udah terlalu capek dan ngantuk he he..

    Yah, aku tetap menantikan lanjutannya. Kalo memang menurut lz ini postingan ini ada kurangnya, mending di edit aja tse :) aku aja suka gitu he he.. C'mon!

    BalasHapus
  6. Thx alot, dear. Udah setia dalam prosesku jadi penulis. I won't forget ur comments.

    BalasHapus